TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG TENGAH — Diduga terdapat praktik Pungutan Liar (Pungli) Pengelolaan Anggaran Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) dan Bantuan Operasional Sekolah (Bos) di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Pasalnya dalam pemgunaan anggaran tersebut, pihak sekolah, tidak transparan kepada orangtua atau wali murid.
Hal tersebut di ungkapkan orang tua/wali murid HL (39) warga Kelurahan Yukum Jaya Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Saat pembagian raport di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Jum’at (16/17/2022) lalu.
Ia mengungkapkan, selama ini pihak SMA Negeri 1 Terbanggi Besar terkesan tidak transparan terkait SK siswa/i penerima bantuan Bosda. Bagaimana tidak, selama ini para wali murid tidak mengetahui siapa saja penerima bantuan dan seperti apa kriteria yang berhak menerima Bosda, karena selama ini tidak pernah ada sosialisasi kepada orang tua/wali murid, bahkan saat rapat bersama, juga tidak pernah disampaikan dan di publikasikan.
Dari informasi yang di himpun, pada tahun ajaran 2020/2021 total dana Bos yang diterima SMA Negeri 1 Terbanggi Besar sebesar Rp 2.037.585.000; dan pada tahun ajaran 2021/2022 total dana Bos yang diterima sebesar Rp 2.030.430.000; ditambah lagi uang Bantuan Bosda sebesar Rp 70.200.000;, dan uang hasil iuran komite sekolah sebesar Rp 4.616.500.000;.
“Bayangkan begitu besarnya anggaran pendidikan yang dikelola oleh SMA Negeri 1 Terbanggi Besar. Kami sangat menyayangkan, pengelolaan anggarannya tidak transparan baik kepada orang tua/wali murid, dan juga kepada dewan guru di sekolah, sehingga patut diduga di korupsi,” jelasnya.
Terpisah, Kepala SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Haryono, S.sos. M.Pd. saat dikonfirmasi terkait hal tersebut mengungkapkan, penerima Bosda tercatat ada 45 peserta didik yang menerima Bosda di sekolah, namun Haryono enggan memberikan keterangan terkait transparansi peserta didik yang menerima alokasi bantuan tersebut. Selain itu, pihak sekolah juga enggan memberi keterangan secara resmi prihal SK bagi penerima Bosda,
“Jumlahnya ada 45 siswa/i,” singkat kepsek.
Sebelumnya di beritakan, Kepala Sekolah setempat mengambil kebijakan terkait jumlah iuran biaya pembayaran komite sekolah yang nominalnya sudah di tetapkan, untuk di bebankan kepada wali murid sebesar Rp 3,5 juta. Selain iuran yang memberatkan, kebijakan untuk tidak menyerahkan hasil laporan belajar siswa, juga di keluhkan oleh para wali murid yang belum melunasi iuran disekolah setempat.
“Jika wali murid belum melakukan pembayaran biaya pendidikan sebesar 50 persen dari jumlah nominal yang di tetapkan, maka wali kelas tidak memberikan laporan hasil belajar kepada orang tua siswa. Lalu di arahkan untuk berkoordinasi dengan bendahara sekolah,” kata salah satu orang tua siswi.
Pihak sekolah juga di nilai tidak trasnparan, terkait laporan penggunaan dana bos, yang telah di terima untuk di pergunakan. Bahkan selama ini, walimurid hanya di undang untuk membahas iuaran sekolah, antara lain, uang seragam, kemudian bayaran komite sekolah, pembelian kalender dan biaya study tour yang nilainya mencapai jutaan rupiah.
Terpisah, pada saat pembentukan Satgas Gerakan Literasi di Kabupaten Lampung Tengah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Drs. Sulpakar, M.M. Sempat menerangkan bahwa, berdasarkan Undang-undang ada tiga sumber dana, dari Pemerintah Pusat sudah mengucurkan Dana Bos, Refitalisasi serta dana lainnya, Bos Daerah (Bosda) sumber dari Pemerintah Daerah termasuk Beasiswa dan Bangunan Fisik, baik dari Pemerintah Provinsi ataupun Kabupaten.
“Bisa juga pembiayaan dari pengusaha masyarakat dan orang tua siswa bagi yang mampu dan perduli terhadap pendidikan dan sumberdaya manusia. Ini harus di pahami oleh seluruh masyarakat, baik yang mampu dan tidak mampu, karena bagi yang tidak mampu harus tetap sekolah karena sudah di tanggung oleh Pemerintah. Mari kita tingkatkan lagi Mutu Pendidikan yang ada di Lampung Tengah, jadi Guru dan Kepala Sekolah harus disiplin,” tegas Sulpakar. (Tim)