TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG — Silang sengkarut yang menyelimuti status tanah seluas 1,7 Ha dan telah dibeli anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA, berlokasi di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan, tampaknya bakal memanjang.
Seiring pernyataan dua orang “pelaku sejarah” dalam pengambilalihan lahan –Tohirin dan Sabar, Rabu (13/12/2023)- menanggapi pengakuan Akhmadi Dachlan yang menyatakan tidak tahu menahu adanya surat pernyataan AS dengan beberapa pihak, meski selaku notaris ia mencatatkan dalam waarmerking, ternyata menyulut “amarah” pria yang disebut-sebut pemegang kuasa penjualan tanah AS kepada JA tersebut.
Kamis (14/12/2023) pagi, sekira pukul 10.47 WIB, Akhmadi Dachlan menelepon Sabar. Dalam pernyataan via telepon yang direkam dengan durasi 0.38 detik, ia mempertanyakan maksud Sabar dan Tohirin menyampaikan hal-hal yang menjurus pada pencemaran nama baiknya.
Akhmadi juga menegaskan, dirinya tidak akan tinggal diam atas apa yang disebutnya sebagai fitnah, dan akan menempuh jalur hukum. Termasuk organisasinya sebagai notaris akan mengajukan keberatan.
Merasa “ada ancaman” dari pernyataan Akhmadi, Sabar dan Tohirin pun tidak tinggal diam. Kamis (14/12/2023) petang, keduanya bersama dengan Suratman memberikan kuasa kepada advokat Fajrunnajah Ahmad, SH, MM, untuk mewakili dan menangani persoalan mereka, baik secara perdata maupun pidana.
Dalam pertemuan Jum’at (15/12/2023) siang di kawasan Sukarame, Bandar Lampung, kepada advokat Fajrunnajah Ahmad, Sabar dan Tohirin menyampaikan kronologis berikut data yang ada. Baik terkait proses legalisasi lahan yang kini telah dibeli anggota DPR-RI berinisial JA, maupun peran Akhmadi Dachlan. Ketika dihubungi Sabtu (16/12/2023) pagi, Fajar –sapaan advokat Fajrunnajah Ahmad- membenarkan dirinya telah diberi kuasa oleh Sabar, Tohirin, dan Suratman terkait masalah yang kini melilit mereka.
“Saya akan segera rapatkan dengan tim untuk mengambil langkah-langkah terkait masalah tanah yang statusnya telah dimiliki oleh anggota DPR-RI tersebut. Tentu termasuk adanya perkataan bernada ancaman terhadap klien saya, juga dugaan wanprestasi oleh AS,” kata Fajar melalui telepon.
Ia mengisyaratkan akan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum, agar permainan “mafia tanah” dalam kasus tanah seluas 1,7 Ha yang dibeli anggota DPR-RI berinisial JA tersebut, bisa terang benderang.
“Klien saya telah siap dengan segala kemungkinan terburuk yang akan mereka terima. Hal ini menguatkan tekad saya untuk mengurai masalahnya melalui proses hukum. Termasuk membawa semua pihak yang diduga terlibat, baik itu personal maupun oknum BPN Lampung Selatan,” ujar dia, seraya menyatakan, pihaknya juga akan menyampaikan kronologis dugaan keterlibatan Akhmadi Dachlan kepada induk organisasinya sebagai notaris, yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) Bandar Lampung. Mengenai dugaan keterlibatan anggota DPR-RI, JA, dalam “permainan” ini, Fajar menyatakan, hal tersebut akan diungkap belakangan.
“Yang prioritas adalah membuktikan bahwa Akhmadi melakukan dugaan pengancaman dan pemberian pernyataan bohong kepada publik. Banyak rekaman pembicaraan maupun data otentik lainnya yang bisa dijadikan alat bukti. Baru setelahnya, kita sisir satu demi satu persoalan terkait tanah di Malang Sari, Tanjung Sari, Lampung Selatan itu,” lanjutnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Akhmadi Dachlan mengaku tidak tahu-menahu mengenai adanya surat pernyataan dari AS kepada beberapa pihak terkait dengan akan dijualnya lahan seluas 17.330 m2 di Desa Malang Sari, Tanjung Sari, Lampung Selatan.
Ia mengaku hanya mengetahui bila tanah itu milik HJD, dan karena yang bersangkutan meninggal dunia, jatuh ke ahli warisnya yaitu AS. Namun, ia mengakui bila dirinya selaku notaris telah melakukan waarmerking atas surat pernyataan AS.
Pernyataan Akhmadi inilah yang dibantah Sabar dan Tohirin.
“Yang menyuruh Kades Bejo buat sporadik itu ya Akhmadi. Waktu itu, Bejo langsung diajak ke dealer dan dibelikan mobil Honda jazz. Cash. Gitu juga AS, dikasih mobil Toyota fortuner,” tutur Sabar dan Tohirin, dua “pelaku sejarah” patgulipat pergeseran status tanah di Malang Sari, Rabu (13/12/2023) siang.
Sporadik buatan Bejo kemudian diatasnamakan tiga orang, yaitu R, HJD, dan EH sebagai penyandang dana awal.
“Yang membiayai keluarnya sertifikat juga Akhmadi. Mendatangkan petugas ukur dari BPN Lampung Selatan. Orang Akhmadi dalam urusan ini adalah Abimanyu Putra. Kalau tidak salah, Akhmadi keluar uang Rp 500 jutaan buat sertifikat itu,” imbuh Tohirin.
Bahkan, saat pembayaran oleh anggota DPR-RI, JA, yang saat itu ditemani pengacaranya, H, Akhmadi juga hadir bersama istrinya. Pembayaran atas tanah seluas 17.330 m2 itu dilakukan di rumah AS, di Dusun 09 Munjuk, Desa Labuhan Maringgai, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur.
Berdasarkan data yang ada, Akhmadi diketahui menuliskan pembagian hasil penjualan tanah kepada anggota DPR-RI, AJ. Dalam tulisan tangannya itu, tercatat ia menerima bagian Rp 650 juta. Sayangnya, saat dimintai konfirmasi mengenai hal ini Rabu (13/12/2023) lalu, Akhmadi tidak mau memberikan tanggapan.
Sementara, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kota Bandar Lampung, Meinazi Zen, yang akan dimintai konfirmasi terkait dugaan anggotanya terlibat dalam “mafia tanah”, tengah berada di luar kota. Ia meminta media ini datang ke kantornya, Senin (18/12/2023) siang. (***)