Scroll untuk baca artikel
Lampung

Penyidik Berbohong di Persidangan dan Ditemukan Tanda Tangan Palsu di Berkas Sumpah, Saatnya Hakim Buktikan Ucapannya

35
×

Penyidik Berbohong di Persidangan dan Ditemukan Tanda Tangan Palsu di Berkas Sumpah, Saatnya Hakim Buktikan Ucapannya

Sebarkan artikel ini

TintaInformasi.com,Lampung–Sidang pemeriksaan terhadap saksi verbalisan, penyidik ​​dari Polres Lampung Timur telah berlangsung pada Senin, 13 Juni 2022 lalu. Dalam sidang ke-9 tersebut, JPU menghadirkan 2 orang penyidik ​​atas nama IPDA Hendra Abdurahman, S.Sos, MH dan IPDA Meidy Hariyanto, SH,, MH

Berdasarkan pantauan di ruang sidang, kedua saksi verbalisan ini diduga kuat berbohong, atau setidaknya tidak sesuai dengan fakta dan ketentuan hukum yang berlaku. Saksi Hendra Abdurahman misalnya, dia mengatakan bahwa perlakuan menyiksa dengan memukuli, dan melemparkan orang atau warga yang ditangkap karena disangka telah melakukan tindak pidana, telah sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP). Namun, setelah segala tindakan peraturan yang ada, baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan di tingkat internal lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pernyataan polisi itu benar. Dugaan oknum oknum “polisi siluman” Hendra Abdurahman di persidangan telah membahas di beberapa media beberapa waktu lalu.
Sama dan sebangun dengan koleganya, saksi Meidy Hariyanto juga terindikasi kuat dengan prinsip terkait pembuatan dokumen Berkas Acara Pengambilan Sumpah/Janji yang disertakan di BAP para saksi di Polres Lampung Timur. Dalam membuktikannya di persidangan, Meidy Haryanto menyatakan bahwa sumpah di BAP dapat dibuat dan disertakan di BAP bahkan tidak diangkat.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

“Berkas sumpah itu hanya formalitas, untuk kelengkapan persyaratan formil saja. Ini sudah sesuai SOP,” kata Meidy Hariyanto dalam persidangan yang digelar pada Senin, 13 Juni 2022 lalu.

Ketika mengetahui atau SOP yang mengatur perjanjian yang bisa ditandatangani oleh saksi tanpa pengangkatan atau janji sumpah secara faktual, Meidy Hariyanto menunjuk Perkap No. 6 tahun 2019. Namun, setelah isi Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, tidak ada satu pasal atau ayatpun ditemukan di dalamnya yang terkait dengan pengambilan sumpah atau janji.

“Sudah sangat terang-benderang saksi verbalisan Meidy Hariyanto itu mengungkapkan kebohongan di persidangan. Majelis Hakim juga menanyakan ketentuan Meidy Hariyanto terkait peraturan dan pengambilan sumpah di tingkat penyidikan di Polres Lampung Timur yang dijawab oleh saksi Meidy Hariyanto dengan menyebut Perkap Nomor 6 tahun 2019 itu,” ungkap PH Wilson Lalengke, Advokat Daniel Minggu, SH, kepada media ini menjawab pertanyaan terkait polemik terkait sumpah yang ditandatangani oleh saksi dan ahli tanpa bukti pengangkatan secara keseluruhan dengan sumpah di pembuktian di depan saksi dan petugas.

Lebih parah lagi, setelah diteliti dengan cermat, ternyata terdapat beberapa dokumen Acara Pengambilan Sumpah/Janji yang dipalsukan tanda tangan saksinya. “Yang sudah pasti, ada tiga berkas sumpah yang sangat berbeda tanda tangan saksinya dengan BAP yang bersangkutan,” imbuh Daniel Minggu.
Dari pengamatan atas tanda tangan di BAP dan berkas sumpah para saksi, ahli, dan tersangka, yang diperlihatkan PH Wilson Lalengke ke awak media, terlihat jelas perbedaan tanda tangan mereka di kedua berkas tersebut. “Kita sudah melihat dan cermati, termasuk menanyakan kepada rekan kita yang anggota polisi juga, bahwa tanda itu hampir pasti dipalsukan. Tiga saksi tanda berbeda antara di BAP dengan di berkas sumpah adalah saksi korban pemilik papan bunga Yulis binti Yusuf dan Wiwik Sutinah binti Slamet, serta saksi Amuri bin Samsudin,” beber advokat Daniel Minggu lagi.

bukti dan dugaan pemalsuan tanda tangan pada berkas acara sumpah para saksi tersebut, Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, SH, menambahkan bahwa penyidikan Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang kurang teliti memeriksa berkas perkara yang disodorkan pihak Polres Lampung Timur kepada mereka. “BAP perkara Ketum PPWI dan kawan-kawannya ini amburadul. Kita menemukan tidak kurang dari 71 kejanggalan, ketidaksesuaian, ketidaksinkronan, kealpaan, copy-paste, dan begitu banyak membuktikan kebohongan di BAP tersebut, yang berbeda dengan keterangan para saksi di persidangan. Tambah lagi masalah sumpah yang dilampirkan tapi saksinya mengaku tidak disumpah, dan dugaan kuat adanya pemalsuan tanda tangan saksi. Berbahaya sekali jika kita membangun hukum di atas aspek, pemalsuan, dan rekayasa hukum,
Sementara itu, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA., meminta agar Majelis Hakim membuktikan kebenaran ucapannya di persidangan bahwa tindakan akan bertindak dan bertindak netral dalam menangani perkara ini. “Sudah-jelas kedua oknum saksi verbalisan dari Polres Lampung Timur itu berbohong, tambah lagi ada pemalsuan tanda tangan saksi di Berkas Acara Pengambilan Sumpah/Janji, apakah itu belum cukup untuk menetapkan para penyidik ​​telah melakukan tindak pidana? Semestinya Majelis Hakim memerintahkan agar keduanya ditangkap dan hukum ya,” tegas Wilson Lalengke dalam pernyataannya melalui Sekretariat PPWI atas permintaan tanggapannya terkait kecurigaan dan pemalsuan tanda tangan, Jumat, 17 Juni 2022 kemarin.

Sebagai seorang alumni lembaga pendidikan kepemimpinan nasional tertinggi di negara ini (Lemhannas RI – red), demikian Wilson Lalengke, sangat prihatin melihat fakta bahwa aparat penegak hukum bisa melakukan tindakan tidak bermoral seperti itu. “Mereka adalah orang-orang yang dididik untuk mematuhi aturan hukum, lah mereka sendiri yang melanggar aturan yang akan ditegakkannya. Jelas orang-orang seperti itu kualitas moralnya bukan lagi rendah, tapi di bawah nol alias minus,” tegas lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, itu dengan mimik kecewa.

Oleh karena itu, sambung Wilson Lalengke, dirinya berharap agar dari proses hukum yang ia jalani bersama rekannya Edi Suryadi dan Sunarso, para petinggi di masing-masing institusi penegak hukum melakukan evaluasi dan perbaikan mungkin terhadap jajarannya hingga tingkat paling bawah. “Saya berharap banyak kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, segeralah lakukan evaluasi dan pembenahan di lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pintu masuk pertama yang dilalui warga menuju penjara adalah unit penyidikan di Polri, selain di Kejaksaan, KPK, dan lainnya. Jika unit berdasarkanan ini dibiarkan menggunakan kewenangannya dengan melihat udel, yah inilah hasilnya, penegakan hukum di negeri ini bukan lagi hukum tapi dominan berdasarkan keinginan pemegang kewenangan, ” jelas tokoh pers nasional yang mengaku banyak mendapat keluh-kesah dari rekan senior Polri selama ini.(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *