Lampung

Kegagalan PJ Gubernur Lampung: Cermin Buram Kepemimpinan yang Menyisakan Problematika

55

Tintainformasi.com, Lampung —Kepemimpinan adalah seni menyelesaikan persoalan dengan bijak, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Namun, di bawah kendali PJ Gubernur Lampung saat ini, wajah pemerintahan justru tercoreng oleh berbagai kegagalan yang nyata dan terang-terangan disaksikan publik.

Salah satu sorotan utama adalah melonjaknya defisit dan utang Pemprov Lampung, yang kian menyesakkan ruang gerak pembangunan. Alih-alih menjadi penyelamat finansial, kebijakan yang diterapkan malah menyeret daerah ke jurang ketidakstabilan ekonomi.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Selain itu, pengelolaan aset daerah menjadi catatan kelam lainnya. Banyak aset strategis yang gagal dimanfaatkan dengan baik, bahkan menciptakan potensi konflik yang berkepanjangan. Situasi ini semakin mengkhawatirkan, karena pemerintah terlihat abai terhadap pengamanan dan pemanfaatan aset-aset tersebut untuk kesejahteraan rakyat.

Dalam ranah ekonomi, kegagalan mengevaluasi pengelolaan BUMD menjadi noda besar. Alih-alih menjadi sumber pendapatan daerah, banyak BUMD yang justru merugi, mencerminkan lemahnya tata kelola yang jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Tak hanya itu, kebijakan yang tidak populis memperparah citra PJ Gubernur Lampung. Salah satunya adalah polemik impor tepung tapioka yang dilakukan perusahaan besar di luar ketentuan. Dampaknya, harga singkong anjlok, melukai hati para petani lokal yang menggantungkan hidupnya pada hasil panen. Ironisnya, konflik harga singkong yang memicu aksi demonstrasi petani hanya direspons dengan ketidakhadiran sang gubernur, memperlihatkan lemahnya keberpihakan pada rakyat kecil.

Musibah banjir yang melanda Lampung beberapa waktu lalu menjadi tamparan lain bagi pemerintahan ini. Respons yang lamban dan keberadaan gubernur yang sulit dilacak menambah duka masyarakat yang tengah berjuang melawan dampak bencana.

Hal lain yang menjadi sorotan adalah minimnya penyerapan aspirasi masyarakat secara langsung. Pengabaian terhadap berbagai laporan, seperti konflik di Sugar Group Companies (SGC) yang dilaporkan oleh AKAR, hingga aksi elemen rakyat lainnya, menunjukkan lemahnya mekanisme komunikasi antara pemimpin dan rakyat.

Terakhir, kebijakan menjadikan Kota Baru sebagai proyek prioritas tampak seperti angan-angan belaka. Dengan kondisi ekonomi dan infrastruktur yang terbatas, program ini lebih layak disebut mimpi kosong daripada visi realistis.

Tak cukup sampai di situ, polemik juga merambah ke ranah struktural. Lelang jabatan yang penuh kontroversi, termasuk seleksi kepala sekolah yang menuai protes publik, mencerminkan betapa rapuhnya sistem pemerintahan di bawah kendali PJ Gubernur Lampung.

Kegagalan demi kegagalan ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan kenyataan pahit yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka tidak hanya kepercayaan publik yang terkikis, tetapi juga masa depan Lampung yang semakin suram.

Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mendengarkan, merespons, dan bertindak demi kepentingan rakyat. Jika prinsip ini terus diabaikan, maka Lampung akan menjadi saksi sejarah kelam atas kepemimpinan yang gagal.

(Red)

Oleh Indra Mustain, Ketua AKAR Lampung

Exit mobile version