Tintainformasi.com, Lampung Tengah — Dari 28 perusahaan Tapioka di Kabupaten Lampung Tengah, Cuma 1 yang masih menerima singkong yang akibatkan antrian panjang.
Ratusan truk bermuatan singkong terlihat mengantri panjang di sebuah perusahaan berhari-hari unruk menjual hasil panenan.
Antrian tersebut terjadi di PT BMK satu-satunya perusahaan di Lampung Tengah yang mau membeli singkong petani, tepatnya di Kampung Bumiraharjo, Kecamatan Bumiratu Nuban.
Ternyata dalam antrian banyak mobil tersebut, banyak juga singkong yang dari wilayah Lampung Tengah, Yang turut mengantri.
Menurut pengakuan Gumari salah satu sopir mengaku baru hari ini menjual singkong ke perusahaan Tapioka Lampung Tengah, Pasalnya di Lampung Timur mayoritas perusahaan pengolahan singkong tutup.
“Ya saya baru hari ini nganter singkong kesini, ini juga tau dari kawan-kawan sopir lainnya. Ini kayak nya besok lusa baru bisa bongkar mas,”ucap Gumari.
Dengan tidak nya adanya perusahaan tapioka yang menerima singkong, otomatis PT BMK yang menjadi sasaran.
“Ya gimana mas, singkong udah di cabut kalo tidak di kual ya busuk lah. Nama petani kita tidak tau seperti apa kebutuhan mereka mau murah juga tetep di jual mas,”katanya.
Dirinya juga berharap hal seperti ini bisa membaik, kasian petani kecil yang sudah mengandalkan hidup dari tanaman singkong.
Ditempat yang sama, salah satu sopir truk pengangkut singkong panen bernama Panut mengaku, dia sudah 2 hari mengantre untuk bisa menjual hasil panen seberat 8 ton.
“Saat saya datang memang sudah banyak antrean. Hari ini saja masih ada lebih dari 200 truk bermuatan singkong mengantre dan mobil masih terus berdatangan. Kurang lebih total muatannya ya 1.600 ton,” kata Panut, Selasa (28/1/2025).
Dia mengaku, karena hanya ada satu perusahaan yang buka, para sopir mau tidak mau menunggu giliran menjual singkong.
Padahal, singkong yang sudah dicabut jika dibiarkan lama di dalam mobil bisa berpotensi busuk dan tidak laku dijual.
Panut menyebutkan, selama dua hari mengantre, singkong di dalam mobil mengalami penyusutan bobot sekitar 400 kilogram.
Selain itu, Panut pun tekor karena uang jalan habis untuk makan pada saat mengantre.
“Kemungkinan hari ketiga saya baru bisa masuk (perusahaan) untuk bongkar hasil panen,”
“Selain singkong di mobil saya, ada banyak petani singkong yang ketar ketir singkong yang belum dicabut kena banjir minta dijual. Saya sampai bingung melayani permintaan jasa muat singkong padahal cuma di Lampung Tengah saja,” kata dia.
Panut mengatakan, perusahaan singkong di Kabupaten Lampung Tengah ada 28 unit.
Sedangkan ada ratusan lapak kecil pengepul singkong tersebar di wilayah Lampung Tengah.
Meski demikian, semuanya tutup sejak 24 Januari 2025, menyisakan satu perusahaan yang saat ini menjadi incaran para petani untuk menjual hasil panen.
Tutupnya perusahaan dan lapak singkong merupakan imbas dari penerapan surat edaran (SE) SE No 7 tahun 2025 tentang Pembinaan Petani dan Monitoring Harga dan Kualitas Ubi Kayu (singkong) di Provinsi Lampung.
Perusahaan tidak banyak yang mau menerapkan aturan tersebut, sehingga mereka memilih tutup produksi dan tidak menerima singkong petani.
“Harga di pabrik ini Rp 1.310 per kilogram dengan refraksi sekitar 28 persen. Dari harga tersebut petani mendapat untung bersih sekitar Rp 750 per kilogram,”
“Harga segitu petani mau-mau saja, karena tidak ada pilihan lain, cuma satu perusahaan yang buka, dan singkong mereka sudah urgent minta dipanen,” kata dia.
Dia berharap, distribusi penjualan singkong berjalan lancar dan tidak ada kendala.
Sebab, kata dia, yang diinginkan petani saat ini sesegera mungkin mencabut dan menjual singkong di ladangnya.
Panut pun mengklaim saat ini petani tidak keberatan dengan harga yang dibawah ketetapan surat edaran (SE) SE No 7 tahun 2025 tentang Pembinaan Petani dan Monitoring Harga dan Kualitas Ubi Kayu (singkong) di Provinsi Lampung.
“Kalau sudah begini petani tidak keberatan, soalnya kondisi di ladang mendesak karena kalau singkong kebanjiran bisa busuk,” tutupnya. (Team.Tinta)