Oleh: Dr. Agus Nompitu, S E, MTP
Tintainformasi.com, Lampung — Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Lampung pada tahun 2024 tercatat sebesar 73,13, menempatkannya sebagai yang terendah di Pulau Sumatera. Meskipun Lampung memiliki banyak perguruan tinggi, keberadaan institusi pendidikan tinggi yang melimpah tidak serta merta meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Problem IPM bukan semata-mata soal kualitas lulusan perguruan tinggi, melainkan mencerminkan kualitas hidup masyarakat sejak dari lahir hingga dewasa. Ketika angka stunting masih tinggi, akses sekolah/pendidikan dasar masih timpang, dan daya beli masyarakat rendah, maka IPM akan stagnan, meski jumlah kampus bertambah.
Sebagaimana kita dapat pahami bahwa IPM diukur berdasarkan tiga dimensi utama: pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak. IPM ini tentu dihitung menggunakan indikator empiris, bukan berdasarkan logika spekulatif atau asumsi, tetapi berdasarkan data resmi survei nasional dan sensus. Oleh karenanya, kita coba telaah lebih dalam setiap dimensinya di Provinsi Lampung :
- Pendidikan :
● Rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas di Lampung pada tahun 2024 adalah 8,36 tahun, meningkat dari 8,29 tahun pada tahun sebelumnya. Harapan lama sekolah (HLS) untuk anak usia 7 tahun adalah 12,78 tahun, naik dari 12,77 tahun. Meskipun ada peningkatan, angka ini masih menunjukkan bahwa banyak penduduk belum menyelesaikan pendidikan menengah atas.
● Banyaknya perguruan tinggi tidak otomatis meningkatkan kualitas pendidikan jika: Akses pendidikan dasar-menengah masih rendah. Angka rata-rata lama sekolah (RLS) di Lampung pada tahun 2024 sebesar 8,34 sedangkan Nasional 8,85. Menunjukan bahwa RLS di Lampung lebih rendah 0,49 tahun dibanding rata-rata Nasional. Artinya, secara rata-rata, penduduk usia 25 tahun ke atas di Lampung menempuh pendidikan formal hingga kelas 8 SMP, sedangkan secara Nasional mendekati kelas 9 SMP. - Kesehatan
● Umur Harapan Hidup (UHH) di Lampung pada tahun 2024 adalah 74,39 tahun, meningkat 0,22 tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan ini menunjukkan perbaikan dalam layanan kesehatan, namun masih terdapat tantangan dalam pemerataan layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil.
● Akses terhadap layanan kesehatan, gizi, dan sanitasi yang belum merata di wilayah pedesaan masih menjadi tantangan serius di Lampung. Angka stunting dan kematian ibu/anak juga masih tinggi di beberapa kabupaten. - Standar Hidup Layak
● Pengeluaran per kapita disesuaikan di Lampung pada tahun 2024 adalah Rp 10.965.000 per tahun, meningkat dari Rp 10.593.000 pada tahun sebelumnya. Meskipun ada peningkatan, angka ini masih di bawah rata-rata Nasional, menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Lampung relatif rendah.
● Selain itu, tingkat kemiskinan di Lampung pada September 2024 tercatat sebesar 10,62%, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 939.300 orang. Meskipun terjadi penurunan dibandingkan Maret 2024, angka ini masih menunjukkan bahwa lebih dari 1 dari 10 penduduk Lampung hidup di bawah garis kemiskinan.
● Masih relatif tingginya tingkat kemiskinan, terbatasnya akses terhadap pekerjaan layak, dan infrastruktur dasar yang belum memadai, juga mempengaruhi daya beli masyarakat dan mempersempit ruang bagi masyarakat untuk mengakses layanan dasar, yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara.
Dari data di atas, jelas bahwa rendahnya IPM Lampung bukan semata-mata karena kualitas perguruan tinggi yang belum optimal. Akan tetapi masalahnya jauh lebih kompleks. Lampung masih menghadapi tantangan yang multidimensional. Di bidang kesehatan, distribusi layanan dasar masih belum merata, khususnya di kabupaten seperti Mesuji, Way Kanan, dan Pesisir Barat. Di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah anak-anak kita masih di bawah rata-rata Nasional, dan tak sedikit guru di daerah tertinggal bekerja dengan sarana dan dukungan minim, serta pendapatan masyarakat yang masih rendah.
Rendahnya IPM yang dipublish dari data BPS, bagi Pemerintah Daerah bisa menjadi spirit yang positif, apalagi di awal-awal pemerintahan Gubernur Baru dan juga Bupati/Walikota juga baru, sekaligus sebagai sinyal peringatan untuk untuk mengevaluasi dan memperbaiki arah kebijakan dari yang sebelumnya.
Strategi pembangunan lintas sektoral perlu dilakukan secara komprehensif. Pendidikan dasar harus diperkuat, layanan kesehatan perlu diperluas ke desa terpencil, dan pembangunan ekonomi harus mendorong lapangan kerja produktif yang menyasar kelompok miskin.
Oleh karena itu, solusi untuk meningkatkan IPM Lampung harus bersifat holistik dan terintegrasi : - Pendidikan.
● Perlu ditingkatkan akses dan kualitas, utamanya pada pendidikan dasar dan menengah, serta memastikan pemerataan fasilitas pendidikan di seluruh wilayah.
● Wajib belajar 12 tahun gratis dan berkualitas, dengan penguatan BOSDA untuk SMA/SMK negeri dan swasta.
● Beasiswa afirmatif berbasis data desa, terutama untuk keluarga miskin dan rentan (PKH & PBI).
● Revitalisasi SMK dengan model teaching factory yang terhubung langsung dengan dunia industri lokal.
● Pendidikan jarak jauh berbasis digital untuk menjangkau wilayah 3T (tertinggal, terluar, terisolasi).
● Pelibatan CSR dan filantropi pendidikan untuk penyediaan beasiswa dan infrastruktur sekolah. - Kesehatan:
● Memperkuat layanan kesehatan primer, terutama di daerah terpencil, dan meningkatkan program kesehatan ibu dan anak untuk menurunkan angka kematian.
● Perluasan cakupan dan kualitas layanan Puskesmas 24 jam terutama di desa tertinggal dan pedalaman.
● Integrasi Posyandu berbasis digital untuk memantau gizi balita dan ibu hamil secara real-time.
● Pemberian insentif tenaga medis ke daerah sulit akses, termasuk dokter spesialis keliling.
● Program sanitasi terpadu dan akses air bersih berbasis komunitas (desa air sehat).
● Penguatan sistem rujukan berbasis transportasi darurat desa (ambulans desa). - Ekonomi
● Mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, seperti pengembangan UMKM dan sektor pertanian modern.
● Program hilirisasi pertanian dan perkebunan berbasis koperasi, agar petani naik kelas dari produsen primer menjadi pelaku agroindustri lokal.
● Ekspansi UMKM digital melalui pelatihan dan kemitraan e-commerce berbasis desa/kecamatan.
● Skema pembiayaan mikro ultra ringan lewat skema pembiayaan perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro, tentu dalam pengawasan & pembinaan OJK.
● Peningkatan konektivitas jalan usaha tani dan sentra ekonomi desa, sebagai prasyarat distribusi dan pasar.
● Pengembangan pariwisata berbasis komunitas untuk mendorong ekonomi alternatif inklusif.
Dengan demikian, penilaian terkait IPM yang rendah di Lampung menuntut pendekatan lintas sektor yang lebih menyeluruh —menggabungkan aspek pendidikan dasar-menengah, kesehatan masyarakat, dan ekonomi rumah tangga. Melalui pendekatan yang terintegrasi, Lampung dapat keluar dari posisi terbawah dalam IPM dan menuju masa depan yang lebih baik bagi seluruh warganya.
Harapan besar dengan semangat kebersamaan gotong royong kita semua dapat membantu bersinergi dan berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk dapat mewujudkan Visi Gubernur Lampung yaitu “Bersama, Lampung Maju, Menuju Indonesia Emas”. Semoga! *Penulis: Penggiat Ruang Demokrasi (RuDem).