TINTAINFORMASI.COM, BANDAR LAMPUNG — Sepanjang perjalanan tahun 2022, banyak yang dapat kita petik sebagai pembelajaran untuk menuju kehidupan yang lebih baik, namun tak jarang pula kita menemui situasi dan kondisi yang mengakibatkan kita tersandung.
Khusus untuk rekan-rekan se-profesi, dalam rentang waktu tahun 2022 ini ada beberapa kasus yang menjerat rekan-rekan pada saat menjalankan profesi, ada yang mendapat perlakuan / tindakan kekerasan hingga penganiayaan fisik dan perampasan alat kerja dan ada pula rekan yang terjebak dalam kondisi melakukan pemerasan hingga harus berurusan dengan hukum.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung mencatat tiga kasus dengan total 4 korban kekerasan terhadap jurnalistik sepanjang 2022. Hal ini disampaikan dalam catatan akhir tahun 2022 AJI Bandar Lampung.
Koordinator Bidang Advokasi dan Ketenagakerjaan, Derri Nugraha merincikan dua jurnalis mengalami pengusiran dan perampasan alat kerja, seorang jurnalis mengalami penganiayaan dan seorang jurnalis menerima intimidasi dan ancaman saat meliput.
“AJI Bandar Lampung juga mencatat dua kasus pelaporan dan gugatan terhadap jurnalis terkait pemberitaan. Kasus tersebut yakni jurnalis kirka Tinus Restanto Eka Putra dilaporkan ke Polda Lampung dengan UU ITE, dan jurnalis lampungsegalow Riko Firmansyah digugat perdata di Pengadilan Negeri Tanjung Karang,” kata Derri Nugraha, Kamis (29/12).
Tak hanya itu, AJI menyoroti pelanggaran terkait etik. Salah satu kasus yang marak terjadi tahun ini ialah pemerasan. Penyakit dalam profesionalisme jurnalis itu meningkat setiap tahunnya. Kasus-kasus dimaksud, antara lain beberapa kepala sekolah di Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, melaporkan oknum wartawan ke polisi.
“Kemudian oknum wartawan bernama MI diamankan Polres Lampung Timur karena diduga memeras MR (29), warga Kecamatan Marga Tiga, Lampung Timur. Kasus lainnya, Kepala Sekolah SDN 1 Metro Pusat melaporkan oknum wartawan ke Polres Metro.
Kasus terbaru, unit Reskrim Polsek Teluk Betung Utara mengamankan lima oknum wartawan yang diduga melakukan Tindak Pidana Pemerasan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma mengatakan pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana membunyikan lonceng kematian demokrasi. Beleid itu berpotensi membelenggu kebebasan pers dan kebebasan sipil. Sebelum disahkan, AJI Bandar Lampung turut menyuarakan penolakan. AJI menilai terdapat pasal bermasalah yang bisa mengkriminalisasi jurnalis dan membahayakan kebebasan pers.
“Di Lampung, kriminalisasi tak hanya menimpa jurnalis. Seorang pembela HAM sempat dipanggil ke markas Polda Lampung. Hal itu terkait pelaporkan dirinya menggunakan UU ITE dengan pasal pencemaran nama baik. Untuk itu AJI terus mendorong agar pasal-pasal yang dapat mengganggu kerja jurnalistik, mengekang kebebasan pers, dan demokrasi itu bisa dihapus,” jelasnya.
Pimpinan Umum media online Tintainformasi.com, Muri Alfa menghimbau kepada rekan-rekan se-profesi untuk memanfaatkan sisa waktu akhir tahun 2022 ini untuk bermuhasabah diri dan sekaligus untuk menanamkan tekad untuk berkarya lebih baik lagi pada tahun yang akan datang.
“Semoga karya yang kita berikan akan bermanfaat untuk menunjang pembangunan daerah dan bernilai ibadah disisi Tuhan yang maha kuasa,” pungkas Muri. (Red)