Tintainformasi.com, Bandar Lampung, 22 Oktober 2025 —
Konflik agraria antara masyarakat adat Buay Mencurung di Mesuji dengan PT Sumber Indah Perkasa (SIP) hingga kini belum menemukan titik terang. Perselisihan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini berawal dari klaim masyarakat atas tanah ulayat yang mereka yakini merupakan warisan turun-temurun leluhur adat Buay Mencurung, sementara pihak perusahaan berpegang pada Hak Guna Usaha (HGU) yang sah secara administratif.
Ketegangan semakin meningkat dengan beredarnya video pernyataan yang menyinggung tatanan adat Lampung dalam konteks penyelesaian konflik agraria tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian pihak, termasuk pemerintah daerah, belum sepenuhnya memahami mekanisme hukum dan nilai-nilai adat dalam penyelesaian konflik agraria.
Sekretaris Jenderal Laskar Lampung, Panji Padang Ratu, menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria tidak boleh dilakukan secara sepihak dan harus memperhatikan hak konstitusional masyarakat adat.
“Negara tidak boleh abai. Reforma agraria harus menjadi sarana keadilan yang menyeluruh—memberikan kepastian hukum bagi perusahaan, tetapi juga melindungi masyarakat adat dari ketimpangan dan penggusuran,” ujar Panji.
Menurut Panji, dasar hukum yang harus dijadikan pedoman dalam penyelesaian konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan adalah Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, yang memperbarui Perpres Nomor 86 Tahun 2018.
Peraturan tersebut mengatur tentang penataan kembali struktur penguasaan dan pemilikan tanah secara adil, termasuk melalui penyediaan tanah untuk reforma agraria yang bisa berasal dari tanah negara maupun tanah dengan status hak pengelolaan (HGU) yang tidak produktif atau bermasalah.
Selain itu, Panji juga menyoroti pentingnya merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021, yang menegaskan bahwa reforma agraria di sektor kehutanan tidak hanya sebatas redistribusi lahan, tetapi juga harus menyentuh aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat, peningkatan produktivitas, dan konservasi sumber daya alam.
Laskar Lampung menilai bahwa konflik yang melibatkan masyarakat adat Buay Mencurung di mesuji dan PT SIP tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan hukum administratif, melainkan harus melibatkan dialog multipihak yang berkeadilan.
“Pemerintah tidak boleh berpihak. Semua stakeholder harus berperan aktif dalam memastikan hak masyarakat adat terlindungi, konflik tidak berlarut, dan penyelesaian dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan, dan kearifan lokal,” tutup Panji.
Laskar Lampung menyerukan agar pemerintah daerah, kementerian terkait, aparat penegak hukum, dan pihak perusahaan duduk bersama dengan melibatkan lembaga adat untuk mencari solusi yang adil dan berkeadilan sosial sebagaimana amanat Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.