Tintainformasi.com, Lampung Barat — Para Kepala Sekolah dilingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Barat mendapatkan informasi bahwa akan turun proyek Revitalisasi Sekolah dan bagi yang berminat untuk menyetorkan uang konsultan senilai 1 (satu) % dari pagu anggaran, kemudian yang mengelola setoran tersebut adalah salah seorang pejabat Pemerintah.
Menurut keterangan yang disampaikan oleh Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Darlin Arsyad yang mengaku dipanggil oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Barat Drs. Nukman diruang kerjanya, disana diperkenalkan dengan seseorang yang bernama Jack dan dijelaskan oleh Sekda bahwa Jack tersebut merupakan pejabat utusan dari Kementerian Pendidikan.
Sementara, dilain pihak Sekda Drs. Nukman juga menjelaskan bahwa Jack tersebut juga didampingi Staf Ahli Kementerian PDT.
Berdasarkan informasi tersebut diatas, dalam waktu relative singkat, ada 46 Kepala Sekolah yang menyatakan berminat menerima proyek tersebut dan juga telah melakukan pembayaran setoran dimaksud dengan jumlah bervariasi antara Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per Kepala Sekolah.
Dua bulan setelah setoran dibayarkan, namun satupun Kepala Sekolah belum ada yang menerima Surat Keputusan (SK) tentang rencana pembangunan proyek revitalisasi tersebut, sehingga timbul rasa curiga, sehingga Darlin Arsyad mencoba melakukan konfirmasi langsung ke Kementerian Pendidikan dan ternyata pihak Kementerian mengatakan tidak ada pejabat utusan ke Lampung Barat untuk masalah proyek revitalisasi.
Kejadian ini, kembali dilaporkan oleh Darlin Arsyad ke Sekda Drs. Nukman, namun jawab yang diterima hanya, “Tetap tenang, sabar aja”
Imbasdari permasalaha diatas, Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Barat, Tati Sulastri telah memberhentikan sementara 5 dari 46 Kepala Sekolah tersebut diatas dengan Nomor SK : 800/820/lll.01/2025 mulai berlaku tanggal 21 November 2025.
Dengan adanya kejadian tersebut diatas, diharapkan kepada Pemerintah Provinsi Lampung, khususnya dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi untuk dapat meninjau kebijakan
— kebijakan tersebut secara proporsional, dan kepada institusi penegak hukum juga diharapkan dalam menelusuri tentang kemungkinan pelanggaran hukum yang timbul akibat rekayasa proyek fiktip ini.

