LampungLampung Timur

Seorang Warga Di Lamtim Diduga Diperas Oleh Oknum Mengaku Pengacara

40
×

Seorang Warga Di Lamtim Diduga Diperas Oleh Oknum Mengaku Pengacara

Sebarkan artikel ini

Tintainformasi.com, ampung Timur — Seorang warga bernama Aji Fajar Fadilah warga Di Mekar Mukti kecamatan Sekampung kabupaten Lampung Timur diduga menjadi korban pemerasan seorang yang mengaku sebagai Pengacara, kuasa hukum dari Sujoko warga desa Karya mukti kecamatan Sekampung sebesar Rp.40.000.000,-

Sungguh miris dugaan pemerasan ini dilakukan di rumah Kepala Desa Karya Mukti Marsono dan di hadiri oknum anggota Polsek Sekampung, di hadapan aparat Desa dan disaksikan beberapa Warga Desa Karya Mukti.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Aji saat ditemui pada Kamis (21/10/2021). Aji Menjelaskan awalnya dia menikah Siri dengan seseorang yang mengaku berstatus Janda bernama Dwi Anasari, namun tiba-tiba ada seseorang bernama Sujoko yang mengaku sebagai suami sah Dwi, diwaktu itu Sujoko sempat mengancam akan melaporkan Aji melalui kuasa hukumnya yang mengaku berprofesi sebagai Pengacara ke Polsek Sekampung.

Nampaknya ini sengaja dilakukan untuk menakut-nakuti Aji hingga mau berdamai dengan membayar uang sebesar Rp. 40.000.000.-.

Ajipun tak berkutik saat dijemput Pak Tri bersama dua oknum anggota polisi yang berinisial WU dan DI, membawa dirinya ke Mapolsek Sekampung. Dia hanya pasrah dan masuk kedalam mobil yang membawanya ke Mapolsek Sekampung, walaupun belakangan diketahui belum ada pihak yang melaporkan dirinya ke Polsek Sekampung.

Nampaknya ini sengaja dilakukan untuk menakut-nakuti Aji hingga mau berdamai dengan membayar uang sebesar Rp. 40.000.000.-.Alhasil akhirnya karena takut dengan terpaksa Aji pun membayar uang sebesar Rp. 40.000.000.- dan membuat perjanjian damai dengan diketahui Kepala Desa Karya Mukti, dan ditanda tangani saksi. Uang pun diserahkan dan diterima Kadus bernama Bibit.

Kadus Bibit membenarkan kejadian tersebut ,namun dia menolak kalau di anggap terlibat dalam proses dugaan pemerasan.
Bibit berdalih dirinya dan Kepala Desa Karya Mukti hanya menjadi fasilitator, dan terkait uang yang diterimanya itu hanya untuk menghitung jumlahnya, setelah dihitung cukup baru diserahkan ke Sujoko.
Dirinya juga membenarkan bahwa Pak Tri adalah pengacara yang berkantor Di 22 Metro namun lupa nama kantornya.

Saat diminta menghadirkan pengacara Pak Tri, Sujoko dan Kepala Desa Mekar Mukti, Bibit sempat menyusul Kepala Desa dan menelepon Sujoko dan Pak Tri, namun tidak ada yang datang untuk dikonfirmasi terkait dugaan pemerasan ini, Pak Tri hanya menelepon seseorang dan berjanji akan datang ke Kantor NGO guna menjelaskan kronologis dugaan pemerasan dan legalitas dirinya selaku seorang Pengacara, namun sampai malam hari Pak Tri tidak kunjung hadir,dan hanya mengirim Bibit, Bibit mengaku disuruh pak Tri menyampaikan amanat dari Sujoko berupa amplop yang menurutnya berisi uang sebesar Rp. 2.500.000.- tapi langsung ditolak oleh awak media.

Menurut Edo, apa yang dilakukan Bibit bisa dikatagorikan tindak pidana penyuapan, seharusnya bukan dirinya yang datang, karena keperluan dengan Pak Tri dan kades Marsono adalah untuk Konfirmasi terkait dugaan pemerasan dan Legalitas Pak Tri yang diragukan kebenarannya terkait profesinya selaku Advokad/Pengacara, bukan malah berusaha membungkam Media dengan menyuap.

“Penyuap bisa jadi tersangka jika nekad memaksa kami menerima uang itu,”ujar Edo.

Bibitpun langsung mengerti dan mohon diri.
(red)

– Seorang warga bernama Aji Fajar Fadilah warga Di Mekar Mukti kecamatan Sekampung kabupaten Lampung Timur diduga menjadi korban pemerasan seorang yang mengaku sebagai Pengacara, kuasa hukum dari Sujoko warga desa Karya mukti kecamatan Sekampung sebesar Rp.40.000.000,-

Sungguh miris dugaan pemerasan ini dilakukan di rumah Kepala Desa Karya Mukti Marsono dan di hadiri oknum anggota Polsek Sekampung, di hadapan aparat Desa dan disaksikan beberapa Warga Desa Karya Mukti.

Aji saat ditemui pada Kamis (21/10/2021). Aji Menjelaskan awalnya dia menikah Siri dengan seseorang yang mengaku berstatus Janda bernama Dwi Anasari, namun tiba-tiba ada seseorang bernama Sujoko yang mengaku sebagai suami sah Dwi, diwaktu itu Sujoko sempat mengancam akan melaporkan Aji melalui kuasa hukumnya yang mengaku berprofesi sebagai Pengacara ke Polsek Sekampung.

Nampaknya ini sengaja dilakukan untuk menakut-nakuti Aji hingga mau berdamai dengan membayar uang sebesar Rp. 40.000.000.-.

Ajipun tak berkutik saat dijemput Pak Tri bersama dua oknum anggota polisi yang berinisial WU dan DI, membawa dirinya ke Mapolsek Sekampung. Dia hanya pasrah dan masuk kedalam mobil yang membawanya ke Mapolsek Sekampung, walaupun belakangan diketahui belum ada pihak yang melaporkan dirinya ke Polsek Sekampung.

Nampaknya ini sengaja dilakukan untuk menakut-nakuti Aji hingga mau berdamai dengan membayar uang sebesar Rp. 40.000.000.-.Alhasil akhirnya karena takut dengan terpaksa Aji pun membayar uang sebesar Rp. 40.000.000.- dan membuat perjanjian damai dengan diketahui Kepala Desa Karya Mukti, dan ditanda tangani saksi. Uang pun diserahkan dan diterima Kadus bernama Bibit.

Kadus Bibit membenarkan kejadian tersebut ,namun dia menolak kalau di anggap terlibat dalam proses dugaan pemerasan.
Bibit berdalih dirinya dan Kepala Desa Karya Mukti hanya menjadi fasilitator, dan terkait uang yang diterimanya itu hanya untuk menghitung jumlahnya, setelah dihitung cukup baru diserahkan ke Sujoko.
Dirinya juga membenarkan bahwa Pak Tri adalah pengacara yang berkantor Di 22 Metro namun lupa nama kantornya.

Saat diminta menghadirkan pengacara Pak Tri, Sujoko dan Kepala Desa Mekar Mukti, Bibit sempat menyusul Kepala Desa dan menelepon Sujoko dan Pak Tri, namun tidak ada yang datang untuk dikonfirmasi terkait dugaan pemerasan ini, Pak Tri hanya menelepon seseorang dan berjanji akan datang ke Kantor NGO guna menjelaskan kronologis dugaan pemerasan dan legalitas dirinya selaku seorang Pengacara, namun sampai malam hari Pak Tri tidak kunjung hadir,dan hanya mengirim Bibit, Bibit mengaku disuruh pak Tri menyampaikan amanat dari Sujoko berupa amplop yang menurutnya berisi uang sebesar Rp. 2.500.000.- tapi langsung ditolak oleh awak media.

Menurut Edo, apa yang dilakukan Bibit bisa dikatagorikan tindak pidana penyuapan, seharusnya bukan dirinya yang datang, karena keperluan dengan Pak Tri dan kades Marsono adalah untuk Konfirmasi terkait dugaan pemerasan dan Legalitas Pak Tri yang diragukan kebenarannya terkait profesinya selaku Advokad/Pengacara, bukan malah berusaha membungkam Media dengan menyuap.

“Penyuap bisa jadi tersangka jika nekad memaksa kami menerima uang itu,”ujar Edo.

Bibitpun langsung mengerti dan mohon diri.
(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *