BERITAHUKUM & KRIMINALJawa Barat

Vonis Ringan Kasus Asusila Anak Picu Gugatan Perdata: Korban Hamil, Pelaku Tak Bertanggung Jawab

79
×

Vonis Ringan Kasus Asusila Anak Picu Gugatan Perdata: Korban Hamil, Pelaku Tak Bertanggung Jawab

Sebarkan artikel ini
Seedbacklink

Bekasi, Tintainformasi.com —

Tim Kuasa Hukum korban tindak pidana asusila terhadap anak di bawah umur resmi mengajukan gugatan perdata immateriil ke Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi, setelah putusan perkara Nomor :129/Pir.sus/2025/PN.Ckr (Khusus Anak) Incracht (berkekuatan hukum tetap) Gugatan ini diajukan sebagai bentuk tuntutan keadilan atas penderitaan mendalam yang dialami korban dan keluarganya akibat tindakan bejat terdakwa.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP, Penasehat Hukum korban, menyatakan kekecewaannya terhadap tuntutan jaksa dan putusan majelis hakim yang dianggap sangat ringan. Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut 10 tahun penjara, subsider 1 bulan, dan denda Rp100 juta. Namun majelis hakim hanya menambah ringan dengan menjatuhkan vonis 11 tahun penjara, subsider 3 bulan, dan denda Rp1 miliar.

“Bagaimana mungkin kami tidak kecewa? Ini bukan hanya tentang pasal dan angka hukuman. Ini tentang seorang anak di bawah umur yang diperkosa sebanyak tiga kali hingga hamil, melahirkan, dan kini merawat anak sendirian. Sementara pelaku tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun,” tegas Aslam Syah.

Lingkungan Abai, Korban Terkucil

Lebih memprihatinkan, keluarga korban mengalami pengucilan sosial dari lingkungan sekitarnya. Tak ada dukungan sosial, moril, maupun hukum dari masyarakat sekitar. Korban dan keluarganya terpaksa menghadapi proses panjang ini sendiri.

Padahal, terdakwa sempat menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Unit PPA Polres Metro Bekasi. Mediasi yang diajukan oleh pihak keluarga pelaku justru diingkari sendiri oleh mereka. Setelah perkara dilimpahkan ke kejaksaan, Jaksa Penuntut Umum pun dinilai tidak kooperatif, bahkan nomor telepon orang tua korban diblokir tanpa penjelasan apa pun.

“Kami merasa ditinggalkan. JPU seharusnya tetap memberi informasi perkembangan perkara, meskipun hanya melalui pesan singkat. Ini bentuk transparansi dan penghormatan kepada korban,” tambah PSF. Parulian Hutahaean, Ketua Tim Advokasi.

Sidang pembacaan putusan yang semula dijadwalkan pada 1 Juli 2025 juga sempat tertunda hingga 22 Juli 2025 tanpa alasan yang jelas, makin menambah beban psikologis korban.

Langkah Hukum Lanjutan: Gugatan Ganti Rugi Immateriil

Sebagai bentuk perjuangan keadilan, Tim Kuasa Hukum korban kini mengajukan gugatan perdata atas kerugian immateriil, sebagai upaya pemulihan hak dan martabat korban, serta memberikan efek jera dan peringatan bagi pelaku kekerasan seksual lainnya yang mengacu pada ;

Pasal 45 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002), yang menjamin hak anak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 82 ayat (1), (2), dan (4) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang, di mana pelaku kekerasan seksual terhadap anak dikenakan pidana berat termasuk tambahan hukuman dan ganti kerugian.

Pasal 1365 KUHPerdata, mengenai perbuatan melawan hukum dan hak untuk menggugat kerugian, baik materiil maupun immateriil.

“Ini bukan akhir. Ini awal dari babak baru untuk memperjuangkan keadilan yang belum ditegakkan sepenuhnya,” pungkas Parulian. ( Red )

Memuat judul...


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Thanks!