Lampung

PT Teguh Wibawa Tidak Lagi Beli Singkong Petani

364
×

PT Teguh Wibawa Tidak Lagi Beli Singkong Petani

Sebarkan artikel ini
Tintainformasi.com, Lampung —Ditengah keseriusan Pemprov dan DPRD Lampung yang bahkan membentuk panitia khusus (pansus) tata niaga singkong- mengurai silang sengkarut persoalan harga komoditi ubi kayu tersebut, mendadak mencuat kabar bila salah satu perusahaan tapioka skala besar di Lampung, yaitu PT Teguh Wibawa Bhakti Persada tidak lagi membeli singkong petani. Mengapa perusahaan yang beralamat di Jalan Lingkar Luar Desa Kalicinta, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara, tersebut tidak mau lagi membeli singkong petani? Berdasarkan pengumuman yang ditandatangani Alimin selaku general manager perusahaan tertanggal 22 Januari 2025, tidak lain karena pabrik tutup. Pada pengumuman tanpa nomor surat tersebut diuraikan: Diberitahukan kepada seluruh agen/sopir/petani singkong dan pihak-pihak terkait lainnya bahwa hari Kamis, 23 Januari 2025, pabrik tutup tidak beli singkong sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Demikian surat pengumuman ini disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Ada persoalan serius apakah hingga pabrik dinyatakan tutup dan oleh karenanya tidak membeli singkong petani lagi? Sayangnya, sampai berita ini ditayangkan belum didapat penjelasan dari Alimin, GM PT Teguh Wibawa Bhakti Persada, yang menandatangani pengumuman tersebut. Namun menurut penelusuran, saat ini mayoritas perusahaan di wilayah Kabupaten Lampung Utara memang hanya sanggup membeli singkong dengan nilai Rp 1.150/Kg dengan rafaksi antara 16 sampai 20%. Tidak sesuai dengan Keputusan Bersama tanggal 23 Desember 2024 dimana harga singkong Rp 1.400/Kg dengan rafaksi 15%. Ketidakpatuhan perusahaan dalam menjalankan Keputusan Bersama itu sempat meletupkan aksi demo puluhan petani dengan membawa belasan truk memuat singkong ke kantor DPRD Lampung Utara. Namun, upaya mereka agar mendapat pengawalan para wakil rakyat menuju ke pabrik, sia-sia saja. Karena pada saat bersamaan, seluruh anggota DPRD tengah dinas luar daerah. Terkait dengan adanya pengumuman PT Teguh Wibawa Bhakti Persada bahwa mulai Kamis (23/1/2025) besok tidak lagi membeli singkong petani, anggota Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Ahmad Basuki, yang dimintai tanggapannya menyatakan, informasi itu menjadi bahan bagi pansus. “Akan kami jadikan bahan informasi mengenal hal ini,” kata Ketua Komisi II DPRD Lampung itu melalui pesan WhatsApp, Rabu (22/1/2025) siang. Sebelumnya, dalam perbincangan dengan media ini Jum’at (17/1/2025) pekan lalu, Ahmad Basuki menegaskan, kerja komprehensif yang dilakukan pansus adalah untuk menemukan persoalan mendasar terkait anjloknya harga singkong, agar hal tersebut tidak berulang setiap tahunnya. Legislator asal PKB ini mengungkapkan bila pansus juga menyeriusi persoalan penguasaan lahan oleh pabrikan selama ini. Karena ada indikasi telah terjadi penyimpangan penggunaan lahan antara izin dengan yang dipraktikkan di lapangan. Maksudnya? “Dugaan sementara saya, ada beberapa perusahaan yang menguasai lahan namun tidak digunakan sesuai peruntukannya. Misalnya, perizinannya untuk perkebunan sawit, namun kenyataannya sebagian lahan yang dikuasai dipergunakan untuk menanam singkong. Hal ini yang kami seriusi untuk digali dan dicermati,” tutur mantan Wakil Ketua DPRD Lampung Timur ini. Akibat permainan semacam itu, lanjut Ahmad Basuki -yang biasa dipanggil Abas-, petani yang memiliki lahan kecil, menjadi korban. Dimana panen dilakukan secara bersamaan dengan tanaman milik perusahaan. “Tentunya, pabrik akan mendahulukan mengambil atau membeli singkong hasil tanaman dari lahannya sendiri. Akibatnya, petani menjadi korban. Ironisnya lagi, pihak pabrik menyatakan jika kebutuhan pabriknya telah tercukupi oleh hasil dari lahan yang ‘dimainkan’ atas penguasaan yang dimilikinya. Jadi tidak membutuhkan bahan baku singkong dari petani lagi,” imbuhnya. Guna menyingkap praktik pelanggaran atas perizinan yang dimiliki pabrikan dalam penguasaan lahan, Ahmad Basuki mengaku, pansus meminta data trend pembelian singkong secara periodik minimal 3 tahun terakhir kepada beberapa perusahaan yang dikunjungi. “Selain itu, kami juga coba menghitung biaya produksi petani dan perusahaan. Dengan transparansi data, diharapkan bisa dihasilkan rekomendasi harga yang berkeadilan,” Abas menambahkan. Tidak hanya itu. Wakil Sekretaris DPW PKB Lampung ini juga menjelaskan, pansus menghitung pula nilai ekonomis produk turunan dari pemprosesan singkong, seperti kulit dan onggoknya. “Hal ini perlu dilakukan karena banyak perusahaan yang tidak menghitung produk turunan tersebut. Selama ini hanya tapiokanya saja yang dijadikan rujukan. Tentu saja ini tidak fair untuk petani,” bebernya. Ketua Komisi II DPRD Lampung ini juga mengaku, pansus mendalami temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II, dimana ada empat perusahaan produsen tapioka yang memiliki pabrik pengolahan di Lampung pada tahun 2024 lalu melakukan impor tepung dari Vietnam dan Thailand sebanyak 59.050 ton senilai 32,2 juta USD atau setara Rp 511,4 miliar. Bahkan, salah satu pabrik pengolah tapioka di Lampung diketahui menguasai 80% impornya, yaitu sebanyak 47.202 ton senilai 25 juta USD atau Rp 407,4 miliar. “Temuan KPPU itu sangat kami apresiasi. Dan kami tengah mendalami hal tersebut. Bisa saja kami akan adakan pertemuan dengan KPPU mengenai hal ini. Transparansi data dan fakta memang harus diungkapkan, demi perbaikan kehidupan petani singkong. Karena bagi saya, membela petani sama dengan membela kehidupan,” tegas Ahmad Basuki. (Team.red)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Thanks!