Tintainformasi.com, Lampung — Gubernur Rahmat Mirzani tampaknya perlu memelototi pendapatan dari retribusi pemakaian kekayaan daerah. Mengapa? Karena ada indikasi penyimpangan.
Misalnya, aset tanah Pemprov Lampung di kawasan Bandara Radin Inten II Branti, Natar, Lampung Selatan. Aset seluas 112 hektar itu selama ini dikelola dan menjadi tanggung jawab Dinas Perhubungan (Dishub) Lampung.
Aset tanah yang dibeli era Gubernur Ridho Ficardo itu diniatkan untuk memperluas landasan bandara, guna menjadi bandara embarkasi haji. Namun, seiring bergantinya kepemimpinan di Pemprov Lampung, Gubernur Arinal Djunaidi tidak tertarik untuk menindaklanjuti ide pendahulunya.
Walhasil, tanah yang sudah bersertifikat atas nama Pemprov Lampung itu pun terbengkalai.
Menurut penelusuran inilampung.com, dalam perjalanannya tanah 112 hektar itu disewakan. Disebut-sebut Kadishub Bambang Sumbogo memberi kepercayaan kepada Kades Branti dalam sewa-menyewakan lahan pemprov itu.
Berapa harga sewa tanah pemprov di kawasan dekat Bandara Radin Inten II itu? Di lapangan didapat informasi, harga sewanya rata-rata Rp3.500.000 per hektar per tahun. Bila dikalikan 112 hektar, per tahun pendapatan Pemprov Lampung dari retribusi pemakaian kekayaan daerah ini mencapai Rp392.000.000.
Bagaimana faktanya? Menurut Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2024 sebagaimana diungkap pada LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 17A/LHP/XVIII.BLP/05/2025 tanggal 22 Mei 2025, dengan target pendapatan pada tahun 2024 sebesar Rp342.340.400, realisasinya hanya Rp110.210.600.
Ironisnya, retribusi yang dimasukkan ke kas daerah sudah sangat jauh bedanya dengan hitungan hasil sewa di lapangan -beda sekitar Rp282.000.000-, pendapatan retribusi aset tanah ini juga turun dibandingkan tahun 2023 lalu, di angka Rp121.612.000.
Menurut beberapa sumber, “hilangnya” pendapatan dari retribusi pemakaian kekayaan daerah atas aset tanah di Branti yang setiap tahunnya berkisar Rp282.000.000-an, diantaranya diakui Kades Branti untuk membuat gorong-gorong.
“Kadishub pernah sidak kesini. Dia kaget lihat banyak warga sudah bercocok tanam di tanah pemprov. Itu konsekuensi dari nyerahin pengelolaan aset ke kepala desa, tanpa ada tim pengawas dari Dishub,” kata mantan ASN Dishub Lampung yang mengetahui sejak awal pembelian lahan 112 hektar oleh pemprov, Rabu (15/10/2025) siang.
BPK menguraikan, realisasi retribusi pemakaian kekayaan daerah berupa tanah 112 hektar yang menjadi tanggung jawab Dishub di tahun 2024 sebesar Rp110.210.600 atau 32,19% dari target itu dikarenakan beberapa hal. Yaitu:
- Belum banyaknya warga penyewa lahan di Bandara yang melakukan pembayaran atau melunasi kewajibannya dengan berbagai alasan, seperti belum panen, dan lain-lain.
- Dishub sudah melakukan upaya agar target bisa tercapai atau penyewa sadar untuk melakukan pembayaran, dengan melakukan sosialisasi, rapat mengundang BPKAD Aset, dan memberikan surat teguran.
- Sampai awal Desember 2024 Dishub sudah mengirimkan surat teguran kedua berupa sanksi, tetapi sampai akhir Desember 2024 banyak warga penyewa tetap tidak juga membayarkan iuran sewa lahan Bandara tersebut.
Mengapa banyak penyewa yang “ngeyel” tidak mau membayar iuran sewanya? Penelusuran inilampung.com mendapat informasi adanya oknum Dishub dan APH yang mem-backing.
“Banyak permainan di bawah tangan di lahan Bandara ini. Kalau nggak diganti pejabatnya, aset ini jadi bancakan oknum aja,” kata seorang warga yang menyewa lahan milik pemprov melalui telepon Selasa (14/10/2025) malam.
Lalu apa tanggapan Kadishub Lampung Bambang Sumbogo mengenai tanggungjawabnya mengelola aset daerah tersebut? Telah dimintai konfirmasi sejak akhir pekan kemarin hingga Rabu (15/10/2025) siang, ia tidak memberi penjelasan. (Team.red)