Tintainformasi.com, Bandar Lampung — Kota Bandar Lampung sedang menghadapi persoalan banjir yang semakin sering terjadi dan berdampak luas pada kehidupan warganya. Banjir ini bukan hanya persoalan musiman, tetapi manifestasi dari serangkaian kesalahan perencanaan, tata kelola ruang, hingga kurangnya adaptasi terhadap kondisi alam.
Sebagai kota yang terletak di kawasan Delta beberapa sungai, pantai dan sebagian dataran rendah, Bandar Lampung seharusnya memiliki pendekatan pembangunan yang mempertimbangkan kondisi geografisnya. Namun kenyataan menunjukkan sebaliknya. Urbanisasi yang cepat telah mendorong pembangunan yang tidak terencana dengan baik. Kawasan resapan air menyusut, sementara pola pembangunan tidak lagi selaras dengan ekosistem sungai yang menjadi bagian integral kota ini.
Saat banjir melanda, banyak yang menyalahkan curah hujan tinggi atau air pasang. Padahal, persoalan ini jauh lebih kompleks. Banjir di Bandar Lampung adalah akibat dari lemahnya pengawalan terhadap tata ruang, buruknya sistem drainase, dan minimnya kolaborasi lintas sektor dalam mencari solusi.
Penyebab Utama
Ada tiga penyebab utama banjir yang kerap melanda Kota Bandar Lampung:
Tata Kelola Ruang yang Tidak Optimal
Pengalihan fungsi lahan terus terjadi tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Kawasan resapan air berubah menjadi area perumahan atau komersial, memperparah risiko banjir.
Drainase yang Tidak Terintegrasi
Infrastruktur drainase di kota ini sering tersumbat oleh sampah dan tidak mampu menampung volume air hujan yang besar. Pemeliharaan rutin pun jarang dilakukan, sehingga aliran air tidak berjalan dengan baik.
Dampak Perubahan Iklim
Naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim memperburuk banjir rob yang rutin melanda kawasan pesisir. Kombinasi banjir rob dan hujan deras menciptakan situasi yang semakin sulit diatasi.
Mengapa Kolaborasi Penting?
Bandar Lampung membutuhkan solusi yang tidak hanya bersifat teknis tetapi juga komprehensif. Penyelesaian banjir harus melibatkan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, komunitas, dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran besar dalam memastikan kebijakan tata ruang berjalan sesuai rencana dan menghindari alih fungsi lahan yang merugikan. Namun, keberhasilan kebijakan ini hanya dapat tercapai jika masyarakat turut serta menjaga lingkungannya.
Untuk mengatasi persoalan banjir di Bandar Lampung, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
Perbaikan dan Pengintegrasian Drainase
Sistem drainase kota harus segera diperbaiki dan dirancang ulang agar mampu menampung debit air yang lebih besar. Pemeliharaan rutin juga harus dilakukan untuk mencegah penyumbatan.
Penegakan Kebijakan Tata Ruang
Pemerintah perlu menegakkan kebijakan tata ruang dengan tegas. Pengawasan terhadap alih fungsi lahan harus diperketat, dan pembangunan di kawasan resapan air harus dihentikan.
Peningkatan Ruang Terbuka Hijau
Memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) adalah langkah penting untuk memulihkan kapasitas kawasan resapan air. RTH juga berfungsi mengurangi suhu kota dan meningkatkan kualitas hidup warganya.
Pendekatan Partisipatif
Solusi yang dihasilkan harus mencerminkan kebutuhan masyarakat. Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan warga agar kebijakan yang dibuat benar-benar menjawab persoalan di lapangan.
Peningkatan Kesadaran Lingkungan
Edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, termasuk tidak membuang sampah sembarangan, harus terus digalakkan.
Banjir Bukan Takdir
Banjir bukanlah takdir yang harus diterima seluruh warga Kota Bandar Lampung. Dengan perencanaan matang dan kolaborasi lintas sektor, banjir bisa diatasi. Namun, hal ini memerlukan komitmen bersama, mulai dari pemerintah, pelaku pembangunan, hingga masyarakat umum.
Kita harus bergerak bersama untuk membangun Bandar Lampung yang lebih adaptif, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Tanpa langkah nyata, banjir akan terus menjadi momok yang menghambat perkembangan kota ini. Mari kita ubah arah pembangunan Bandar Lampung menuju masa depan yang lebih cerah. (**)
Bandar Lampung: 18 Januari 2025.
Oleh: Pinnur Selalau.