Tulang Bawang Barat

Nilai Tunjangan Besar, Jabatan Pj. Bupati Tubaba Pantas Jadi Incaran Kalangan Birokrat.

124

TINTAINFORMASI.COM, TULANGBAWANG BARAT — Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor : 12 Tahun 2020 tanggal 23 Januari 2020 tentang Tunjangan Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (TPKPKD) menyebutkan bahwa Bupati diberikan Tunjangan Jabatan sebesar Rp. 60.000.000,00 perbulan.

 

Namun demikian, menurut Kabid Perencanaan Anggaran BKAD bahwa besaran tersebut masih mempertimbangan TPP dari Sekdakab dan kemampuan keuangan daerah.

 

Sementara menurut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Lampung Nomor : 30B/LHP/XVIII.BLP/05/2024 tertanggal 2 Mei 2024 diketahui bahwa TPKPKD untuk PJ. Bupati M. Firsada pada bulan November dan Desember 2023 telah direalisasikan sebesar Rp. 56.880.000,00 per bulan setelah dipotong Pajak Penghasilan dan BPJS.

 

PMK Nomor: 84 Tahun 2023 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah disebutkan bahwa Kabupaten Tubaba termasuk dalam kategori fiskal sangat rendah, dengan skor 0,931. Dalam PMK sebelumnya, yaitu PMK Nomor: 19/PMK.07/2022 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah, Kabupaten Tubaba termasuk dalam kategori rendah, dengan skor 1,355. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan kemampuan keuangan dari pemkab setempat.

Dan jika mengacu pada Neraca Tahun 2023 diketahui adanya peningkatan utang belanja dari Rp 20.835.684.087,13 pada tahun 2022, menjadi Rp 65.972.177.193,13 di 2023. Atau terjadi peningkatan utang sebesar Rp 45.136.493.106,00, alias mengalami kenaikan 216,63%.

Ironisnya, dalam kondisi penurunan kemampuan keuangan daerah yang demikian parah ditambah utang belanja yang meningkat pesat, insentif dan TPKPKD kepada Pj Bupati, M. Firsada, tetap dibayarkan.

Carut-marut tata kelola dan penggunaan anggaran sepanjang tahun 2023 di Pemkab Tubaba memang amat parah. Di satu sisi desifit keuangan riil terus mengalami peningkatan, begitu pula dengan besaran utang, namun praktik “menyamankan” petinggi tetap diprioritaskan.

 

Tidak salah jika banyak bawahan pun yang mengakali anggaran. Misalnya dalam pembayaran honorarium. Jumlahnya memang tidak besar. Hanya kisaran Rp 10.000.000,00 kebawah, tetapi perilaku “mengutil” uang rakyat bisa dibilang sudah menjadi kelaziman.

Hal ini terkait dengan pembayaran honorarium narasumber kepada 13 orang di lima OPD yang tidak sesuai ketentuan besarannya tidak lebih dari Rp 9.390.000,00. Itu terjadi di Disdikbud. Dari honor yang dibayarkan Rp 12.600.000,00 seharusnya Rp 6.300.000,00 dan PPh 21 Rp 990.000,00, kelebihan bayarnya Rp 5.310.000,00. BKPSDM terjadi selisih pembayaran Rp 400.000,00, Dinas Kominfo Rp 340.000,00, Sekretariat Daerah Rp 150.000,00, dan Inspektorat Rp 70.000,00.

Bukti lain praktik “ngakali” anggaran terjadi atas tiga kegiatan pertemuan yang dilakukan Dinas Kesehatan melewati tahun anggaran, alias baru dilaksanakan pada tahun 2024. Dari penyimpangan waktu ini saja, ada uang rakyat Tubaba Rp 62.317.902,00 yang digunakan tidak sesuai ketentuan.

Dinas Kesehatan juga menyimpan masalah dalam penggunaan anggaran barang dan jasa. Yang sederhana saja, ada kegiatan yang dilaksanakan bersamaan dalam satu hari dengan kegiatan lain, mengakibatkan jumlah hari pada dokumen pertanggungjawaban tidak sesuai kondisi sebenarnya, dan “memakan” anggaran Rp 129.991.092,00.

Juga ada pertanggungjawaban sewa ruangan sebesar Rp 11.864.884,00 untuk kegiatan pertemuan. Faktanya, kegiatan dihelat di ruang kerja Asisten I. Namun tetap dikeluarkan dana Rp 2.679.033,00 pada acara tanggal 8 Juli 2023 bertajuk Pengelolaan Layanan Kesehatan Lingkungan tersebut. Dan masih banyak lagi pola “ngakali”anggaran yang dimainkan.

Bagaimana selama ini pola pengawasan internal sehingga bisa terjadi praktik “ngakali” anggaran yang begitu “melegenda” di lingkungan Pemkab Tubaba? Sayangnya, baik Kepala Inspektorat maupun Pj Bupati, M. Firsada, belum bisa dimintai penjelasan.

(Red)

Exit mobile version