TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG — Mengemuka beragam pandangan pasca Jaksa KPK membacakan surat tuntutannya terhadap eks Rektor Unila, Profesor Karomani pada 27 April 2023 kemarin di PN Tipikor Tanjungkarang. Salah satunya, KPK didorong untuk menjerat hingga memproses hukum para terduga pemberi suap eks Rektor Unila lainnya yang telah disimpulkan dan diidentifikasi Jaksa KPK di dalam uraian analisa yuridis pada surat tuntutannya.
Jaksa KPK dalam uraian surat tuntutannya menyimpulkan bahwa surat dakwaan terhadap eks Rektor Unila periode 2019-2023 tersebut telah terpenuhi dan terbukti. Profesor Karomani disimpulkan telah terbukti melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dengan menerima uang yang dikategorikan sebagai Suap dan Gratifikasi.
Pada konteks penerimaan Suap ini, Jaksa KPK menyatakan bahwa Profesor Karomani menerima Suap dari 23 orang. Salah satu nama itu ialah Andi Desfiandi. (Dikutip dari kirka.co)
Adapun Andi Desfiandi telah divonis sebagai Pemberi Suap sebelum perkara Profesor Karomani diajukan ke muka persidangan.
Dalam perjalanan persidangannya, Andi Desfiandi divonis penjara selama 16 bulan karena terbukti menyuap Profesor Karomani. Atas vonis itu, Andi Desfiandi tidak mengajukan banding dan putusan terhadapnya telah berstatus inkrah.
Berangkat dari peristiwa yang menjerat Andi Desfiandi ini, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mendesak dan mendorong KPK untuk menjerat terduga pemberi Suap lainnya yang telah diidentifikasi Jaksa KPK.
MAKI berharap KPK melakukan tugasnya dengan profesional dan harus lah mempertimbangkan rasa keadilan.
”KPK itu kan kewajibannya untuk memberantas korupsi, menegakkan hukum. Jadi, jika tahu ini memang melibatkan banyak orang, ya harus ditegakkan hukum itu, siapa pun yang terlibat harus diproses untuk dicari alat buktinya. Jika ketemu dua alat bukti, ya dijadikan tersangka dan dibawa ke pengadilan, gitu.
Karena, ini kan dugaannya suap. Nah suap itu, penerima dan pemberinya, kan kena, gitu kan. Jadi, bisa diproses hukum,” kata Boyamin Saiman ketika menyampaikan pandangannya lewat rekaman suaranya pada 1 Mei 2023.
Menurut keyakinan Boyamin Saiman berdasar pada fakta persidangan yang ia cermati, KPK sebetulnya dapat mendalami lebih jauh terkait penerimaan uang yang dikategorikan sebagai penerimaan Gratifikasi oleh Profesor Karomani.
MAKI berpandangan, penerimaan Gratifikasi tersebut dapat ditelisik lebih jauh hingga patut diduga dapat dikategorikan sebagai penerimaan Suap.
Selain hal itu, MAKI berpandangan bahwa pihak yang turut menerima uang untuk Profesor Karomani maupun memberikan uang bersama-sama untuk Profesor Karomani dapat terjerat hukum.
”Nah setidaknya pada posisi yang membantu Karomani untuk menerima uang, itu juga layak diajukan proses. Apalagi ada orang yang katanya juga memberikan Rp500 juta, gitu. Atau memberikan apapun itu, saya yakin itu tidak akan ada yang sifatnya betul-betul berderma atau ikhlas gitu.
Jadi, saya kira itu pasti ada pamrih dan dugaan kuat ada pamrihnya, sehingga layak diproses untuk Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu tentang suap.
Dan jika terbukti, harus dikembangkan kepada siapa pun. Tidak boleh berhenti pada yang sekarang sudah disidangkan. Kalau berhenti dengan yang sudah disidangkan, KPK menjadi tidak adil, gitu.
Padahal kan harusnya menjadi kewajiban KPK untuk menegakkan hukum lalu melakukan proses kepada pelaku-pelakunya, gitu.
Dan itu kan termasuk yang siapa-siapa yang masuk padahal tidak layak tapi kemudian dengan cara membayar akhirnya masuk. Atau layak pun, kalau membayar, ya masuk, tetap kena suap. Jadi, itu yang mestinya bisa diproses,” terang Boyamin Saiman.
Pandangan Praktisi Hukum di Lampung, Penta Peturun tak jauh berbeda dengan MAKI. Penta Peturun memandang KPK memang sudah selayaknya melakukan pengembangan perkara sehingga publik secara luas mampu melihat bahwa KPK benar-benar bekerja berdasarkan proses hukum yang sudah teruji di persidangan.
”Terkait para terduga penyuap yang namanya telah dimuat dalam surat tuntutan itu, pasti lah KPK sudah tahu bagaimana dan apa tindaklanjutnya,” ucapnya pada 1 Mei 2023.
Penta Peturun mendorong kepada KPK agar meneruskan penelisikan terhadap identitas dari para pihak yang diidentifikasi memberi uang dan dikategorikan sebagai penerimaan Gratifikasi oleh Profesor Karomani.
Penta menyoroti adanya ketiadaan identitas pemberi uang yang dikategorikan sebagai bagian dari penerimaan Gratifikasi di dalam surat tuntutan Jaksa KPK. Ia mendesak dan menyarankan ke depan supaya KPK mampu menguraikannya dengan detail.
”Selain poin soal penerimaan Suap tadi, publik juga sepatutnya mempertanyakan ketiadaan nama terduga pemberi uang yang dikategorikan sebagai Gratifikasi. Ini untuk menguji integritas KPK untuk menguak nama-nama pemberi uang yang tidak ada identitasnya kepada publik.
Kita khawatir, jangan-jangan identitas dari pemberi uang itu sebenarnya ada namun belum ditindaklanjuti secara optimal oleh penyidik sehingga tak muncul di dalam proses persidangan hingga berujung pada kesimpulan Jaksa di surat tuntutannya. Kita yakin, KPK mampu dan memang memiliki kemampuan penyidikan yang handal untuk mengurai itu semua,” terangnya.
Aktivis Antikorupsi di Lampung, Suadi Romli dan Andre Saputra turut menyuarakan dorongan kepada KPK untuk mengembangkan perkara korupsi yang menjerat Profesor Karomani. KPK diharapkan memberlakukan pemidanaan yang sama terhadap para terduga pemberi suap eks Rektor Unila lainnya.
Menurut hemat keduanya saat ditanyai pandangan tentang uraian surat tuntutan Profesor Karomani tersebut menyampaikan agar KPK tidak terbiasa melakukan pengembangan perkara sesudah putusan inkrah.
”KPK selayaknya tidak membiasakan diri mengembangkan perkara korupsi hasil penanganannya di Lampung dengan metode menunggu putusan inkrah. Hampir seluruh perkara yang dipegang KPK di Lampung, muncul pengembangan pasca inkrah. Kita berharap KPK tidak lagi membiasakan hal itu.
Contoh kasus lain, tanpa inkrah dan tanpa proses sidang, sudah ada pengembangan. Misalnya perkara hakim agung yang baru saja diumumkan tersangkanya di tingkat penyidikan tetapi setelahnya sudah ada pengembangan dan penetapan tersangka baru,” ujar Suadi Romli.
Andre Saputra berharap serupa dengan Boyamin Saiman. Ia mendukung langkah KPK untuk selanjutnya memproses para terduga pemberi Suap eks Rektor Unila.
”Kita atau publik jangan sampai dibuat khawatir dan ragu terhadap lembaga KPK. Sayang sekali bila kemudian tidak ada pengembangan perkara Unila terhadap pihak-pihak yang diduga memberi suap dan hal itu teruji di dalam proses persidangan,” timpal Suadi Romli.
Dalam tuntutannya, Jaksa KPK meminta agar hakim menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun kepada Profesor Karomani berikut dengan kewajiban membayar Uang Pengganti senilai Rp10.235.000.000 karena dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi atas pelaksanaan Penerimaan Mahasiswa Baru di Unila sejak tahun 2020 sampai 2022.
Sebagai informasi, desakan terhadap pengembangan perkara korupsi yang menjerat Profesor Karomani pasca disidangkan ini telah direspons oleh Ketua KPK, Firli Bahuri.
Respons itu disampaikannya menyusul adanya pernyataan dari Boyamin Saiman yang menyatakan bahwa pimpinan KPK dan jajarannya wajib hukumnya menindaklanjuti analisa yuridis pada surat tuntutan Jaksa KPK berdasar fakta persidangan.
Tindak lanjut itu diharapkan Boyamin Saiman dilakukan dengan melakukan gelar perkara dengan keputusan untuk mengembangkan perkara Profesor Karomani selanjutnya.
”Terimakasih informasinya,” kata Firli Bahuri pada 29 April 2023 kepada KIRKA.CO. Firli Bahuri mengklaim bahwa juru bicara KPK telah memberikan penjelasan terkait surat tuntutan Jaksa KPK terhadap Profesor Karomani.
Atas klaimnya ini, awak media mengajukan permintaan keterangan kepada juru bicara KPK, namun hingga artikel ini diterbitkan, penjelasan yang diutarakan Firli Bahuri itu ternyata tidak muncul dari juru bicaranya. (*)