Bandar LampungLampung

Rencana Alih Fungsi Hutan Kota Ternyata Menuai Kritikan Berbagai Kalangan, Keabsahan Izin HGU PT. HKKB Diragukan

173
×

Rencana Alih Fungsi Hutan Kota Ternyata Menuai Kritikan Berbagai Kalangan, Keabsahan Izin HGU PT. HKKB Diragukan

Sebarkan artikel ini

TINTAINFORMASI.COM, BANDAR LAMPUNG — Pengambilalihan kawasan Hutan Kota di wilayah Kelurahan Way Dadi dan Way Dadi Baru, Kecamatan Sukarame, serta wilayah Kelurahan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung, oleh PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) sampai saat ini masih menimbulkan gejolak dan terus menjadi perbincangan publik.

Ratusan pohon penghijauan yang sejak menjelang akhir tahun 1990-an ditanam oleh tokoh peduli pelestarian lingkungan, Anshori Djausal, dan sejawatnya, telah tiada lagi. Bahkan, batang pepohonannya pun tidak jelas keberadaannya. Hal inilah yang dipertanyakan Anshori Djausal.

Dan tokoh Lampung tersebut tengah menelaah kemungkinan mengambil langkah-langkah terkait pembabatan atas ratusan pohon yang ia tanam pada era kepemimpinan Walikota Suharto, dimana ia mendapatkan persetujuan resmi untuk melahirkan kawasan Hutan Kota di daerah itu.

Sebagai ganti raibnya ratusan pohon penghijauan berusia belasan tahun adalah urugan material tanah di sepanjang kawasan lahan Hutan Kota. Sejak dari samping RS Immanuel hingga mendekati Gedung Bagas Raya. Dengan posisi lebih tinggi sekitar 4 meteran dari bangunan yang ada di belakang lahan tersebut.

Membuat posisi dua lembaga pendidikan yang ada di sana –SMPN 25 dan SMAN 5- menjadi “tenggelam”, belum lagi puluhan rumah warga sekitar. Sontak, kondisi ini menyulut kekhawatiran warga sekitar. Bahaya banjir mengancam mereka. Karena kawasan Hutan Kota yang telah dibabat habis itu, selama puluhan tahun menjadi daerah resapan air, sekaligus penangkal polusi dari lalulintas di Jln Bypass Soekarno-Hatta.

Seiring mencuatnya permasalahan perusakan Hutan Kota di seputaran flyover Sultan Agung-Korpri dan samping serta depan Transmart Lampung, barulah diketahui siapa pelakunya. Tidak lain adalah PT HKKB dengan direktur Mintardi Halim alias Aming.

Hal ini diketahui setelah ia melayangkan surat kepada warga dari tiga kelurahan pada dua kecamatan. Pada surat berkop PT HKKB dengan nomor: 367/HKKB/I/24 bersifat: penting, prihal: undangan konsultasi publik, tertanggal 9 Januari 2024 itulah baru diketahui bila pengambilalih lahan Hutan Kota tidak lain adalah PT HKKB pimpinan Mintardi Halim alias Aming.

Pada acara konsultasi publik di Hotel Nusantara, Bandar Lampung, Sabtu (13/1/2024), terkait rencana perusahaan mengurus AMDAL guna mewujudkan impian membangun kawasan perumahan dan ruko di wilayah Hutan Kota, seorang tokoh masyarakat Way Dadi memberitahu media ini jika Mintardi Halim alias Aming pernah dipenjara terkait masalah lahan di PKOR Way Halim karena berseteru dengan PT Way Halim Permai.

“Jadi wartawan itu harus kembangin semangat menolak lupa. Si Aming pengundang yang nggak hadir di acara ini, pernah dipenjara gara-gara kasus tanah PKOR Way Halim,” kata tokoh masyarakat itu, setengah berbisik.

Ternyata informasi tersebut benar adanya. Merunut pada data dari beberapa media –LKBN Antara dan Tribun Lampung- Bos PT HKKB itu diketahui pernah tersangkut kasus peralihan Hutan Kota di wilayah PKOR Way Halim dan digugat oleh PT Way Halim Permai.

Awalnya, selama proses peradilan, Aming hanya berstatus tahanan kota. Namun, majelis hakim PN Tanjungkarang pimpinan FX Supriyadi, pada 3 September 2013, memerintahkan agar bos PT HKKB tersebut ditahan.

“Majelis memutuskan untuk mengalihkan tahanan kota terdakwa menjadi tahanan negara di Rutan Way Huwi,” kata ketua majelis hakim, FX Supriyadi, waktu itu.

Mengenai alasan penahanan terhadap Mintardi Halim alias Aming, FX Supriyadi menjelaskan, selain kasus ini menjadi sorotan publik, ditakutkan terdakwa juga akan mempengaruhi saksi-saksi.
Kasus yang melilit bos PT HKKB itu mencapai klimaksnya pada 13 November 2013. Majelis hakim PN Tanjungkarang pimpinan FX Supriyadi menjatuhkan hukuman penjara 1,5 tahun. Karena Aming terbukti bersalah telah memalsukan dokumen hak keperdataan atas tanah.

Atas dokumen yang dipalsukan itu, begitu kata ketua majelis hakim, Mintardi Halim alias Aming mengajukan permohonan penerbitan hak guna bangunan (HGB) baru atas nama PT HKKB terhadap lahan seluas 10,2 hektare yang berlokasi di eks Hutan Kota. Dan terdakwa terbukti melanggar pasal 263 ayat (2) KUHP.

Majelis hakim PN Tanjungkarang saat itu menguraikan, hal yang memberatkan terdakwa Aming yakni dapat merugikan PT Way Halim Permai karena kehilangan hak keperdataannya atas sertifikat HGB nomor: 25/KD dan nomor: 26/KD.

Hal yang meringankan bagi bos PT HKKB, menurut majelis hakim, terdakwa Aming berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan memiliki penyakit jantung.

Terkait dengan kasus yang pernah membuat bos PT HKKB masuk bui, penggiat lingkungan hidup dari Yayasan Masyarakat Hayati Indonesia (YMHI), Almuhery Ali Paksi, Minggu (14/1/2024),

menyatakan, hendaknya semua pihak mencermati dengan serius rencana PT HKKB membangun kompleks perumahan dan ruko di lahan Hutan Kota saat ini. Utamanya mengenai alas hak kepemilikan atau pengelolaannya.

Ia juga meminta, pihak pendana proyek yang akan dilakukan perusahaan pimpinan Aming, baik itu bank pemerintah maupun swasta, agar tidak memberikan dukungan kredit. Mengingat sampai saat ini, lahan yang diajukan akan dibangun masih bermasalah dengan kepentingan publik yang lebih besar.

“Pihak perbankan musti hati-hati kalau akan memberi kredit. Karena seluruh elemen masyarakat akan tetap meminta PT HKKB menghentikan perusakan kawasan Hutan Kota dan mengembalikan ruang terbuka hijau,” tegas Almuhery.

Menurut estimasi Almuhery, saat ini harga tanah di tepian Jln Bypass Soekarno-Hatta, Way Halim, mencapai Rp 20.000.000/m2. Dengan luas ruang terbuka hijau (RTH) yang telah dicaplok PT HKKB sekitar 20 hektare, maka kawasan Hutan Kota yang dibabat habis itu bernilai Rp 4 triliun.
“Dengan estimasi harga tanah seperti itu, maka wajar jika PT HKKB akan melakukan berbagai cara untuk mewujudkan rencananya. Saya dan kawan-kawan peduli lingkungan hidup tengah melakukan kajian untuk melakukan class action. Hal ini semata-mata demi menyelamatkan ruang terbuka hijau yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan menjalankan perintah undang-undang,” tutur politisi Partai Perindo itu. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *