TINTAINFORMASI.COM, BANDAR LAMPUNG — Terpanggilnya Pimpinan Redaksi media Hello Indonesia Lampung, Herman Batin Mangku (HBM) sebagai saksi dalam pemeriksaan kasus dugaan adanya praktik jual beli suara antara Anggota KPU Bandar Lampung Fery Triatmojo dengan Caleg partai PDI P Erwin Nasution oleh Bawaslu ternyata mendapat reaksi dari berbagai pihak.
Diantaranya tanggapan yang disampaikan oleh tokoh Ahli Dewan Pers, Oyos Saroso yang memberi penilaian bahwa Bawaslu Lampung sudah terlalu jauh memasuki “zona bahaya” mengundang wartawan Herman Batim Mangku (HBM) dalam sebuah kasus hukum yang tidak terkait sama sekali dengan Pimred Helo Indonesia itu.
Pendiri Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) Lampung ini meminta Bawaslu untuk menghentikan pemanggilan atau permintaan keterangan kepada wartawan karena hal itu akan merugikan dan berpeluang terjadinya kriminalisasi terhadap wartawan.
“Bawaslu Lampung menyeret-nyeret wartawan dalam sebuah kasus hukum yang tidak terkait sama sekali dengan wartawan bisa dikategorikan sebagai kriminalisasi terhadap wartawan,” tandasnya lewat rilis atas terjadinya pemanggilan terkait kasus KPU Bandarlampung terhadap salah seorang pendiri SMSI dan JMSI itu.
Dijelaskan Pimred Teraslampung.com itu, sebetulnya tak ada kewajiban Herman Batin Mangku memenuhi undangan Bawaslu Lampung. “Tidak ada kewajiban wartawan memenuhi undangan permintaan keterangan terkait kasus hukum yang tengah ditangani Bawaslu Lampung,” katanya.
Namun, Herman Batin Mangku sudah baik datang dan menolak jadi saksi karena posisinya diundang untuk meliput konfrensi pers Erwin Nasution di rumah Ketum DPP Laskar Lampung Nero Koenang.
Kalaupun judul permintaan Bawaslu Lampung itu adalah panggilan juga tidak ada kewajikan wartawan untuk memenuhi panggilan karena tidak ada hubungan antara kasus yang sedang ditangani Bawaslu Lampung dengan wartawan maupun produk jurnalistik yang dihasilkan.
“Terkait undangan klarifikasi, klarifikasi untuk apa?” tanyanya. Kalau terkait dengan produk jurnalistik, maka pihak yang berkepentingan atau pihak keberatan dengan produk jurnalistik bisa menyampaikan hak jawab.
Permintaan keterangan kepada wartawan oleh badan publik, apalagi dengan istilah “diperiksa” terkait dengan kasus hukum yangg sedang ditangani oleh badan publik, akan berdampak buruk bagi wartawan yang bersangkutan.
Dampak buruk yang paling nyata adalah peluang munculnya persepsi publik bahwa wartawann tersebut terkait atau tersangkut dengan perkara yang sedang ditangani badan publik tersebut.
Kalau Bawaslu menginginkan penjelasan terkait berita atau berita tersebut akan dijadikan alat bukti, ya silakan jadikan berita tersebut sebagai alat bukti.
Namun, hal itu tidak harus dengan meminta keterangan, penjelasan, atau keterangan kepada wartawan. Berita tersebut sudah cukup menjadi bukti. Soal benar atau salahnya berita tersebut, biarlah publik yang akan menilainya. (Red)