Lampung

Tantangan Global Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025

49
Tantangan Global Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025

Tintainformasi.com, Dr. Yunada Arpan, Dosen STIE Gentiaras Bandar Lampung —

Tinggal menghitung hari tahun 2024 segera berakhir. Beragam tantangan global akan dihadapi oleh banyak negara di dunia, mulai dari konflik geopolitik, hingga perubahan kepemimpinan di banyak negara. Tahun ini setidaknya lebih dari 60 negara melakukan pemilihan umum yang memunculkan pimpinan negara baru, baik di negara maju maupun negara berkembang. Termasuk Indonesia yang tentunya akan menimbulkan perbedaan arah kebijakan pasca pergantian pimpinan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto.

Perekonomian global diperkirakan akan menjadi tantangan terhadap kinerja ekonomi ke depan. Pertumbuhan ekonomi global diprediksi masih berjalan stagnan sebesar 3,3 persen pada tahun 2025 (World Economic Outlook, IMF, Juli 2024). Sementara IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi global akan tetap stabil di angka 3,2% pada tahun 2025, meskipun beberapa negara, terutama negara berkembang memiliki pendapatan rendah dan mengalami revisi penurunan pertumbuhan yang cukup besar.

Penurunan inflasi global yang masih terbatas menyebabkan tertundanya normalisasi kebijakan moneter bank sentral negara-negara maju. Di sisi lain, suku bunga global yang masih tinggi berdampak terhadap pengetatan likuiditas dan terbatasnya arus modal masuk ke Negara-negara berkembang. Hal tersebut akan memberikan tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Di sisi lain, fragmentasi dan proteksionisme akibat tensi geopolitik yang masih eskalatif, perang Rusia-Ukraina dan konflik di Timur Tengah yang belum mereda. Risiko persaingan hegemoni AS-Tiongkok masih berlanjut serta konflik kawasan Laut Cina Selatan yang kerap memanas.

Situasi global belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19 sehingga pada tahun 2025 aktivitas ekonomi global cenderung masih lemah dan bervariasi antarkawasan. Meski begitu kinerja ekonomi negara-negara maju masih cukup mampu mengadapi tantangan global, terlihat pada kuartal III-2024, ekonomi Amerika Serikat tumbuh 2,7% yoy. Sementara Eropa, laju ekonomi masih stagnan dan tumbuh di kisaran 0,9%.

Kesenjangan pertumbuhan khususnya negara-negara maju di Eropa dengan prospek yang yang lebih lemah akibat tekanan inflasi berkepanjangan serta krisis energi yang belum sepenuhnya mereda. Pada saat yang sama ekonomi Tiongkok mengalami tanda-tanda perlambatan pelemahan pertumbuhan ekonomi dalam 30 tahun terakhir. Tiongkok yang selama beberapa tahun belakangan bisa tumbuh di atas 10%, kini mengalami perlambatan laju ekonomi dan tumbuh di bawah 5%.

Berbagai dinamika dan situasi global sedikit banyak memberi dampak terhadap perekonomian termasuk Indonesia. Situasi perekonomian global yang masih sangat dinamis dengan risiko dan ketidakpastian, harus dan perlu terus diantisipasi karena dinamika perekonomian global akan memengaruhi situasi perekonomian domestik.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum pandemi Covid-19 cukup stabil di atas 5,0 persen per tahun, melebihi rata-rata pertumbuhan global 3,4 persen, dan negara berkembang anggota G20 lainnya sebesar 4,8 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025-2029 diperkirakan akan stagnan di angka 5,1%. Hal itu tertuang dalam laporan World Economic Outlook IMF edisi Oktober 2024.

Dengan melihat angka tersebut, tentunya kebijakan makro fiskal yang antisipatif dan responsif diperlukan untuk memitigasi dampak negatif dari risiko perekonomian global, serta menjaga lintasan pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat, inklusif dan berkelanjutan yang dipengaruhi kemajuan teknologi, pertumbuhan penduduk dan akumulasi modal. Kebijakan fiskal diarahkan untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi harus disertai penguatan SDM yang berkualitas melalui pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.

Tahun 2025 mungkin tidak menawarkan laju pertumbuhan ekonomi yang spektakuler, tetapi dengan langkah yang tepat, maka penyusunan masih memiliki peluang yang lebih realistis dengan kebijakan fiskal berdasarkan instrumen APBN. Arah kebijakan fiskal difokuskan untuk menjalankan 3 fungsi utama, yaitu: fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi melalui kebijakan penerimaan dan pengeluaran negara dengan distribusi yang diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif melalui optimalisasi belanja. Dengan stabilisasi baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga tetap berada pada jalur yang sustainable dalam rangka menghadapi ketidakpastian serta mendukung transformasi ekonomi di tahun 2025, dengan tetap menjaga kesinambungan APBN.

Untuk mendorong akselerasi pertumbuhan, perlu ada penguatan SDM yang berkualitas melalui pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Pembangunan infrastruktur juga terus dilanjutkan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi-sosial melalui penguatan infrastruktur konektivitas, energi, pangan, dan digital. Melalui infrastruktur yang memadai diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi, daya saing, efisiensi sistem logistik, dan mendorong mobilitas serta produktivitas.

Ekonom INDEF, Aviliani menyebut eskalasi global semakin kompleks dan risiko geoekonomi kembali meningkat. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, seharusnya pemerintah bisa menurunkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) melalui reformasi birokrasi dan penegakan hukum. Sedangkan arah kegiatan revolusi menuju negara industri, tentunya pembenahan di seluruh komponen penyusun Produk Domestik Bruto (PDB) terutama membangun kerja sama dengan pihak swasta. Termasuk dengan meningkatkan Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia dan kinerja usaha kecil.

Ketahanan Pangan

Pembangunan pertanian memberikan sumbangan bagi pembangunan daerah, dalam menopang pertumbuhan ekonomi melalui kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Mengingat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak. Kondisi ini diperlukan pengembangan sistem agribisnis yang terpadu. Selain itu, sistem pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk menyiapkan tenaga kerja yang relevan dengan tuntutan industri masa depan.

Pemerintah Indonesia menetapkan ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas utama dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp139,4 triliun pada tahun 2025. Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 270 juta jiwa masih banyak tantangan yang perlu diatasi. Pengalokasian anggaran yang signifikan ini semestinya ditujukan untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam meningkatkan swasembada pangan. Pada kenyatannya, Indonesia masih dihadapkan pada tingginya impor beberapa komoditas pangan penting, seperti gandum, gula, dan kedelai.

 

Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup, terjangkau, dan berkualitas bagi seluruh masyarakat. Langkah ini juga tentunya dapat mendorong pertumbuhan sektor pertanian, memperkuat ekonomi pedesaan, dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan.

Kita berharap, dengan anggaran dana sebesar Rp139,4 triliun yang akan digunakan untuk berbagai program yang bertujuan meningkatkan produktivitas pertanian, memperbaiki infrastruktur, dan memberdayakan petani skala kecil, sehingga bisa mengatasi tantangan pangan serta memastikan kesejahteraan rakyat dapat meningkat. Fokusnya pada peningkatan produktivitas, pembangunan infrastruktur, dan pemberdayaan petani skala kecil yang bertujuan untuk membantu menciptakan sistem pangan yang lebih kuat dan berkelanjutan. (Team.red)

Exit mobile version