TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG TIMUR — Masyarakat petani asal Desa Labuhan Ratu Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur pada musim tanam kali ini dipastikan gagal panen karena tanamannya tak bisa tumbuh sempurna akibat tercemar limbah pabrik industri.
“Dampak limbah ke pertanian itu tanaman padi jadi busuk bawahnya, lalu mati. Ya pastinya gagal panen,” ungkap warga yang enggan disebut identitasnya, Minggu (21/5/2023).
Ia mengeluhkan oleh kondisi air sungai Way Penet yang saat ini menghitam tercemar buangan limbah pabrik tapioka milik PT. Bumi Waras yang kerap dibuang di sungai itu, sementara para petani sawah tadah hujan masih mengandalkan air sungai untuk mengairi ribuan hektare sawah di daerah tersebut.
“Sedangkan kondisi airnya begini (tercemar limbah). Padahal air itu kita sedot dari sungai, memang kondisinya sudah tercemar jadi pasti busuk tanamannya,” ucapnya.
Lain lagi dengan warga yang juga sesama petani, ada yang mulai mengganti padi dengan tanaman jagung, alih alih bisa tumbuh, tanaman itu juga mengalami kegagalan karena tanah sekitar aliran sungai juga tercemar limbah.
“Di sini teman-teman saya ganti ke jagung, gagal juga karena tetap mati. Tanahnya kan tercemar juga karena disiram air sungai. Jadi boro-boro bisa untung, bisa balik modal saja sudah enggak mungkin,” keluhnya.
Keluhan ini juga dirasakan penjala ikan di Sungai Way Penet. Mereka tak lagi bisa mendapatkan tangkapan, karena ikan buruan mereka mati akibat keracunan limbah industri yang dibuang ke sungai, padahal itulah penghasilan yang saat ini menjadi penopang kehidupan sehari hari.
“Banyak yang mati ikannya, bahkan ikan sapu-sapu saja yang terkenal kuat sama limbah juga mati. Jadi memang kondisinya sudah membahayakan, padahal wakil bupati belum lama menabur benih ikan di sungai ini,” terangnya.
“Banyak yang mati ikannya, bahkan ikan sapu-sapu saja yang terkenal kuat sama limbah juga mati. Jadi memang kondisinya sudah membahayakan, padahal wakil bupati belum lama menabur benih ikan di sungai ini,” terangnya.
Ia berharap ada solusi dari Pemkab Lampung Timur untuk bisa mengatasi pencemaran limbah industri di wilayahnya. Hal itu juga agar petani sawah dan sebagian warga setempat tetap memiliki penghasilan dari menjala ikan.
“Ya harus segera ada solusinya, karena kalau begini terus warga enggak bisa apa-apa. Mau bertani juga rugi terus mau menjala ikan enggak ada tangkapan,” katanya.
Warga juga sangat berharap ada tindakan hukum yang tegas kepada pihak pabrik yang membuang limbahnya. Kalau.ini dibiarkan tentunya petani menjadi.tidak sabar dan tidak.percaya kepada aparat hukum, dan warga yang dirugikan.akan mengambil.tindakan sendiri.kepada.pihak.pabrik.tapioka.
Dia menyatakan, warga juga telah melaporkan masalah ini ke aparat penegak hukum di wilayah itu, namun ia menyebut laporan sudah diterima namun sama sekali belum ada tindaklanjutnya. Mungkin warga bakal mengambil inisiatif mendatangi langsung pabrik tapioka yang sengaja membuang limbahnya ke sungai.
“Pabrik itu membuang limbahnya seringkali malam hari, itu rutin dilakukan jika seminggu sekali. Tandanya air sungai jadi hitam, dan baru bisa normal setelah beberapa hari,” imbuhnya.
Namun jika keinginan warga berkomunikasi dengan pihak pabrik tak mendapat sambutan, maka pihaknya bersama warga akan bertindak tegas dengan menutup saluran pembuangan tersebut.
Warga berharap persoalan tersebut dapat segera diatasi baik oleh pemerintah setempat, aparat penegak hukum, terlebih lagi pihak perusahaan, sebelum masalah jadi keruh dan warga mengambil langkah sendiri.
Sementara jika mengacu UU nomor 32 tahun 2009, bab 11 pasal 70 ayat 1, masyarakat punya kewenangan untuk mengadakan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Warga punya kewenangan saat melihat ada pelanggaran seperti ini. (*)