Tintainformasi.com, Pringsewu, Lampung — Keputusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Pringsewu untuk menghentikan kasus dugaan kampanye Sujadi menuai kritik keras dari pakar hukum. Dr. Satria Prayoga, SH, MH, seorang ahli hukum, menilai bahwa keputusan ini merusak prinsip dasar demokrasi yang seharusnya berjalan secara jujur dan adil. Kasus ini bermula dari sebuah video yang memperlihatkan Sujadi, diduga melakukan kampanye di tempat ibadah. Video itu mengundang sorotan publik karena dianggap sebagai pelanggaran pemilu.
Menurut Dr. Satria Prayoga, tindakan Bawaslu yang menyatakan kegiatan Sujadi bukanlah kampanye merupakan langkah keliru. “Keputusan ini justru melukai proses demokrasi di negara ini. Demokrasi harus berlangsung secara jujur dan adil. Ketika terjadi pelanggaran seperti penggunaan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye, apalagi dilakukan oleh tim kampanye calon, seharusnya ada sanksi tegas. Diskualifikasi calon mungkin adalah sanksi yang pantas,” ujar Dr. Satria.
Ia menambahkan bahwa masyarakat sangat berharap Bawaslu Pringsewu dan Bawaslu Provinsi Lampung dapat bertindak lebih tegas. Bawaslu memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, pembinaan, sekaligus memutus dugaan pelanggaran pemilu. “Jika Bawaslu Pringsewu menganggap bukti video yang telah disaksikan masyarakat Lampung itu bukan sebuah aktivitas kampanye, menurut saya itu keliru. Dalam video tersebut, terlihat jelas bahwa kegiatan tersebut dimaksudkan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program calon,” jelas terdengar menawarkan “Makmur” sebagai Visi Paslon Riyanto-Umi.
Dr. Satria menilai bahwa dalam video yang beredar, terdapat unsur-unsur kampanye yang termuat dalam Pasal 1 Ayat 12 dan Pasal 57 Ayat 1 Huruf i Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2024. Pasal 1 Ayat 12 mengatur definisi kampanye sebagai kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan memaparkan visi, misi, dan program calon. Dalam video tersebut, menurut Dr. Satria, terdapat tawaran visi dan misi yang jelas, yang seharusnya memenuhi unsur-unsur kampanye.
“Jelas terlihat bahwa dalam video tersebut, yang dilakukan bukan hanya tausiyah atau kegiatan keagamaan biasa. Ada upaya untuk meyakinkan masyarakat dengan menyampaikan visi, misi, dan program calon tertentu, yang secara tegas memenuhi unsur kampanye. Jika ini tidak dikategorikan sebagai kampanye, maka Bawaslu telah melakukan perbuatan yang melawan hukum,” tegasnya.
Dr. Satria juga menekankan bahwa sebagai lembaga pengawas, Bawaslu memiliki amanah besar untuk mengawasi jalannya pemilihan yang jujur dan adil. Ia merasa bahwa tindakan Bawaslu yang justru melindungi pelanggar pemilu sangat ironis dan bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap integritas pemilu.
Menanggapi kritik ini, Mediansyah Resaputra, anggota Bawaslu Pringsewu yang menangani divisi penanganan pelanggaran, memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa keputusan Bawaslu Pringsewu untuk menghentikan kasus tersebut diambil setelah dilakukan rapat pleno dan penelusuran bukti. Menurut Mediansyah, setelah melalui proses klarifikasi, video yang beredar tidak dapat diregistrasi sebagai pelanggaran pemilu.
“Dalam hasil klarifikasi, kegiatan yang terekam dalam video tersebut lebih condong sebagai kegiatan tausiyah atau kegiatan keagamaan biasa. Kegiatan tersebut tidak mengandung unsur kampanye sebagaimana yang diatur dalam PKPU 13 Tahun 2024, Pasal 1 Ayat 12, yang mendefinisikan kampanye sebagai kegiatan menawarkan visi, misi, dan program untuk mempengaruhi pemilih,” terang Mediansyah.
Lebih lanjut, Mediansyah menyatakan bahwa Bawaslu Pringsewu telah melakukan penelusuran secara cermat sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa Bawaslu berpedoman pada definisi kampanye yang tertuang dalam PKPU dan tidak dapat mengategorikan acara tersebut sebagai kampanye jika tidak memenuhi unsur-unsur yang diatur.
Namun, Dr. Satria tetap berpandangan bahwa Bawaslu Pringsewu telah melakukan kesalahan besar dengan tidak menganggap acara tersebut sebagai kegiatan kampanye. “Saya rasa Bawaslu tidak konsisten dalam menegakkan aturan. Ketika sudah jelas ada unsur-unsur kampanye dalam acara tersebut, Bawaslu seharusnya bertindak tegas dan memberikan sanksi kepada calon yang melanggar, bukan malah membela,” ujarnya.
Kasus ini memicu banyak tanggapan dari masyarakat Lampung yang berharap agar Bawaslu lebih tegas dalam menangani pelanggaran pemilu. Bagi Dr. Satria dan para pengamat lainnya, keputusan Bawaslu ini berpotensi merusak prinsip dasar demokrasi yang adil dan transparan. Mereka berharap agar Bawaslu bisa memulihkan kepercayaan masyarakat dengan mengkaji ulang keputusan tersebut demi menjaga integritas pemilu.
(Team.red)