Tintainformasi.com, Pamekasan — Peran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pamekasan kembali dipertanyakan setelah munculnya tudingan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LASBANDRA) terkait alat buka tutup sungai yang dianggap merugikan penduduk di hilir sungai Desa Dasok, Brigeh, Mondung dan sekitarnya.
Isu ini semakin ramai diperbincangkan, terutama setelah Kepala PUPR Pamekasan Amin Jabir, S.T dengan percaya diri merilis pernyataan di grup WhatsApp komunitas “Kita Madura.”
PUPR Pamekasan dalam rilisnya menyebut bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat lebih terkait pada keberadaan bangunan gedung yang mengelilingi aliran sungai di Desa Dasok, seolah menepis kekhawatiran utama mengenai alat buka tutup.
Namun, LASBANDRA segera memberikan respons keras, menyebut pernyataan tersebut melenceng jauh dari inti masalah.
“Masalah Utama Bukan Bangunan, Melainkan Alat Buka Tutup Sungai”
Sekretaris Jenderal LASBANDRA, Rifa’i, menegaskan bahwa masalah yang dikeluhkan oleh masyarakat bukanlah soal gedung yang mengelilingi sungai, tetapi justru pada mekanisme alat buka tutup yang dipasang di aliran sungai tersebut.
Menurutnya, alat tersebut telah menyebabkan kerugian bagi warga yang tinggal di hilir sungai karena menghambat aliran air, yang berpotensi memicu tidak lancarnya di musim hujan dan kesulitan akses air untuk kebutuhan irigasi di musim kemarau.
“Kami heran mengapa PUPR Pamekasan mengalihkan pembahasan pada bangunan gedung, padahal masyarakat jelas-jelas mengeluhkan dampak dari alat buka tutup yang mereka rasa tidak adil dan merugikan,” ujar Rifa’i dalam keterangannya.
Ia menambahkan, bahwa warga hilir sungai telah menyuarakan keresahan mereka selama bertahun tahun, namun masyarakat tidak tahu menahu harus mengadu kemana, baru kali ini mengadu ke lasbandra, tetapi sejauh ini belum ada langkah nyata dari pihak PUPR untuk menindaklanjuti keluhan tersebut.
Masyarakat yang berada di wilayah hilir sungai mengungkapkan bahwa alat buka tutup yang diduga dipasang oleh H. Sholeh cenderung dioperasikan tanpa mempertimbangkan kebutuhan air bagi warga. Akibatnya, aliran air sering terhenti ketika dibutuhkan untuk irigasi pertanian. Pada musim penghujan, dan sisanya di musim kemarau.
“Alat itu seperti jebakan bagi kami. Saat kami membutuhkan air untuk sawah, alirannya terputus. Tapi ketika hujan datang, air juga terbatas, kami sulit mengairi sawah kami,” keluh salah satu warga hilir yang tak mau disebutkan namanya.
Pernyataan PUPR yang dirilis di grup WhatsApp “Kita Madura” semakin memicu keheranan warga dan LASBANDRA. Dalam rilis tersebut, PUPR menyatakan bahwa permasalahan utama terletak pada bangunan yang mengelilingi sungai dan ada sekitar 3 meter yang non prosedural, dan sudah ada solusi teknis untuk memperbaiki kondisi tersebut. Namun, LASBANDRA menilai pernyataan tersebut sebagai upaya mengalihkan perhatian publik dari permasalahan sesungguhnya.
“Ini adalah upaya mereka untuk menyamarkan akar masalah. Publik tahu bahwa bangunan di sekitar sungai bukan masalah utamanya. Yang dibutuhkan adalah tindakan konkrit untuk mengatur alat buka tutup tersebut agar tidak merugikan warga hilir,” ujar Rifa’i dengan nada tegas.
Desakan untuk Solusi Nyata
Sampai saat ini, LASBANDRA dan masyarakat yang terdampak terus mendesak pemerintah, khususnya PUPR Pamekasan, untuk segera meninjau ulang kebijakan terkait alat buka tutup sungai. Mereka meminta agar ada mekanisme yang lebih adil dalam pengoperasian alat tersebut, sehingga air dapat mengalir dengan baik tanpa mengakibatkan kerugian bagi warga di bagian hilir.
“PUPR harus hadir dan mendengarkan langsung keluhan warga. Jangan hanya memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Kami akan terus menekan mereka hingga ada solusi nyata yang menguntungkan semua pihak, terutama warga hilir yang selama ini dirugikan,” lanjut Rifa’i.
Jalan Panjang Menuju Penyelesaian
Dalam beberapa minggu terakhir, isu ini menjadi bahan perbincangan yang semakin luas di masyarakat, tidak hanya di Desa Dasok, tetapi juga di wilayah Pamekasan secara umum. Banyak pihak yang mengharapkan agar PUPR segera menyelesaikan permasalahan ini sebelum memasuki musim hujan yang dapat memperburuk kondisi di hilir sungai.
Sementara itu, LASBANDRA berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, apapun dilakukan untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat atau instansi terkait lainnya.
“Ini adalah masalah serius yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kami tidak akan tinggal diam sampai ada tindakan nyata dari pihak berwenang,” tutup Rifa’i.
Dengan meningkatnya tekanan publik, kini bola panas berada di tangan PUPR Pamekasan. Masyarakat berharap, sebelum terlambat, ada langkah nyata yang diambil oleh pemerintah untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terdampak oleh kebijakan alat buka tutup sungai ini.