Tintainformasi.com, Bandar Lampung — Dewan Pengurus Pusat Konsorsium Pengawasan Audit Independen Republik Indonesia (DPP KPAI RI) menyoroti secara serius indikasi kejanggalan Pagu Anggaran Tahun 2025 serta persoalan pengelolaan aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung yang dinilai berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran, lemahnya pengamanan aset, serta tidak optimalnya pendapatan daerah.
Ketua DPP KPAI RI, M. Yunus, menyampaikan bahwa hasil penelusuran awal menemukan pola penganggaran berulang, nilai signifikan, serta minim penjelasan kebutuhan riil, sehingga patut dilakukan pemeriksaan awal oleh aparat penegak hukum.
“Kami tidak dalam posisi menuduh siapa pun. Tetapi ketika muncul pola anggaran yang tidak lazim dan aset bernilai besar tidak tertib administrasi, negara tidak boleh diam. Transparansi adalah kewajiban, bukan pilihan,” tegas Yunus.
DPP KPAI RI menemukan beberapa paket belanja bahan cetak dengan uraian hampir identik namun memiliki pagu berbeda, di antaranya Rp296.970.580 dan Rp117.400.000, serta paket lain dengan spesifikasi nyaris serupa. Kondisi ini dinilai perlu uji administratif dan teknis untuk memastikan tidak terjadi duplikasi kebutuhan maupun pemborosan anggaran.
Sorotan juga tertuju pada belanja jasa tenaga ahli fasilitas bantuan hukum dengan pagu Rp700.000.000, yang dinilai perlu dibuka secara rinci kepada publik, mencakup ruang lingkup pekerjaan, jumlah perkara, durasi kontrak, serta dasar perhitungan nilai anggaran.
Selain itu, belanja snack dan makan rapat senilai Rp256 juta, serta pemeliharaan AC, genset, komputer, dan printer sebesar Rp298.400.000, dinilai sebagai pos-pos rutin yang rawan pembengkakan apabila tidak dikendalikan secara ketat sesuai standar biaya pemerintah.
Anggaran sewa kendaraan pejabat eselon II sebesar Rp161.160.000 juga dipandang perlu diuji urgensi dan efektivitasnya, mengingat aset kendaraan dinas merupakan bagian dari kekayaan daerah yang seharus nya dapat di optimalkan .
Secara khusus, DPP KPAI RI menyoroti temuan pengelolaan aset pada BPKAD Provinsi Lampung terkait Aset Tetap Gedung dan Bangunan yang telah memenuhi kriteria sebagai Properti Investasi, namun belum direklasifikasi dari Aset Tetap.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Kartu Inventaris Barang (KIB) C, tercatat sebanyak 29 gedung dan bangunan dengan nilai perolehan mencapai Rp22.043.673.931,00 telah dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan sewa, sehingga secara substansi memenuhi kriteria sebagai Properti Investasi, namun secara administrasi belum direklasifikasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Kondisi tersebut dinilai tidak sejalan dengan PP Nomor 27 Tahun 2014 jo. PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, khususnya terkait kewajiban:
pencatatan dan inventarisasi BMD,
pengamanan administrasi, fisik, dan hukum,
serta tanggung jawab pengguna barang atas aset yang dikuasai.
Akibat dari belum tertibnya pengelolaan tersebut, berpotensi menimbulkan:
risiko penguasaan aset oleh pihak lain,
lemahnya perlindungan hukum atas tanah dan bangunan,
data aset yang tidak lengkap dan sulit ditelusuri, serta
tidak optimalnya pemanfaatan properti investasi untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Lebih jauh, salah satu faktor penyebab yang disorot adalah belum disusunnya Kebijakan Akuntansi Properti Investasi oleh Kepala BPKAD, serta belum optimalnya fungsi BPKAD sebagai Pejabat Penatausahaan Barang dalam mengidentifikasi aset yang telah memenuhi kriteria properti investasi.
Pertanyaan nya adalah, apabila 29 gedung dan bangunan tersebut telah dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan sewa, maka ke manakah realisasi pendapatan tersebut dicatat dalam PAD Tahun 2024?
“Ini yang menjadi tanda tanya besar publik. Jika aset itu menghasilkan pendapatan, maka seharusnya tercatat jelas dalam PAD. Jika tidak tercermin secara transparan, tentu perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut oleh aparat penegak hukum,” tegas Yunus.
Menurut KPAI RI, persoalan ini bukan sekadar administrasi, tetapi menyangkut perlindungan aset daerah dan akuntabilitas pendapatan negara, sehingga perlu dilakukan audit mendalam terhadap alur penerimaan sewanya.
Sekretaris DPP KPAI RI, Rio Ramadhan, S.H., menegaskan bahwa pihaknya secara resmi mendorong Kejaksaan Tinggi Lampung melakukan pemeriksaan awal, tidak hanya terhadap Tahun Anggaran 2025, tetapi membuka dan menelusuri pagu anggaran serta pengelolaan aset BPKAD sejak Tahun Anggaran 2022 hingga 2025.
“Pemeriksaan lintas tahun penting untuk melihat apakah terdapat pola keberulangan, kesinambungan kontrak, penyedia yang sama, serta potensi pemborosan atau penyimpangan yang berlangsung sistematis,” ujarnya.
Langkah pengawasan ini merujuk pada:
Pasal 23 dan Pasal 28F UUD 1945,
UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001,
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
DPP KPAI RI menegaskan akan terus mengawal persoalan ini secara konstitusional dan siap menyerahkan data lanjutan apabila Kejati Lampung memulai proses klarifikasi atau pemeriksaan.
“Keterbukaan adalah kewajiban negara, pengawasan adalah hak rakyat,” tutup Rio.
“Seluruh informasi
mengenai dugaan
kejanggalan anggaran dan pengelolaan aset ini merupakan temuan awal berdasarkan data pengadaan, dokumen pemeriksaan BPK, serta hasil penelusuran lapangan.”

