LampungLampung Timur

Pejabat Terindikasi Terlibat Korupsi Makan Minum Bupati Bergeser Posisi

92
×

Pejabat Terindikasi Terlibat Korupsi Makan Minum Bupati Bergeser Posisi

Sebarkan artikel ini
Tintainformasi.com, Lampung Timur —Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana makan minum Bupati-Wabup Lamtim tahun 2022 semakin transparan, meski Kejari setempat menyatakan menghentikan proses penyelidikan seiring dikembalikannya kerugian negara oleh Bupati Dawam Rahardjo sebanyak Rp 1.490.242.750, Selasa (6/2/2024) lalu. Salah satunya, dengan dimutasinya posisi pejabat yang terindikasi kuat terlibat dalam aksi “pat-gulipat” mengangkangi uang rakyat yang menurut BPK RI Perwakilan Lampung tidak kurang dari Rp 1,6 miliar tersebut. Pejabat yang sejak awal kasus dugaan korupsi anggaran makan minum Bupati-Wabup Lamtim tahun 2022 namanya mencuat dan ditengarai sebagai salah satu “pemain”, tidak lain adalah Laila Amrina Rosada, SIP. Tahun 2022 lalu, Bu Am –begitu pejabat wanita ini biasa disapa koleganya- menjabat Kasubbag Rumah Tangga pada Bagian Umum Setdakab Lamtim sekaligus PPTK dalam belanja kegiatan makan minum di rumah jabatan Bupati Dawam Rahardjo dan Wabup Azwar Hadi. Pada tahun 2023, ia memperoleh promosi dengan menjadi Kabid Pasar di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Lamtim. Sebagaimana diketahui, terkait temuan penggunaan anggaran yang tidak senyatanya senilai Rp 1,6 miliar itu, BPK RI Perwakilan Lampung juga merekomendasikan kepada Bupati Lamtim untuk menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan terhadap pejabat yang terlibat. Melalui SK Nomor: 821.23/212/22-SK/2024 tentang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS Dalam Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, dan Jabatan Fungsional di Lingkungan Pemkab Lampung Timur, tertanggal 1 Februari 2024, Bupati Dawam Rahardjo menggeser posisi Laila Amrina Rosada, SIP, menjadi Kepala Seksi Perekonomian dan Kesejahteraan Kecamatan Sukadana. Dan Jum’at (2/2/2024) pekan lalu, ia bersama 31 orang lainnya telah mengikuti prosesi pelantikan yang dipimpin Sekdakab Lamtim, M. Yusuf. Dugaan keterlibatan Amrina dalam “memainkan” anggaran makan minum bupati dan wabup tahun 2022, memang sulit untuk dibantah. Seorang pemilik rumah makan yang namanya tercantum pada laporan keuangan Pemkab Lamtim 2022 dan menjadi temuan BPK, saat ditemui Selasa (19/12/2023) lalu, menceritakan kejadian yang sesungguhnya. “Waktu itu saya didatangi Bu Am (Amrina, red). Dia minta saya buat nota belanja baru dan nyalin di buku besar untuk pembelian makan siang dan sore bupati dan wakil bupati. Waktu itu, Bu Am kasih saya uang, tapi saya tolak,” kata pemilik rumah makan ini. Ia menambahkan, setelah menandatangani beberapa kuitansi dan mengecapnya, dirinya baru tersadar. Bahwa belanja yang pernah dilakukan di rumah makannya, tidak sebanyak kuitansi yang disodorkan Bu Am. “Akhirnya, saya nggak mau nandatangan yang lainnya. Apalagi, di dalam kuitansi yang sudah disiapin itu, nggak ada nilai rupiah yang ditulis. Kuitansi kosong semacam itulah,” lanjut dia, seraya mengakui pernah dua kali diperiksa tim BPK RI Perwakilan Lampung terkait hal ini. Apa yang disampaikan ke tim BPK? “Ya saya ceritakan semua apa adanya. Bisa kaya saya kalau yang dibelanjakan pemkab ke rumah makan saya sebanyak yang ditulis di kuitansi yang dijadiin laporan ke BPK itu,” tuturnya lagi. Pemilik warung yang lain, yang namanya juga tertera dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lamtim Tahun 2022, menyatakan hal serupa. Adalah Bu Am yang datang ke tempat usahanya, dan memintanya menandatangani kuitansi kosong, juga dibubuhi stempel. “Saya juga sudah diperiksa BPK. Yang aneh, kok Bu Am malah naik jabatan ya. Katanya sekarang kepala bidang. Padahal, dia perekayasa masalah anggaran makan minum bupati-wakil bupati,” kata pemilik warung ini, Senin (18/12/2023) siang, di tempat usahanya. Sebagaimana diketahui, pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lamtim Tahun 2022, yang dirilis 16 Mei 2023 silam, diuraikan adanya indikasi kejahatan anggaran pada belanja makan minum bupati-wabup setempat sebanyak Rp 1,6 miliar. Modusnya dengan memalsukan tandatangan, cap, dan mark up atas belanja yang sebenarnya. Seperti temuan pada CV S sebagai penyedia jasa makan minum, tercatat menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebesar Rp 1.017.418.000. Faktanya, terdapat selisih dengan nilai belanja yang sebenarnya mencapai Rp 656.304.750. Lalu Rumah Makan B, yang didalam SPJ sebagai penyedia jasa makan minum sebesar Rp 267.438.000. Kenyataannya, tidak pernah ada transaksi. Pun Rumah Makan SR, yang ditulis menerima jasa penyediaan makan minum untuk bupati-wakil bupati sebesar Rp 363.600.000, dan Warung D yang ditulis menerima jasa sebanyak Rp 477.900.000. Kedua tempat usaha ini sama sekali tidak pernah menerima jasa penyedia makan dan minum sebagaimana SPJ yang disampaikan ke BPK. (Team)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Thanks!