BERITAOKISumatera Selatan

Teka Teki Jutaan Rupiah Anggaran Sewa Kios & los Pasar Kayuagung Tidak Jelas

54
×

Teka Teki Jutaan Rupiah Anggaran Sewa Kios & los Pasar Kayuagung Tidak Jelas

Sebarkan artikel ini
Seedbacklink

Tintainformasi.com, Kayuagung — Di tengah hiruk-pikuk aktivitas perdagangan yang tak pernah berhenti, aroma teka-teki keuangan mulai tercium dari jantung ekonomi masyarakat Kayuagung: Pasar Kayuagung. Meski telah bertarif jutaan rupiah per tahun, keberadaan anggaran dari hasil sewa los dan kios pasar tersebut kini mulai dipertanyakan banyak pihak.

Pasar tradisional yang menjadi pusat denyut nadi perekonomian rakyat itu, konon menyimpan cerita soal aliran dana sewa yang tidak jelas arahnya.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

“Iya, kita mempertanyakan kemana uang sewa los dan kios ini mengalir. Tarifnya Rp1,4 juta sampai Rp3 juta per tahun, tapi tidak pernah ada transparansi,” ujar seorang pedagang yang menjadi penyewa di pasar tersebut. Ia meminta agar identitasnya dirahasiakan demi alasan keamanan.

Biaya tersebut, kata dia, hanya untuk sewa los dan kios. Belum termasuk pungutan lain seperti biaya kebersihan, perawatan, hingga “biaya tambahan” yang kerap muncul tanpa kejelasan dasar hukum atau regulasi tertulis. Ironisnya, pedagang yang tidak menempati los resmi dan hanya berjualan di bahu jalan pun tak luput dari pungutan.

“Banyak uang beredar di pasar ini, Pak. Tapi kami tidak tahu ke mana perginya uang-uang sewa itu. Tidak pernah diumumkan atau ditempel laporan keuangannya. Semua serba gelap,” lanjutnya dengan nada kecewa.

Kebingungan pedagang semakin memuncak setelah proyek rehab los, kios, dan perbaikan jalan di area pasar yang menelan anggaran miliaran rupiah pada tahun 2023 lalu tak diikuti oleh kejelasan peruntukan dana sewa.

Proyek besar itu sempat disambut dengan optimisme oleh pedagang. Namun seiring waktu, muncul dugaan bahwa pembangunan tersebut tidak dibarengi dengan transparansi pengelolaan anggaran pasar secara menyeluruh.

“Kalau memang sudah dibangun dari APBD atau dana pusat, kenapa kami tetap dibebani sewa tinggi? Dan uang sewa itu dikelola oleh siapa? UPT Pasar? Dinas Perdagangan? Atau oknum tertentu? Ini yang belum pernah dijelaskan,” cetus sumber lain, seorang pengurus kelompok pedagang yang juga meminta namanya disamarkan.

Menurut sejumlah pedagang, isu ini bukan lagi rahasia umum. Namun, banyak yang memilih diam karena takut akan adanya intimidasi atau tekanan dari pihak tertentu.

“Semua tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Karena takut. Mungkin takut digusur, atau lapaknya dipersulit. Kami pedagang kecil, Pak. Gak bisa melawan,” ungkap sumber lainnya sambil tersenyum getir.

Situasi ini mengundang desakan dari sejumlah elemen masyarakat agar pemerintah daerah melalui dinas terkait segera melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan pasar. Termasuk mengungkap siapa pengelola dana sewa, ke mana dana tersebut dialokasikan, dan apakah sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Sejumlah aktivis antikorupsi juga mulai angkat suara dan mendorong dilakukannya investigasi oleh Inspektorat Daerah serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jika ditemukan indikasi penyalahgunaan anggaran atau pungutan liar berkedok sewa.

“Jangan sampai pasar yang menjadi sumber penghidupan rakyat kecil justru menjadi ladang gelap pemasukan tak bertuan. Ini soal hak publik untuk tahu,” ujar salah satu aktivis dari lembaga pemantau anggaran daerah.

Pengamat hukum dan tata kelola anggaran publik, Syarif Al Dhin, turut angkat bicara terkait polemik dana sewa los dan kios Pasar Kayuagung. Menurutnya, apabila tidak ada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana tersebut, maka berpotensi menyalahi prinsip good governance dan bahkan bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang atau pungutan liar.

“Kalau ada pungutan rutin seperti sewa, maka harus jelas siapa pengelolanya, dasar hukumnya apa, dan ke mana uang itu disetor. Bila tidak, maka itu berpotensi melanggar hukum, apalagi jika tidak tercatat dalam sistem keuangan daerah,” ujar Syarif kepada media, Sabtu (8/6/2025).

Syarif menambahkan, pengelolaan pasar rakyat, apalagi yang telah mendapatkan alokasi anggaran miliaran dari APBD, harus tunduk pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana pengelolaan aset dan pendapatan daerah harus disertai dengan pertanggungjawaban yang terbuka kepada publik.

“Jika terbukti dana sewa dikelola tanpa laporan resmi, maka itu bisa dilaporkan ke aparat penegak hukum. Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, setiap pejabat yang memanfaatkan jabatan untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu, dapat dikenakan sanksi pidana,” jelasnya.

Syarif juga mengingatkan pentingnya pengawasan dari DPRD Kabupaten OKI serta pelibatan inspektorat daerah untuk melakukan audit khusus terhadap keuangan pasar dan sistem pengelolaannya.

Dengan menguatnya suara-suara dari pedagang, aktivis, dan pengamat hukum, masyarakat kini menanti langkah konkret dari Pemerintah Kabupaten OKI. Apakah akan menjawab isu ini dengan audit terbuka, atau justru membiarkannya terus menjadi misteri pasar?

Satu hal yang pasti, suara dari bawah semakin nyaring: Pasar adalah ruang publik. Dan uang rakyat harus bisa dipertanggungjawabkan.

Sampai berita ini diterbitkan, diharapkan pihak Dinas Perdagangan Kabupaten OKI maupun pengelola Pasar Kayuagung dapat memberikan keterangan resmi. Para pedagang berharap, ke depan ada sistem sewa yang lebih transparan, akuntabel, dan berpihak kepada keberlangsungan usaha rakyat kecil. (ABS/Tim)





Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Thanks!