TintaInformasi.com, Lampung Timur – Memalukan! Hakim PN Sukadana, Lampung Timur, Provinsi Lampung yang terdiri dari 3 (tiga) orang perempuan, menjatuhkan vonis 9 (sembilan) bulan terhadap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A, terdakwa penjatuhan papan bunga. Majelis Hakim terkesan kuat turut mempertahankan dan melestarikan kebohongan.
Bagaimana tidak? Ada 71 kejanggalan dan kebohongan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para saksi, baik saksi pelapor, saksi fakta, saksi korban, maupun ahli pidana dan ahli psikologi yang janggal, tidak singkron, alpa alias salah ketik, copy-paste, dan bohong alias palsu, tidak dijadikan pertimbangan Majelis Hakim.
Baca juga: Terkait Kasus Papan Bunga, Ditemukan 71 Kejanggalan dan Kebohongan Keterangan dalam BAP (https://pewarta-indonesia.com/2022/06/terkait-kasus-papan-bunga-ditemukan-71-kejanggalan-dan-kebohongan-keterangan-dalam-bap/)
Majelis Hakim yang seluruhnya perempuan itu, yakni Diah Astuti, S.H., M.H.; Ratna Widianing Putri, S.H.; dan Zelika Permatasari, S.H seakan tak bergeming dengan kebenaran yang sesungguhnya. Malah seolah-olah mengikuti langgam irama rekayasa kasus dari mulai kepolisian hingga mempertontonkan dagelan hukum di persidangan.
“Ini benar-benar memalukan. Para penegak hukum malah mengubur fakta-fakta kebenaran, demi mempertahankan kebohongan di atas kebohongan,” ujar Danny PH Siagian, SE., MM kepada awak media di Jakarta Timur, Selasa (05/07/2022), menanggapi vonis Wilson Lalengke di PN lampung Timur, Senin (04/07/2022).
Ketua Pelaksana Harian Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI) itu mengatakan, harusnya Wilson Lalengke vonis bebas. “Harusnya Wilson Lalengke vonis bebas. Kasus ini sebenarnya kasus ringan. Kasus ecek-ecek. Hanya menjatuhkan papan bunga, dan tidak rusak. Nggak ada kerugian, nggak ada yang cidera dan tidak mematikan orang lain. Tidak sesuai dengan isi pasal 170 KUHPidana yang mengisyaratkan kerusakan, kerugian dan ancaman membahayakan orang lain. Bener-bener nggak cocok dengan pasal yang dikenakan,” ungkap Danny menahan kesal.
“Ini benar-benar gila. Orang bisa dipenjara akibat kebohongan yang direkayasa, dan diperkuat Majelis Hakim dalam keputusannya. Bahaya negara kalau begini,” tandasnya.
Menurut perkiraan Danny, jika putusan Hakim vonis bebas, maka akan timbul risiko terhadap korps baju coklat di Polres Lampung Timur, termasuk para Jaksa Penuntut Umum. Sebab itu, jika tidak mempertahankan kebohongan demi kebohongan, maka kemungkinan besar bisa habis karir para oknum-oknum yang bermain dalam kasus ini dan kepercayaan publik terhadap kepolisian akan hancur lebur.
Sejak awal kasus perobohan papan bunga di halaman Polres Lampung Timur ini sangat kental rekayasa, untuk menyeret Wilson Lalengke, dan kawan-kawan ke penjara. Sangat kuat dugaan, Hakim memutuskan vonis 9 bulan dari tuntutan JPU 10 bulan, hanya untuk memenuhi syahwat kekuasaan para penegak hukum Lampung Timur, yang di belakangnya ditengarai ada Rio, oknum pengusaha bermental bandit tak bermoral yang diberitakan selingkuh dengan isteri orang.
“Coba disibak kembali, siapa yg tidak berbohong dalam kasus ini? Dari mulai Pelapor, Kapolres, Penyidik, Tokoh Adat, Tukang Bunga, bahkan JPU juga sekonyong-konyong berpihak pada para pembohong. Dan buktinya lagi, Restorative Justice juga keok di kandang Kejaksaan Negeri Lampung Timur,” bebernya.
Anehnya lagi, lanjut Danny, yang melapor itu, polisi Syarifuddin, orang Humas Polres Lampung Timur, tapi yang ikut sakit hati katanya para Tokoh Adat. Padahal, mereka tidak melaporkan kejadian tersebut, dan di putusan hakim, jelas-jelas tidak ada kaitannya dengan pengaruh para Tokoh Adat yang sakit hati.
Juga tukang bunga yang bohong besar, memblow-up harga papan bunga menjadi Rp. 9.000.000. Padahal orang sejagad juga tahu, harganya cuma Rp. 300.000 per unit, sebagaimana struk pemesanan yang pernah dilakukan pihak PPWI. Dari fakta persidangan, para pemilik papan bunga tidak bisa menunjukkan kerusakan yang dialami papan bunga.
“Apa ini namanya tidak bohong? Tapi kenapa juga para Hakim mempercayai keterangan palsu ini? Kenapa Hakim yang disebut Yang Mulia tidak bisa memuliakan dirinya dengan menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan?” tanya trainer jurnalistik itu heran.
Danny yang sebelumnya cukup lama sebagai jurnalis yang meliput di DPR/MPR/DPD RI ini mengatakan bahwa pihaknya akan mengadukan ketidakberesan ini ke Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan maupun Kompolnas. “Ya. Kami akan laporkan kekacauan ini semua ke komisi-komisi terkait. Biar kita lihat nanti seperti apa,” pesannya.
Danny dan kawan-kawannya di PPWI juga merasa “Nasi sudah jadi bubur”. Menurutnya, PPWI bersama ratusan mitra medianya sebagai ‘social control’, akan terus menyoroti kinerja Polres Lampung Timur, Kejaksaan dan para Hakim Lampung Timur itu sepanjang masa.
“Kita akan soroti terus, kemanapun mereka-mereka itu bertugas. Itu sudah merupakan tugas ‘social control’ terhadap aparat penegak hukum dan abdi Negara,” pungkas Danny. (TIM/Red)
_Keterangan Foto: Para Majelis Hakim PN Sukadana, Lampung Timur, saat memimpin persidangan jelang vonis Wilson Lalengke_