Lampung Utara

Dugaan Penyimpangan Anggaran Senilai Rp 1 Miliar Lebih di Sekretariat DPRD Lampura Belum Diungkap, Laskar Lampung Harapkan APH Tegakkan Peraturan

122
×

Dugaan Penyimpangan Anggaran Senilai Rp 1 Miliar Lebih di Sekretariat DPRD Lampura Belum Diungkap, Laskar Lampung Harapkan APH Tegakkan Peraturan

Sebarkan artikel ini
Dugaan Penyimpangan Anggaran Senilai Rp 1 Miliar Lebih di Sekretariat DPRD Lampura Belum Diungkap, Laskar Lampung Harapkan APH Tegakkan Peraturan

TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG UTARA — Pelaksanaan proyek anggaran Makan Minum dan proyek anggaran Perjalanan Dinas di Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Utara pada tahun anggaran 2023 lalu ternyata masih menyimpan masalah, karena ada senilai Rp 1.393.867.646,00 yang tidak senyatanya alias melanggar ketentuan perundang-undangan.

Jumlah tersebut setelah ada pengembalian dari kelebihan pembayaran anggaran perjalanan dinas oleh Sekretariat DPRD sebanyak Rp 503.705.400,00. Bakalkah anggaran yang “dikutil” kalangan wakil rakyat dan Sekretariat DPRD Lampura itu kembali ke kas pemkab?

Scroll Untuk Baca Artikel
Tour Travel
ADVERTISEMENT

Tampaknya jauh panggang dari api. Mengapa begitu? Jika menelisik LHP BPK RI Perwakilan Lampung Nomor: 30B/LHP/XVIII.BLP/05/2023 tertanggal 16 Mei 2023 atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Lampura Tahun Anggaran 2022, pada Sekretariat DPRD ditemukan realisasi belanja barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 2.879.354.920,00. Di antaranya Rp 82.384.835,00 dari kelebihan pembayaran kegiatan reses.

Walhasil, meski BPK merekomendasikan kepada Bupati agar memerintahkan Sekretaris Dewan untuk memproses indikasi kerugian keuangan daerah tersebut kepada pihak-pihak terkait dan menyetorkan ke kas daerah, hingga smester II tahun 2023, Sekretaris DPRD sama sekali belum menindaklanjuti rekomendasi BPK.

Sikap tidak taat pada rekomendasi BPK ini tentu saja mengangkangi UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang peran dan fungsi BPK RI sebagai lembaga auditor yang sah terhadap penggunaan anggaran pemerintah. Sebagaimana diketahui, berdasarkan UU BPK RI Nomor: 15 Tahun 2006 dan peraturan pelaksana lainnya, laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK bersifat final dan mengikat, serta harus ditindaklanjuti dalam kurun waktu 90 hari setelah diterbitkannya hasil pemeriksaan tersebut kepada publik.

Karenanya, jika temuan yang senyatanya merugikan keuangan daerah pada tahun 2022 saja hingga smester II tahun 2023 belum dikembalikan ke kas daerah oleh Sekretaris DPRD Lampura, apalagi temuan pada penggunaan anggaran tahun 2023. Yang jelas, juga ditemukan penyimpangan anggaran dalam kegiatan reses tahun 2023, tidak kurang dari Rp 618.040.000,00. Itu pun hanya berdasarkan penelusuran dua dari tiga kegiatan reses, di mana setiap anggota DPRD Lampura masing-masing memperoleh dana reses sebesar Rp 63.306.000,00.

Pada tahun 2023 kemarin, dua masa reses anggota DPRD Lampura yang ditelisik BPK adalah yang dilakukan pada reses pertama tanggal 16 sampai 19 Februari, dan tahap kedua tanggal 8 hingga 11 Mei. Berdasarkan pemeriksaan diketahui, pimpinan dan anggota DPRD mendapatkan pembayaran biaya atas kegiatan resesnya secara penuh meskipun dilaksanakan tidak sesuai surat perintah tugas (SPT).

Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemkab Lampung Utara Tahun 2023, Nomor: 43B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tanggal 27 Mei 2024, hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen pertanggungjawaban kegiatan reses dan konfirmasi kepada kepala desa atau sekretaris desa membuktikan jika terdapat ketidaksesuaian jumlah titik kegiatan, pun jumlah hari pelaksanaan reses dengan SPT, ketidaksesuaian jumlah yang hadir, serta pertanggungjawaban kegiatan empat pimpinan dan 40 anggota DPRD tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp 618.040.000,00. Yang terdiri dari: biaya perjalanan dinas dalam daerah sebesar Rp 18.600.000,00, dan biaya pendukung lainnya Rp 599.440.000,00.

Seperti tahun 2022, praktik mengakali anggaran juga tetap dimainkan. Misalnya, dalam laporan pertanggungjawaban terdapat nota pembelian snack kepada sebuah restoran. Faktanya, tidak pernah ada pembelian snack di restoran tersebut. Pihak restoran mengaku hanya diminta menandatangani nota dan dokumen pertanggungjawaban oleh tim dari anggota DPRD, karena restoran itu telah memiliki NPWP Kabupaten Lampura.

Masih terkait pembelian snack. Terdapat nota dalam pertanggungjawaban pembelian di sebuah toko. Saat dikonfirmasi, pemiliknya mengaku sepanjang tahun 2023 tidak pernah menerima pesanan snack dari DPRD. Juga terjadi manipulasi anggaran, dimana terdapat bukti pembelian snack namun kenyataannya untuk membeli beras premium sebanyak 1.500 Kg dan dibagikan kepada warga tempat penyelenggaraan reses.

Akal-akalan untuk menangguk uang rakyat masuk ke kantong pribadi oleh anggota DPRD Lampura, juga terungkap dalam kegiatan reses tahap dua. Dalam laporan pertanggung jawaban disertakan nota dari CV A sebagai penyedia alat kantor dan studio. Berupa sewa kursi, tenda, hingga sound system. Berdasarkan konfirmasi, ternyata CV A terdaftar sebagai perusahaan percetakan dan fotocopy. Bukan penyedia alat kantor dan studio.

Kondisi Sekretariat DPRD Lampura yang menyimpan banyak masalah penyimpangan penggunaan anggaran yang merupakan uang rakyat Lampura ini, layak diketahui para anggota Dewan yang baru dilantik.

Dengan adanya kondisi tersebut diatas, Sekjen DPP Laskar Lampung, Panji Nugraha AB, SH mengharapkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) yang dalam hal ini, baik Kejaksaan Tinggi Lampung maupun Polda Lampung untuk melakukan pengusutan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terlibat.

Sebagaimana diketahui bahwa tindakan penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran ini, seperti dimaksud dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung diatas, sudah merupakan tindak kejahatan dan setiap tindakan serupa tentu harus ada konsekwensi hukumnya, karena didasari oleh bukti-bukti yang sah lagi meyakinkan.

“Kami dari pihak Lembaga penggiat anti korupsi akan selalu mengikuti perkembangan dalam penanganan kasus ini, kami tidak mempermasalahkan jumlah nilainya, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah tindak pidana yang terjadi dalam kasus ini harus jelas penyelesaian hukumnya,” tegas Panji, Selasa (27/8/2024). (Team)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *