Tintainformasi.com, Kayuagung – Publik Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kini menanti sikap tegas Bupati Muchendi Mahzareki terkait posisi Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) OKI yang telah terlalu lama dijabat oleh IS. Sorotan terhadap jabatan strategis ini semakin tajam setelah mencuatnya dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran di lingkungan RSUD Kayuagung yang berada di bawah koordinasi Dinkes OKI.
Desakan agar dilakukan evaluasi hingga rotasi jabatan mencuat ke permukaan, termasuk dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Ketua LSM Libas, Husin Muchtar, menilai sudah waktunya Bupati Muchendi mengambil langkah konkret dan berani menyikapi posisi Kadinkes OKI yang telah dipegang lebih dari lima tahun.
“Iya, kita menunggu langkah tegas Bapak Bupati OKI, Muchendi, terkait lamanya jabatan Kadinkes OKI, IS, yang tak terganti meski sudah diwarnai isu-isu dugaan korupsi di instansi yang ia pimpin,” ujar Husin kepada awak media, Senin (21/7/2025).
Keresahan publik ini muncul seiring langkah penyelidikan yang tengah dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) OKI terhadap dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran pemeliharaan fisik bangunan di RSUD Kayuagung untuk tahun anggaran 2023 dan 2024. Kepala Kejari OKI, Hendri Hanafi, mengungkap bahwa timnya telah melakukan verifikasi lapangan di sembilan titik lokasi strategis rumah sakit.
Beberapa lokasi yang diperiksa antara lain ruang poli kebidanan dan kandungan, head care unit, ruang penyakit dalam, perawatan paru, serta instalasi rawat saraf. Tujuan dari verifikasi ini adalah untuk mencocokkan laporan pertanggungjawaban proyek dengan kondisi aktual di lapangan.
“Verifikasi lapangan ini merupakan bagian dari proses klarifikasi awal dalam rangka penyelidikan dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya terhadap belanja pemeliharaan fisik bangunan,” jelas Hendri kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Dalam proses penyelidikan, Kejari OKI turut menghadirkan sejumlah pihak terkait RSUD Kayuagung, termasuk Kabid Sarpras inisial P, Kasi Sarpras inisial W, dan penyedia barang dan jasa berinisial AR. Bahkan, Kejari juga menggandeng pihak eksternal seperti penyedia jasa konstruksi serta perwakilan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) OKI.
Tim penyelidik melakukan dokumentasi visual sebagai bukti pendukung, memastikan bahwa item pekerjaan sesuai kontrak benar-benar dilaksanakan di lapangan. Langkah ini merupakan bentuk komitmen penegak hukum terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara.
“Yang kami cermati adalah apakah setiap item pekerjaan dalam kontrak benar-benar telah dilaksanakan sebagaimana mestinya,” tegas Hendri.
Situasi ini menempatkan Bupati Muchendi dalam sorotan. Dengan penyelidikan hukum yang mengarah pada instansi di bawah tanggung jawab Kadinkes, publik bertanya: apakah Bupati akan segera melakukan evaluasi jabatan, atau justru membiarkan posisi itu tak tergantikan lebih lama lagi?
Pemerintahan yang responsif terhadap dugaan penyimpangan anggaran, terutama dalam sektor pelayanan kesehatan, dinilai menjadi indikator utama komitmen kepala daerah dalam mewujudkan tata kelola yang bersih dan berintegritas.
Di tengah proses hukum yang tengah berjalan dan tuntutan publik akan reformasi birokrasi, satu hal yang pasti: masyarakat OKI menunggu jawaban dari pucuk pimpinan daerah.
Apakah akan ada rotasi, mutasi, atau bahkan pemberhentian? Atau, apakah isu ini akan kembali tenggelam seperti kabar-kabar sebelumnya?
Hanya langkah tegas dari Bupati Muchendi-lah yang bisa menjawabnya.
Pengamat hukum nasional, Syarf Al Dhin, menyebutkan bahwa lambannya rotasi atau penyegaran jabatan, khususnya dalam jabatan strategis seperti Kadinkes, sangat rawan menimbulkan konflik kepentingan dan memperlemah integritas tata kelola pemerintahan daerah.
“Jika seorang pejabat terlalu lama menjabat di satu posisi, terlebih saat instansi yang dia pimpin tengah diperiksa secara hukum, maka kepala daerah wajib bertindak. Ini soal akuntabilitas dan kepercayaan publik,” tegas Syarf kepada media.
Menurutnya, dalam konteks dugaan korupsi, peran kepala daerah tidak bisa hanya bersifat pasif. Jika ada penyelidikan Kejaksaan yang mengarah pada instansi di bawahnya, maka kepala daerah punya dasar kuat untuk melakukan pembebasan tugas sementara atau rotasi jabatan.
Landasan Hukum yang Berlaku
- UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 67 huruf b:
Kepala Daerah berkewajiban menjunjung tinggi etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 69 ayat (1):
Kepala daerah dan wakil kepala daerah harus melaksanakan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. - UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 17 ayat (1):
Pejabat pemerintahan wajib menghindari benturan kepentingan dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan. - UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 3:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, jabatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Melihat dinamika yang berkembang, publik menaruh harapan besar kepada Bupati Muchendi untuk segera mengambil langkah konkrit—baik melalui rotasi jabatan, pembekuan sementara, maupun audit internal menyeluruh terhadap kinerja Dinas Kesehatan OKI dan RSUD Kayuagung.
Syarf Al Dhin menambahkan bahwa pembiaran terhadap jabatan yang dinilai bermasalah hanya akan memperlemah wibawa pemerintahan daerah.
“Kepemimpinan diuji bukan hanya saat kampanye, tapi saat dihadapkan pada keputusan tidak populer yang menyangkut integritas dan tanggung jawab terhadap rakyat,” tandasnya. (TIM/Red)