Bandar Lampung

KPU Resmi Umumkan Rahmat Mirzani Djausal – Jihan Nurlela Sebagai Pemenang Pilkada 2024, Menyadari Beban Amanah Yang Tak Ringan, Mirza Jihan Mulai Ancang-Ancang Lakukan Pembenahan 

103
×

KPU Resmi Umumkan Rahmat Mirzani Djausal – Jihan Nurlela Sebagai Pemenang Pilkada 2024, Menyadari Beban Amanah Yang Tak Ringan, Mirza Jihan Mulai Ancang-Ancang Lakukan Pembenahan 

Sebarkan artikel ini

Tintainformasi.com, Bandar Lampung — Selesai sudah prosesi pemilihan Gubernur-Wagub Lampung. Sabtu (7/12/2024) kemarin, KPU telah menetapkan pasangan Rahmat Mirzani Djausal – Jihan Nurlela sebagai pemenang dengan mendulang 3.300.681 suara rakyat, sedang pesaingnya: Arinal Djunaidi – Sutono hanya mendapat 691.076 suara saja, Sabtu (7/12/2024).

Menurut KPU Lampung, total suara sah dalam pencoblosan 27 November 2024 lalu sebanyak 3.991.756, suara yang tidak sah 279.588. Dengan demikian, total rakyat Lampung yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 4.271.345.

Scroll Untuk Baca Artikel
Tour Travel
ADVERTISEMENT

Tentu, Mirza – Jihan menyadari benar bahwa amanah menjadi Gubernur-Wagub Lampung bukan tugas ringan. Apalagi, demikian tingginya mimpi dan harapan rakyat yang disampirkan dipundak keduanya. Amanah memang rahmat dan anugerah, tetapi sekaligus adalah tanggung jawab, risiko yang mesti ditanggung. Tak cuma secara formalistik pemerintahan dan keduniawian, namun sampai di akherat kelak.

Karena jabatan adalah pertanggungjawaban lahiriyah dan batiniyah, maka perlu sejak dini disampaikan adanya beban tidak ringan yang mesti diatasi secara nyata oleh pasangan Gubernur-Wagub Lampung periode 2025-2029 yang –Inshaallah- akan dilantik 10 Februari 2025 mendatang itu.

Apa beban yang mesti disikapi dengan serius oleh Mirza – Jihan melalui pola-pola yang rancak, sistematis, dan solutif? Berikut uraiannya: Merunut pada Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun Anggaran 2023 yang ditandatangani Arinal Djunaidi selaku Gubernur pada Mei 2024, realisasi PAD mencapai Rp 3.766.194.060.633,03. Atau 78,32% dari target Rp 4.808.699.109.382,17. Memang, ada kenaikan dibanding tahun anggaran 2022, sebesar Rp 3.678.302.294.680,71.

Di sisi lain, pada tahun anggaran 2023 direalisasikan belanja dan transfer per 31 Desember 2023 sebanyak Rp 7.048.993.246.381,70, dari yang dianggarkan Rp 8.280.862.934.283,54. Bila dibandingkan tahun 2022 terdapat kenaikan sebesar Rp 262.619.175.768,76, yaitu dari Rp 6.786.374.070.612,94.

Bagaimana dengan defisit keuangan riil Pemprov Lampung pada tahun anggaran 2023? Mengacu pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Lampung Nomor: 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 3 Mei 2024, angkanya mencapai Rp 1.408.450.654.898,52. Besaran defisit tersebut mengalami peningkatan sebanyak Rp 859.740.458.920,28 dibandingkan tahun anggaran 2022 dalam posisi Rp 548.710.195.978,24. Atau terjadi kenaikan defisit keuangan riil Pemprov Lampung mencapai 157%.

Konsekuensi logis dari kenaikan yang sangat fantastis dalam defisit keuangan riil itu adalah meningkatnya jumlah utang Pemprov Lampung kepada pihak ketiga. Dari sebesar Rp 93.776.968.056,20 pada tahun 2022, menjadi Rp 362.047.041.259,66 di tahun anggaran 2023.

Untuk diketahui, pada tahun anggaran 2023, Pemprov Lampung menganggarkan pendapatan daerah sebesar Rp 8.093.971.284.382,17, namun yang terealisasi hanya Rp 6.987.319.981.739,03 atau 86,33% saja. Sementara, belanja daerah dianggarkan Rp 8.280.862.934.283,54 dan direalisasikan sebanyak Rp 7.048.993.246.381,70 atau 85,12%.

Dan bila dirunut tiga tahun anggaran ke belakang, memang pendapatan daerah tidak pernah selaras dengan yang dianggarkan. Misalnya pada tahun 2021, anggaran pendapatan daerah dipatok pada angka Rp 7.538.150.772.809,50, realisasinya Rp 7.469.469.346.029,05 (99,09%).

Lalu pada tahun 2022, pendapatan daerah dianggarkan Rp 6.915.251.441.290,74, yang terealisasi Rp 6.836.946.972.193,71 (98,87%), dan di tahun 2023 dianggarkan pendapatan mencapai Rp 8.093.971.284.382,17, realisasinya Rp 6.987.319.981.739,03 (86,33%).

Bagaimana dengan belanja daerah? Pada tahun 2021 dianggarkan Rp 7.557.497.851.948,54, dengan realisasi Rp 7.097.651.401.591,13 (93,92%). Di tahun 2022 dianggarkan belanja daerah sebanyak Rp 7.106.758.595.503,07, yang terealisasi Rp 6.786.374.070.612,94 (95,49%), dan tahun 2023 dianggarkan Rp 8.280.862.934.283,54, terealisasi Rp 7.048.993.246.381,70 (85,12%).

Mengapa bisa demikian tinggi kenaikan defisit keuangan riil Pemprov Lampung pada tahun anggaran 2023 kemarin? Mengutip dari LHP BPK RI Perwakilan Lampung Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemprov Lampung Tahun 2023, akibat tidak memadainya penganggaran pendapatan dan pengelolaan belanja.

Hal itu dapat dilihat dari penganggaran pendapatan yang tidak berdasarkan perkiraan terukur secara rasional dan dapat dicapai. Bahasa lainnya, Pemprov Lampung tidak memperhatikan potensi dan realisasi tahun sebelumnya.

Ketidakrasionalan itu –sebagai contoh- dibuktikan dengan dianggarkannya bagian laba (dividen) atas penyertaan modal pada BUMD sebesar Rp 496.138.511.099,39. Namun, yang terealisasi hanya Rp 51.110.035.229,39 atau 10,30% saja. Pun hasil penjualan barang milik daerah dianggarkan Rp 592.911.057.254,00, ternyata realisasinya tidak lebih dari Rp 4.170.587.186,00 atau 0,70% dari nilai anggaran.

Dan menurut catatan, defisit keuangan riil Pemprov Lampung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Artinya, tata kelola pendapatan dan belanja tidak dilakukan secara berimbang, akibat penentuan pendapatan yang tidak terukur dan jauh dari rasionalitas. Di sisi lain, pengembangan upaya peningkatan pendapatan memang tidak pernah diseriusi.

Karenanya, Mirza – Jihan harus bisa menempatkan birokrat-birokrat berkemampuan dan berkeberanian melakukan akselerasi-akselerasi pengembangan potensi yang demikian banyak. Bukan yang menjalankan tugas “alakadarnya” seperti yang terjadi selama ini. Apalagi hanya karena faktor “kedekatan” dan “balas jasa”.

Mengapa penataan birokrasi mesti diseriusi? Karena faktanya, kedisiplinan -apalagi kepatuhan- pada ketentuan perundang-undangan dalam hal pengelolaan dan penggunaan anggaran selama ini masih jauh dari yang diharapkan. Terbukti, hanya untuk sekadar menempatkan pos penganggaran belanja saja, masih banyak OPD yang ”salah kamar”.

Memang hal ini bisa dibilang tidak masuk akal. Karena pekerjaan merancang anggaran adalah tugas rutin tahunan. Dan yang menjadi kepala OPD tentu ASN yang telah melalui proses panjang dalam kebirokrasian. Tetapi, inilah fakta yang sebenarnya.

Menurut temuan BPK RI Perwakilan Lampung, setidaknya terdapat 28 OPD yang salah dalam menempatkan penganggaran belanja, dengan nominal mencapai Rp 51.786.065.128,62. Ironisnya, dari 28 OPD tersebut, 15 di antaranya menganggarkan pembelian aset tetap pada anggaran belanja barang dan jasa, dengan nilai Rp 6.677.257.625,00. Ini sekadar contoh semata.

Di mana letak salahnya? Seharusnya, belanja untuk memperoleh aset tetap dianggarkan pada belanja modal, bukan pada belanja barang dan jasa yang dikapitalisasi kepada aset tetap yang sudah ada. Memprihatinkannya, praktik “salah kamar” penganggaran tersebut telah tercatat dalam mutasi tambah tahun 2023 pada kartu inventaris barang (KIB) dan telah disajikan pada neraca laporan keuangan Pemprov Lampung.

OPD mana saja yang “salah kamar” dalam penganggaran barang dan jasa pada anggaran tahun 2023 lalu? Badan Kesbangpol dengan nilai Rp 191.028.057,00, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Rp 1.571.694.662,00, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Rp 308.035.000,00, Dinas Kelautan dan Perikanan Rp 39.928.500,00, Dinas Kesehatan Rp 94.498.786,00, Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Rp 533.629.345,00, dan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Rp 248.733.500,00.

Selain itu, Dinas Pemuda dan Olahraga dengan nilai “salah kamar” anggaran sebesar Rp 607.261.403,00, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Rp 205.668.660,00, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Rp 614.294.255,00, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Rp 347.729.700,00, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya Rp 654.960.500,00, Dinas Sosial Rp 297.276.000,00, RSUD Abdul Moeloek Rp 402.920.257,00, dan Sekretariat Daerah Rp 559.598.000,00. Yang juga patut menjadi perhatian, “salah kamar” juga terjadi pada 26 OPD terkait penganggaran belanja habis pakai pada anggaran belanja modal, dengan nilai Rp 10.110.930.083,62.

Yang juga layak diungkap adalah adanya penggunaan sisa dana alokasi umum (DAU) yang tidak sesuai peruntukannya. Seperti diketahui, selama tahun anggaran 2023, Pemprov Lampung menerima dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp 1.801.100.499.930,00, dana alokasi khusus (DAK) Fisik sebanyak Rp 280.285.026.271,00, dan DAK Non Fisik Rp 828.933.383.449,00.

Dari ketiga pendapatan tersebut, sisa kegiatannya sebesar Rp 120.423.645.941,00. Namun, berdasarkan rekening koran kas daerah per 31 Desember 2023, yang tersisa sebagai saldo hanya Rp 15.200.944.214,02. Hal ini membuktikan bila terdapat penggunaan DAU sebesar Rp 105.222.701.726,98 diluar yang telah diatur dalam petunjuk teknis.

Digunakan untuk apa “geseran” DAU tersebut? Kabid Perbendaharaan BPKAD Pemprov Lampung mengaku, karena DAU specific grand (SG) P3K masih tersisa pada akhir tahun dan jumlah pegawai P3K formasi tahun 2022 dan 2023 yang ada di Pemprov Lampung lebih kecil dari formasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 212 Tahun 2022, maka sisa DAU digunakan untuk membayar belanja yang belum terbayarkan akibat keterbatasan dana di rekening kas umum daerah (RKUD).

Merunut pada hal-hal diatas, beban Mirza – Jihan sebagai Gubernur-Wagub Lampung mendatang –sebenarnya- bukan hanya bagaimana memikirkan penurunan jumlah utang dan defisit keuangan riil yang melejit tidak terkendalikan saja, tetapi juga memperbaiki “mental dan otak” jajaran birokrat yang akan menjadi pelaksana segudang visi misi, ide dan gagasannya. Selamat berjuang. (Team red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *