BERITA

Sakit-sakitan dan Sering Kesurupan, Kembaran Walikota Bandar Lampung Diduga Manipulasi Tahun Lahir demi Pengobatan Alternatif

Icon Tintainformasi.com
3930
×

Sakit-sakitan dan Sering Kesurupan, Kembaran Walikota Bandar Lampung Diduga Manipulasi Tahun Lahir demi Pengobatan Alternatif

Sebarkan artikel ini
tyh3n46yh6mnyu5um6mn5u7muj5m7u57m

BANDAR LAMPUNG, Tintainformasi.com — Eka Afriana, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung sekaligus kembaran Walikota Eva Dwiana, secara terbuka mengakui telah memalsukan tahun kelahiran di dokumen identitasnya. Lebih lanjut, ia menjelaskan alasan perubahan tersebut terkait riwayat kesehatan masa kecilnya yang kerap disertai kesurupan dan kondisi fisik rentan, katanya kepada awak media di Kantor DisDikbud Bandar Lampung, Senin (26/5/2025).

“Saya memang sengaja mengubah tahun lahir atas saran orang tua untuk keperluan pengobatan alternatif. Pasalnya, sejak kecil saya sering sakit-sakitan dan mengalami kesurupan berulang hingga orang tua membawa saya ke banyak kiai,” jelas Eka dengan tegas.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Selanjutnya, ia menegaskan perubahan data itu terjadi saat usianya sekitar 30 tahun, jauh sebelum mengikuti tes CPNS, dan sama sekali tidak terkait syarat batas usia pendaftaran ASN yang kala itu 35 tahun.

Namun demikian, pengakuan ini tidak lantas menghapus kejanggalan publik. Faktanya, Eka tercatat lahir pada 25 April 1973, sementara kembarannya, Wali Kota Eva Dwiana, lahir 25 April 1970.

Padahal, secara logika biologis, mustahil anak kembar memiliki selisih kelahiran tiga tahun. Bahkan, adik mereka, Ernita, justru lahir pada 1972—satu tahun lebih tua dari Eka. Ketidakwajaran ini memicu spekulasi kuat adanya manipulasi data untuk kepentingan administratif.

Eka mengonfirmasi bahwa perubahan data tidak melalui prosedur resmi dan melibatkan dukungan keluarga, termasuk ibu dan pamannya. Meski demikian, ia memastikan dokumen akademik seperti ijazah SD-SMA tetap menggunakan data asli.

Ketika ditanya tentang risiko hukum, Eka menjawab, dia tahu ini pelanggaran pidana, tetapi waktu itu hanya mengikuti arahan orang tua.

“Saat tes CPNS pun, saya tidak yakin diterima karena sedang mengurus bayi dan sudah punya usaha,” jelasnya.

Di sisi lain, publik mempertanyakan integritas Eka sebagai pejabat pendidikan. Bagaimana mungkin seorang pemimpin dinas pendidikan menghindari prosedur hukum dalam mengubah data krusial?. Tak hanya itu, proses seleksi ASN juga dianggap gagal mendeteksi kejanggalan ini.

Menanggapi hal tersebut, Eka membantah tuduhan intervensi keluarga atau relasi kuasa dalam pengangkatannya sebagai ASN. Ia juga menyangkal klaim sebagai kembaran Eva Dwiana, meski kemiripan fisik dan hubungan keduanya sulit dipungkiri.

Sementara itu, dari keterangan sumber sebut saja Joni mengungkapkan fakta baru, pemalsuan tahun lahir Eka diduga terkait pengangkatannya sebagai ASN di Way Kanan tahun 2008.

Menurut informasi, saat itu usia Eka sebenarnya 38 tahun (jika lahir 1970), sementara batas maksimal pendaftaran ASN adalah 35 tahun.

Dengan demikian, perubahan tahun lahir ke 1973 secara otomatis membuatnya memenuhi syarat usia. Jelas sumber tersebut, “Mereka kembar, tidak mungkin berbeda tahun lahir. Apalagi, adiknya lahir 1972—ini jelas tidak logis!,” imbuhnya.

Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Badan Kepegawaian Nasional belum memberikan tanggapan resmi. Kasus ini semakin menyoroti kerentanan sistem birokrasi terhadap manipulasi data, terutama jika pelaku memiliki kedekatan dengan kekuasaan.

Hingga kini, masyarakat menunggu transparansi dan penegakan hukum yang konsisten untuk memastikan keadilan dalam tata kelola pemerintahan. (**)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Thanks!