Tintainformasi.com, Bandar Lampung — Kasus kepergoknya lima pengurus HIPMI Lampung tengah menikmati narkoba jenis ekstasi di Room Calisto Astronom Karaoke Hotel Grand Mercure, Kamis (28/8/2025) malam lalu, terus mendapat perhatian besar dari berbagai tokoh masyarakat di Lampung.
Apalagi setelah diketahui lima pengurus HIPMI dan lima wanita pemandu lagu telah pulang ke rumah masing-masing. Karena BNNP melalui assesment hanya menjatuhkan sanksi rehabilitasi. Itu pun rehabilitasi jalan.
Diketahui, pengurus HIPMI yang dipergoki sebagai penikmat ekstasi dan diamankan BNNP Lampung itu adalah RML –Bendahara Umum-, S –Ketua Bidang 1-, RMP –Ketua Bidang 3-, dua anggota HIPMI: WM dan SA. Berikut lima wanita pemandu lagu.
Kasus ini menuai reaksi dari berbagai kalangan. Apa saja kata mereka? Berikut rangkumannya:
Tony Eka Candra (Ketua GRANAT Lampung):
Mendesak BNNP Lampung mengusut tuntas jaringan bandarnya. Jangan berhenti pada penangkapan pengguna semata.
Keterlibatan pengurus HIPMI Lampung sangat mencoreng citra organisasi, sekaligus alarm bahaya bahwa narkoba sudah menyusup ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk kalangan profesional dan pengusaha.
Ini momentum bagi aparat untuk membuktikan komitmen dalam memberantas narkoba tanpa pandang bulu. Jangan ada yang kebal hukum, siapapun yang terlibat harus diproses.
Gindha Ansori, SH, MH (Ketua GRANAT Bandarlampung):
BNNP harus terbuka ke publik, apakah mereka yang dipergoki memakai ekstasi itu pengguna saja atau pengedar –dalam arti sempit dan luas-, karena kalau keliru dalam menerapkan pasal dengan perbuatan pelaku, maka akan merugikan.
Jika pengguna saja, wajib direhab –bukan pulang ke rumah-, tapi bila sudah berkategori pengedar, maka penting untuk direhab dan juga diproses hukum.
M. Rizani (Ketua LPW Lampung):
Ini BNNP terlalu menekankan ke jumlah butir tanpa membuka fakta soal berat barang buktinya. Dalam SEMA 4/2010 jelas kok, delapan butir setara dengan 2,4 gram.
Kalau tujuh butir itu ternyata lebih dari 2,4 gram, kenapa fakta ini tidak diungkap? Justru disini letak dugaan manipulasi kasus. Publik digiring hanya dengan angka jumlah, bukan bobot sebenarnya. BNNP perlu segera membuka hasil laboratorium forensik agar masyarakat tahu fakta yang sebenarnya.
Anita Putri (Ketua GANMN) Lampung:
Kami berharap BNNP dapat menangani kasus ini dengan tegas dan adil, tanpa pandang bulu.
Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap tempat-tempat yang berpotensi jadi sarang peredaran narkoba.
Nerozely Agung (Ketua Umum Laskar Lampung):
Keputusan assesment yang dikeluarkan BNNP tampak sangat tergesa-gesa dan tidak berdasar. Kami akan meminta Mabes Polri turun untuk memeriksa dugaan adanya permainan keputusan assesment ini.
Dalam memberantas narkoba, jangan tebang pilih. Kami siap menggelar aksi demo di BNNP Lampung. Kami minta Walikota Bandarlampung untuk menutup karaoke di Hotel Grand Mercure yang diduga kuat jadi sarang peredaran narkoba.
Wahyudi (Ketua Umum Gepak Lampung):
Kasus narkoba pengurus HIPMI ini kembali menunjukkan ketidakadilan hukum. Kalau rakyat kecil yang tertangkap, langsung ditahan, dibawa ke persidangan, bahkan divonis berat.
Tapi kalau yang tertangkap adalah orang-orang berduit atau anak pejabat, hukum seolah bisa dinegosiasi. Inilah potret ketidakadilan yang membuat masyarakat semakin hilang kepercayaan pada penegakan hukum.
Rehabilitas itu jalan pintas untuk meloloskan para pelaku yang jelas-jelas sudah membeli, memiliki, dan mengonsumsi narkoba. Kalau terus begini, bukan menimbulkan efek jera, tapi justru membuat narkoba makin subur di negeri ini.
(Team.red)