Lampung Selatan

BPK RI Temukan Paket Jasa Konsultasi di 5 OPD Dilamsel Sekitar Rp 700 Juta Diduga Jadi Ajang Korupsi

732

Tintainformasi.com, Lampung Selatan — Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Lampung telah melakukan pemeriksaan terhadap 5 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, diantaranya Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) hingga Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan atas realisasi penggunaan anggaran tahun 2023.

Hasil pemeriksaan tersebut diatas tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor : 34B/LHP/XVIII.BLP/05/2024 tanggal 2 Mei 2024, diketahui jasa konsultansi di 5 OPD tersebut mencapai Rp 5.352.614.650,00, tidak kurang dari Rp 710.116.914,23 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Realisasi belanja personil jasa konsultansi di BPPRD ditemukan pengeluaran anggaran sebanyak Rp 35.490.000,00 yang senyatanya melanggar.
Dari pekerjaan apa? Tidak lain dari paket belanja jasa konsultansi penilaian individual objek dan subjek PBB-P2 (Ruas Tol) di Kabupaten Lamsel, dengan kontrak tertanggal 25 Oktober 2023, senilai Rp 795.300.000,00 yang ditangani CV NE. Tenaga ahli terestris, TAW, yang dikonfirmasi mengaku, ia sama sekali tidak terlibat dalam pekerjaan tersebut.

Dengan demikian terungkaplah akal-akalan CV NE yang seakan-akan menggunakan tenaga ahli terestris, TAW. Akibatnya, perusahaan tersebut harus mengembalikan kelebihan pembayaran sebesar Rp 35.490.000,00 dan telah dilakukan pada 25 April 2024 lalu.
Lima paket pekerjaan jasa konsultansi di Dinas Kesehatan juga bermasalah. Terdiri dari dua paket belanja jasa konsultansi perencanaan, dan tiga paket pekerjaan jasa konsultansi pengawasan. Melalui permintaan keterangan kepada beberapa pihak terkait, ditemukan fakta bahwa terdapat personil konsultan yang tidak terlibat dalam pekerjaan.

Kelima paket bermasalah dalam jasa konsultansi pada Dinas Kesehatan itu adalah pengawasan rehab pagar Puskesmas Way Sulan dengan penyedia CV HAK, diketahui konsultan berinisial YP tidak terlibat dalam pekerjaan, padahal dipertanggungjawaban tertera menerima jasa Rp 4.995.000,00.

Lalu pengawasan Pustu Batu Agung. CV DC sebagai penyedia menuliskan konsultan berinisial RN dan menerima jasa Rp 12.840.750,00. Kenyataannya, ia sama sekali tidak terlibat dalam pekerjaan tersebut. Juga pengawasan teknis rehab Pustu Pulau Sebesi, dengan penyedia CV HAK dan konsultan MS telah dibayar atas jasanya Rp 17.760.000,00. Faktanya, ia tidak terlibat sama sekali dalam proyek tersebut.

Begitu juga perencanaan Ipal PKM Way Urang dengan penyedia jasa CV PUK. Konsultan RN yang menerima jasa Rp 9.074.130,00 ternyata tidak terlibat. Pun pekerjaan perencanaan Pustu Batu Agung dengan penyedia CV R, ternyata konsultan IM yang menerima jasa Rp 8.560.000,00 tidak terlibat pula dalam pekerjaan tersebut.

Hal serupa terjadi pada sembilan paket pekerjaan jasa konsultansi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lamsel yang diuji petik oleh tim BPK RI Perwakilan Lampung. Terungkap adanya penggunaan anggaran yang disimpangkan atau tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 155.363.434,23. Polanya pun sama. Mulai dari tidak terlibat sama sekali dalam pekerjaan, tidak sepenuhnya berkontribusi, hingga tidak dapat dihadirkannya sang konsultan sampai waktu pemeriksaan berakhir.

Di mana dan penyedia jasa konsultansi apa saja yang terbukti “mengadali” APBD Lamsel tahun 2023 itu? Adalah CV RBJ sebagai penyedia jasa pengawasan rehab ruang kelas SD Wil 3, yang menempatkan AMK sebagai konsultan dengan jasa Rp 51.375.900,90. Ternyata, AMK sama sekali pernah terlibat dalam pekerjaan tersebut.
CV Srd sebagai penyedia jasa konsultan pegawasan rehab ruang kelas SMP dengan nama konsultan AB dan dituliskan menerima jasa Rp 12.333.333,33, fakta yang ada ia tidak sepenuhnya berkontribusi dan terlibat pada pekerjaan itu.

CV RBJ juga sebagai penyedia jasa pengawasan pembangunan jamban SD dengan mencantumkan konsultan DM dan tercatat menerima jasa Rp 5.137.200,00, diketahui DM sama sekali tidak terlibat. CV TMK penyedia jasa pengawasan rehab ruang kelas SMP menaruhkan DR sebagai konsultan dengan jasa Rp 12.843.000,00, namun kenyataannya ia tidak pernah terlibat.

CV KD sebagai penyedia konsultan pengawasan pembangunan UKS SD, mencantumkan ES selaku konsultannya dengan nilai jasa Rp 29.973.000,00. Sampai dengan pemeriksaan oleh BPK berakhir, yang bersangkutan tidak dapat dihadirkan. CV ABC selaku penyedia konsultan pengawasan pembangunan laboratorium komputer SMP swasta, menaruhkan FH sebagai konsultan, dengan nilai jasa Rp 2.583.000,00. Seperti juga ES, sampai pemeriksaan oleh tim BPK berakhir, ia tidak dapat dihadirkan.
Hal yang sama dimainkan oleh CV ABC dalam paket pengawasan pembangunan ruang guru SD, dengan konsultan RAOP dan diberi nilai atas jasanya Rp 2.583.000,00. Sampai dengan pemeriksaan tim BPK berakhir, yang bersangkutan tidak dapat dihadirkan.
Konsultan pengawasan atas pembangunan perpustakaan SD yang ditangani CV RA dengan RS sebagai konsultan, dan telah menerima jasa Rp 4.281.000,00 terbukti tidak sepenuhnya berkontribusi dan terlibat pada pekerjaan tersebut. CV RAK sebagai penyedia jasa konsultan pengawasan pembangunan UKS SMP mencantumkan dua orang konsultan, yaitu SP yang telah menerima pembayaran atas jasanya Rp 4.281.000,00, dan RP juga menerima bayaran yang sama, diketahui mereka tidak pernah terlibat dalam pekerjaan dimaksud.

Sementara pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, terjadi pembayaran tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 12.772.746,00. Setelah menjadi temuan awal BPK, OPD ini mengembalikan ke kas daerah sesuai anggaran yang “dimainkan” pada 24 April 2024 lalu.

Yang paling parah terjadi pada Dinas PUPR, di mana dari 18 paket jasa konsultansi, terbukti anggaran yang digunakan secara menyimpang mencapai Rp 501.523.100,00. Dan hingga saat ini belum ada yang dikembalikan ke kas daerah.

Penyedia jasa konsultansi apa saja yang “bermasalah” pada Dinas PUPR dan direkomendasikan oleh BPK RI Perwakilan Lampung untuk mengembalikan kelebihan pembayarannya ke kas daerah Pemkab Lamsel? Ini daftarnya: 1. CV Rzt wajib mengembalikan Rp 49.650.900,00. 2. CV MP sebesar Rp 36.174.600,00. 3. CV Dms Rp 39.960.000,00. 4. CV LU Rp 36.540.000,00. 5. CV NE Rp 8.845.000,00. 6. CV DP Rp 28.089.600,00. 7. CV MJ Rp 8.712.000,00. 8. CV RBJ Rp 51.363.000,00. 9. CV DMK Rp 24.035.000,00, dan 10. CV KMM Rp 55.977.000,00.
Selanjutnya 11. CV NaKa wajib mengembalikan dana sebesar Rp 19.958.000,00. 12. CV MT Rp 19.971.000,00. 13. CV PEC Rp 44.447.000,00. 14. CV NeKo Rp 9.091.000,00, dan 15. CV VCM sebanyak Rp 68.709.000,00.

Ironisnya, meski BPK telah merekomendasikan kepada Bupati Lamsel agar memerintahkan kepala OPD terkait memproses pengembalian anggaran sebesar Rp 710.116.914,23 dari pihak terkait, namun hingga saat ini belum didapat kabar adanya penyedia jasa konsultansi yang mengembalikannya ke kas daerah.

(Team.red)

Exit mobile version