Bandar Lampung

Terungkap, Praktik Titip Tanam Tumbuh di Persidangan Kasus Bendungan Margatiga 

24

Tintainformasi.com, Bandar Lampung — Sidang perkara tindak pidana korupsi proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Margatiga, Kamis (30/1/2025) kemarin kembali digelar di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang. Duduk di kursi pesakitan adalah Alin Setiawan dan Okta Tiwi Priyatna.

Pada sidang keempat itu sedianya ada tujuh orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum, namun hanya tiga orang saja yang hadir. Yakni Alandes, pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Timur, Purnomo, bendahara Desa Trimulyo, dan Armi Panduyugo, warga Kota Metro.

Yang menarik dalam persidangan keempat kemarin adalah keterangan saksi Purnomo. Bendahara Desa Trimulyo itu terang-terangan mengungkap adanya praktik titip tanam tumbuh. Purnomo sendiri dimintai keterangan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Tanjung Karang selaku pemilik lahan yang juga menerima uang ganti rugi, dan kesaksiannya sebagai bendahara Desa Trimulyo.

Dalam keterangannya sebagai pemilik lahan, Purnomo mengaku memiliki tiga bidang tanah, dan dari tiga bidang tanah tersebut ia menerima uang ganti rugi lebih dari Rp 1 miliar.

Saat majelis hakim menanyakan, apakah tanam tumbuh yang ada di atas lahan itu semua riil atau ada yang fiktif, Purnomo awalnya ragu untuk menjawab. Namun setelah kembali ditanya oleh majelis hakim, akhirnya ia mengaku bahwa tanam tumbuh yang ada di atas lahan miliknya, ada yang riil, ada pula yang fiktif.

Bahkan, begitu pengakuan bendahara Desa Trimulyo itu, ada juga yang ditanam setelah penetapan lokasi terdampak. Yang tujuannya tidak lain untuk bisa mendapatkan uang ganti rugi yang lebih besar lagi.

Diakui Purnomo, dari tanam tumbuh fiktif tersebut, dia mendapatkan uang ganti rugi lebih dari Rp 100 juta.

Sementara pada keterangannya sebagai Bendahara Desa Trimulyo, Purnomo mengaku mendapatkan perintah dari terdakwa Alin Setiawan untuk menitipkan tanam tumbuh di atas lahan sembilan warga desanya. Berupa tanaman cengkeh dan alpukat.

Dari hasil titip tanam tumbuh ini, Purnomo mengurai, mendapatkan uang ganti rugi kurang lebih Rp 600 juta.

“Dari tanam tumbuh tersebut, dalam catatan saya, nilainya lebih kurang Rp 600 juta, Yang Mulia. Yang saya ambil dari warga Rp 200 juta, sisanya diambil langsung oleh pak Alin,” beber Purnomo.

“Lalu uang Rp 200 juta itu saudara gunakan untuk apa?” tanya majelis hakim. Purnomo menjawab: “Uang tersebut untuk membayar utang-utang pak Alin, dan sisanya saya bagi dengan dua perangkat desa lainnya, yakni Johan dan Ari.”

Purnomo mengaku, dari pembagian sisa uang titip tanam tumbuh tersebut dirinya mendapat bagian Rp 8.000.000. Yang telah ia gunakan untuk membeli jam tangan dan handphone.

“Saat ini barang-barang itu sudah saya serahkan kepada penyidik,” lanjut Purnomo dengan suara tercekat.

Atas pernyataan terang-terangan Purnomo itu, terdakwa Alin Setiawan merasa keberatan dan membantah apa yang disampaikan oleh bendahara desanya tersebut.

“Saya tidak pernah memberikan perintah untuk menitipkan tanam tumbuh pada sembilan warga saya. Hal ini juga sudah pernah diterangkan oleh beberapa warga yang menjadi saksi pada sidang sebelumnya, bahwa saya tidak pernah titip tanam tumbuh dan juga tidak pernah mengambil uang dari mereka,” jelas Alin.

Tampaknya, kasus patgulipat menangguk uang negara dalam PSN Bendungan Margatiga di Lampung Timur ini akan semakin seru. Mengingat telah mulai banyak warga yang berani menyatakan kebenaran. Kamis pekan depan, persidangan kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang. (Team.Tinta)

error: Content protected !!
Exit mobile version