Tintainformasi.com, Lampung Timur — Menelisik lelakon yang dimainkan oknum dosen Fakultas Hukum Unila berinisial DPP dalam meraup fee 15% dari warga penerima uang ganti rugi (UGR) proyek strategis nasional Bendungan Margatiga di Lampung Timur, cukup membuat geleng kepala.
Betapa tidak. Tidak dinyana, oknum dosen tersebut begitu piawai dalam menjalankan aksinya guna mendulang pemasukan dari warga penerima UGR.
Bagaimana modus yang dimainkan DPP? Seorang warga Trisinar, Kecamatan Margatiga, Jum’at (27/12/2024) petang, mengungkapnya. Pada saat pencairan UGR tahap pertama atas 165 bidang lahan dan tanaman di kawasan Register 37 Way Kibang, pertengahan Desember lalu, DPP dan timnya “mengawal” warga ke BRI Metro. Tempat UGR dicairkan.
Setelah UGR masuk ke rekening milik masing-masing warga, lanjutnya, mereka digiring untuk masuk ke sebuah ruangan yang ada di bank plat merah itu.
“Di ruangan itu sudah ada istri muda DPP. Saat itulah kami dipaksa untuk langsung menarik 15% dari UGR yang baru masuk ke rekening,” ucap warga Trisinar ini.
Selesai sampai disitu? Belum. Disinilah praktik bak mafia dimainkan. Warga diperintah istri muda DPP untuk mengisi formulir warna kuning; besaran uang tunai 15% dari yang diterima dan ditandatangani.
“Setelah itu formulir setoran dan uangnya diminta sama istri DPP. Selanjutnya istri DPP mengganti formulir setor tunai. Sehingga waktu buku tabungan diprint, yang kebaca setoran dari DPP ke rekening DPP,” urai warga ini.
Dari modus meraup fee 15% dari UGR tahap pertama itu, ditengarai oknum dosen FH Unila tersebut berhasil mengisi pundi-pundinya tidak kurang dari Rp 3,4 miliar.
Praktik serupa akan dilakukan lagi pada hari Jum’at (27/12/2024) kemarin, saat warga Trisinar dan Trimulyo, menerima UGR. Namun, warga tidak kalah cerdik. Mereka tidak mencairkan dana pengganti, dan “dikawal” oleh beberapa orang sebagai PH yang resmi. Sehingga DPP yang ditemani sang anak, hanya bisa memantau dari sebuah warung tidak jauh dari Kantor BRI Cabang Metro.
Bagaimana bisa oknum dosen FH Unila tersebut ikut “bermain” dalam urusan UGR pembangunan proyek Bendungan Margatiga? Dikutip dari lantainewstv.com, semua bermula ketika ia mendatangi H. Kemari, SH, MH, advokat yang sejak tahun 2021 telah berkutat membantu warga mengurus kompensasi atas pembangunan proyek strategis nasional itu.
DPP minta bisa bergabung. H. Kemari mengaku percaya penuh bila DPP benar-benar advokat murni. Apalagi, dengan kemampuan bicaranya yang luar biasa, DPP berhasil meyakinkan warga bahwa tim mereka mampu mewujudkan harapan.
Dan memang, perjuangan mereka tidak sia-sia. Warga asal tiga desa; Trisinar, Trimulyo, dan Mekar Mulyo, akhirnya disepakati pemerintah menerima UGR atas lahan dan tanaman yang mereka garap. Meski berlokasi di kawasan Register 37 Way Kibang. Dimana pencairan UGR dilakukan pada akhir tahun 2024 ini.
Di sisi lain, dalam pileg 14 Februari lalu, H. Kemari terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Lampung Timur. Sesuai ketentuan perundang-undangan, ia pun menanggalkan pekerjaan advokatnya. Guna “mengurus” warga tiga desa yang ia perjuangkan selama empat tahun terakhir, H. Kemari memberi kuasa substitusi kepada Wiwit Fauzan SH, Murtadho SH, Meswanto SH, dan Rafikun Najib SH, MH, untuk meneruskan pendampingan hukum dan menerima sukses fee sesuai surat kesepakatan kerja bersama antara warga dan Kantor Hukum H. Kemari SH, MH, dan Rekan.
Belakangan barulah H. Kemari mengetahui jika DPP bukan advokat murni. Ia berstatus ASN dengan tugas sebagai pengajar di Fakultas Hukum (FH) Unila.
Menurut penelusuran, kasus “bermainnya” oknum dosen FH Unila ini tidak akan naik kepermukaan bila ia berpegang teguh pada “kebersamaan” dan sadar diri bila dirinya “ditenteng” H. Kemari dan timnya.
DPP diketahui ingin menguasai seluruh fee yang diterima “para pejuang”. Akibatnya, terjadilah perpecahan.
Masih menurut lantainewstv.com, guna “menghilangkan jejaknya” dalam pekerjaan ini, DPP menunjuk anaknya berinisial BTP yang memang berprofesi advokat murni untuk berada “didepan”.
Tak hanya itu. Ditengarai, DPP juga menurunkan preman untuk menekan warga yang belum memberikan fee ke pihaknya.
Seorang tokoh masyarakat Trisinar yang dihubungi Sabtu (28/12/2024) pagi, meminta APH turun tangan. Karena aksi DPP dan timnya telah membuat resah warga tiga desa. Bahkan bukan mustahil akan terjadi keributan.
Ia juga berharap, laporan yang masuk ke Polsek Sekampung dan Polres Lamtim dapat segera diproses. Sehingga ada jaminan hukum kepada masyarakat.
Lalu apa tanggapan DPP mengenai berbagai persoalan yang melilitnya belakangan ini? Sayangnya, oknum dosen FH Unila itu belum berhasil dimintai konfirmasi. (Team.red)