Tintainformasi.com, Lampung Selatan —Meski anggota Komisi II DPRD Lampung Selatan dari Fraksi PDIP Supriyati telah ditetapkan menjadi tahanan kota oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, namun Badan Kehormatan Dewan setempat belum menerima surat pengajuan bakal Pergantian Antar Waktu (PAW) Supriyati dari Fraksi PDIP.
Anggota Badan Kehormatan DPRD Lampung Selatan Dede Suhendar mengatakan pihaknya belum menerima surat pengajuan bakal Pergantian Antar Waktu (PAW) Supriyati dari Fraksi PDIP.
“Belum sampe info-nya ke kami. Bisa langsug hubungi pak Taman Ketua Fraksi PDIP-nya,” ujar politisi PKS tersebut.
Lalu, Ketua Fraksi PDIP Lampung Selatan menyuruh mengkonfirmasi terkait PAW tersebut ke ketua DPC PDIP Lampung Selatan.
“Itu kewenangan ketua DPC,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejari Lampung Selatan telah menetapkan anggota Komisi II DPRD Lampung Selatan dari Fraksi PDIP, Supriyati sebagai tahanan kota, Rabu (30/4/2025).
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum), Gunawan Wibisono, membenarkan pihaknya telah menerima pelimpahan dua tersangka dari Polda Lampung terkait kasus ijazah palsu.
“Benar, pelimpahan tersangka dan barang bukti telah dilakukan oleh Polda Lampung karena wilayah hukumnya berada di Lampung Selatan,” ujarnya, Kamis (1/5/2025).
“Dua tersangka tersebut adalah Supriyati dan Ahmad Sahrudin. Keduanya diduga terlibat dalam penerbitan dan penggunaan ijazah palsu yang dipakai untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Bumi Khagom Mufakat,” sambungnya.
Keduanya sempat mengajukan permohonan agar tidak dilakukan penahanan.
Namun, Pihaknya memutuskan untuk melakukan penahanan kota terhadap kedua tersangka.
“Artinya tersangka ini tidak boleh keluar kota dan dilengkapi alat APE serta wajib lapor,” jelasnya.
“Alat Pengawasan Elektronik (APE) merupakan perangkat yang digunakan untuk memantau pergerakan tahanan secara real-time, biasanya berupa gelang elektronik dengan sistem GPS,” ujarnya.
Ia menjelaskan salah satu tersangka sempat mengalami penurunan kondisi kesehatan saat proses pelimpahan.
“Tersangka ini kondisinya sempat ngedrop, jadi kita panggil tenaga kesehatan,” ujarnya.
Tersangka Supriyati yang merupakan anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan didakwa melanggar Pasal 69 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang RI Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sementara Ahmad Sahrudin dikenai Pasal 67 Ayat 1 UU yang sama.
Kedua tersangka terancam hukuman pidana masing-masing maksimal 10 tahun penjara serta dan denda sebesar Rp 500 juta.