Perencanaan Penganggaran Terlampau Tinggi, Sejak Dipimpin Eva Dwiana, PAD Pemkot Bandar Lampung Tidak Pernah Mencapai Target 

15758

TINTAINFORMASI.COM, BANDAR LAMPUNG — Tidak pernah tercapainya target pendapatan asli daerah (PAD) sejak Eva Dwiana menjadi Walikota Bandar Lampung, mendapat perhatian serius dari Kepala BPK RI Perwakilan Lampung, Yusnadewi.

Menurut dia, masalah utamanya adalah perencanaan penganggaran PAD yang terlampau tinggi.

“Kalau Bandar Lampung, dalam rencanain PAD-nya kelewat tinggi. Maka tidak pernah tercapai dan berujung pada defisit anggaran yang berurutan pula,” ujar Yusnadewi, Selasa (17/10/2023).

Ditemui di sela-sela acara Media Workshop di Kantor BPK RI Perwakilan Lampung, Yusnadewi mengaku pihaknya telah memberitahu apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan dalam merencanakan penganggaran PAD. Hanya saja pihak terkait di Pemkot Bandar Lampung belum maksimal melakukannya.

Diakuinya, kondisi anggaran Pemkot Bandar Lampung yang “morat-marit” terus menjadi perhatian BPK.

“Dan tentu saja kami memiliki catatan-catatan mengenai kondisi keuangan dan anggarannya,” lanjut Yusnadewi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PAD Kota Bandar Lampung selama beberapa tahun terakhir tidak pernah mencapai target. Bahkan sejak sebelum Eva menjabat walikota.

Menurut data, pada anggaran tahun 2019, Pemkot Bandar Lampung menargetkan PAD sebesar Rp 980.696.787.660, yang terealisasi hanya Rp 627.296.544.826,64.

Di tahun anggaran 2020, PAD ditargetkan sebesar Rp 1.293.984.594.971, yang terealisasi hanya Rp 537.542.438.100,13.

Pada anggaran tahun 2021 ditargetkan PAD mencapai Rp 1.135.584.810.227, tetapi kenyataannya hanya terwujud Rp 564.269.613.747,91.

 

Sedang pada anggaran tahun 2022 ditargetkan mendapat PAD sebanyak Rp 935.169.978.633, faktanya yang bisa dicapai hanya Rp 645.967.330.616,87.

Bila mengacu kepada pernyataan Kepala BPK RI Perwakilan Lampung, Yusnadewi, bahwa masalah utama di Bandar Lampung terletak pada perencanaan penganggaran PAD yang terlampau tinggi, faktanya memang demikian.

Merujuk pada APBD Bandar Lampung tahun anggaran 2022, dalam hal pajak bumi dan bangunan (PBB) misalnya, ditargetkan pendapatan sebesar Rp 111.000.000.000, yang terealisasi hanya Rp 83.809.344.520 atau 76,19%.

BACA JUGA:  Polresta Bandar Lampung Amankan 13 Kantor POS Dalam rangka Penyaluran BLT

Begitu juga untuk retribusi parkir di tepi jalan umum. Sejak tahun 2019 hingga 2022, tidak pernah mencapai target.

Juga tidak tertanganinya dengan baik potensi retribusi pada beberapa pasar milik pemkot. Seperti Pasar Bambu Kuning, Pasar Panjang, dan lainnya. Bahkan terindikasi ada dana miliaran disana yang selama ini “didiamkan” oleh BPKAD.

Sebagaimana diketahui, per 31 Desember 2022, Pemkot Bandar Lampung secara total memiliki hutang belanja sebesar Rp 357.686.363.398,48, dimana hutang tersebut merupakan kewajiban atas beban belanja sejak tahun 2020. Sedangkan SILPA hanya Rp 15.600.869.42054. Dengan demikian, pada 2022 lalu pemkot mengalami defisit riil sebesar Rp 342.089.872.154,58.

Defisit pada 2022 memang lebih rendah dibanding tahun 2021 yang mencapai Rp 637.714.972.189,72.

Masih besarnya defisit tersebut, menurut penilaian BPK, akibat Pemkot Bandar Lampung tetap menganggarkan dan merealisasikan belanja-belanja yang bukan prioritas tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan daerah.

Misalnya, belanja hibah mencapai Rp 82.597.051.357. Juga belanja tidak terduga sebesar Rp 7.792.625.000, pun belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 138.439.202.205.(***)

Facebook Comments Box