Tintainformasi.com, Bandar Lampung —
(Bagian 1)
*Dr. Yunada Arpan, MM
Kepala LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gentiaras Bandar Lampung
OPINI
Minggu ini kita memperingati 78 tahun Koperasi Indonesia yang diperingati setiap tanggal 12 Juli, karena pada tanggal tersebut di tahun 1947 berlangsung Kongres Koperasi Indonesia pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat itulah tonggak sejarah gerakan koperasi nasional dimulai secara resmi. Koperasi sebagai pilar ekonomi Indonesia diposisikan sebagai penopang utama yang dapat mewujudkan ekonomi yang berkeadilan, inklusif, dan berbasis pada kekuatan rakyat.
Koperasi bukan sekadar badan usaha, tapi juga alat untuk mencapai cita-cita ekonomi nasional sesuai UUD 1945. Istilah pilar berarti penyangga utama atau fondasi, dalam konteks ini, koperasi dianggap sebagai salah satu penyangga utama perekonomian nasional karena Koperasi melibatkan partisipasi langsung masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Menumbuhkan kekuatan ekonomi rakyat secara kolektif. Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan” Hal ini selaras dengan prinsip koperasi yang mengutamakan kebersamaan dan gotong royong, bukan persaingan bebas kapitalistik.
Organisasi koperasi pertama kali muncul akibat ketimpangan sosial dan ekonomi, saat itu kaum buruh mengalami eksploitasi, upah rendah, dan kondisi kerja yang buruk, hingga mendorong terbentuknya organisasi-organisasi yang berusaha melindungi kepentingan ekonomi bersama terutama saat Revolusi Industri di Eropa pada abad ke-18 dan 19.
Awal mula koperasi modern dengan terbentuknya The Rochdale Society of Equitable Pioneers di Rochdale, Inggris, tahun 1844 didirikan oleh 28 pekerja tenun yang berusaha menyediakan bahan makanan murah dan berkualitas bagi anggotanya. Mereka merancang prinsip koperasi yang dikenal sebagai “Prinsip Rochdale” yang menjadi dasar koperasi di seluruh dunia, yaitu: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan secara demokratis, partisipasi ekonomi anggota, Otonomi dan kebebasan, pendidikan, pelatihan, dan informasi, kerja sama antarkoperasi dan kepedulian terhadap komunitas.
Seiring waktu koperasi mengalami perluasan global dan pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 koperasi telah menyebar hingga ke Asia terutama India, Jepang, dan kemudian ke Asia Tenggara.
Termasuk di benua Afrika, Amerika Latin serta Amerika Serikat. Hingga kini, koperasi telah beroperasi lebih dari 100 negara di dunia yang mencakup berbagai sektor seperti konsumsi, pertanian, keuangan, perumahan, energy dan digital. Koperasi telah berkembang dari sebuah gerakan solidaritas pekerja menjadi sistem ekonomi alternatif yang mendukung prinsip keadilan, demokrasi ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan. Di dunia modern, koperasi terus beradaptasi dengan teknologi dan tantangan global seperti digitalisasi dan ekonomi hijau.
Awal abad ke-20 gagasan koperasi sudah mulai dikenal di Indonesia saat masa penjajahan Belanda. Namun, koperasi belum berkembang karena penguasa kolonial lebih memihak pada perusahaan-perusahaan besar dan pedagang asing. Sejak kehadiran koperasi yang mulai dirintis pada masa kolonial hingga saat ini keberadaan koperasi mengalami pasang surut.
Bung Hatta memperkenalkan koperasi modern pada tahun 1927. Mohammad Hatta yang kita kenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, mulai menyuarakan pentingnya koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat. Dalam bukunya “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun”, Hatta menyatakan bahwa koperasi adalah sarana ekonomi kerakyatan dan bentuk perlawanan terhadap kapitalisme kolonial.
Mohammad Hatta memandang koperasi bukan sekadar organisasi ekonomi, tetapi juga sebagai gerakan sosial dan alat perjuangan rakyat kecil.
Gagasannya tentang koperasi sangat idealis, berakar kuat pada nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi ekonomi, dan semangat gotong royong dengan prinsip keadilan sosial untuk membantu pemerataan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pasal 2 UU No. 25 Tahun 1992 menegasksan “Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasarkan atas asas kekeluargaan.” Penekanan utamanya adalah Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar ideologis. Asas kekeluargaan menunjukkan bahwa koperasi bukan berorientasi laba semata, tetapi gotong royong, keadilan, dan kebersamaan.
Berdasarkan data statistik antara 2019–2023 sekitar 82.000 koperasi dibubarkan karena tidak aktif.
Jumlah koperasi di Indonesia per akhir tahun 2023 tercatat 130.119 unit koperasi aktif, terjadi penurunan sekitar 37,9 % dibanding jumlah pada tahun 2014 sebanyak 209.488 unit. Meskipun jumlah unit turun tetapi terdapat beberapa tren positif terkait kualitas, karena total modal koperasi justru meningkat dari Rp 200,66 triliun (2014) menjadi Rp 254,17 triliun (2023). Hingga Februari 2025, tercatat 131.000 koperasi terdata, dan pemerintah tengah melakukan evaluasi terhadap koperasi yang tidak aktif selama 5 tahun ini.
Meskipun kontribusinya terhadap PDB masih simpang siur (1 %–6 %), target 5,5 % pada 2024 menunjukkan arah strategis pemerintah. Ke depannya, fokus peningkatan kualitas tata kelola, digitalisasi, dan diversifikasi sektor akan menjadi kunci bagi koperasi agar menjadi lebih signifikan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satunya pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih untuk mengambil langkah-langkah terpadu dalam mendirikan, mengembangkan, dan merevitalisasi puluhan ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai inti utama artikel ini.
Pertanyaannya mengapa ribuan koperasi dibubarkan? Padahal koperasi punya potensi besar untuk berkembang sebagai penopang perekonomian melalui peran UMKM, pertanian, dan pemberdayaan anggota. Koperasi bukan hanya pelengkap dalam sistem ekonomi nasional, tetapi agen perubahan yang memiliki daya dorong besar terhadap keadilan, inklusi, dan pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan. Dengan peran sebagai katalisator, koperasi mampu menggerakkan ekonomi dari bawah, menghubungkan potensi lokal dengan pasar nasional bahkan global serta memperkuat fondasi ekonomi bangsa yang mandiri dan berkeadilan.
Terdapat beberapa alasan mendasar yang menjadi kendala sehingga koperasi di Indonesia lambat perkembangannya, mulai dari manajemen dan SDM yang masih lemah, tak heran bila banyak koperasi yang dikelola kurang professional dan minimnya pelatihan manajerial, akuntansi, dan penguasaan teknologi sehingga pengelolaan koperasi tidak efisien. Kurangnya pemahaman anggota sehingga banyak anggota yang belum memahami prinsip koperasi dan perannya dalam organisasi. Termasuk lemahnya modal dan akses pembiayaan, sistem akuntansi dan transparansi yang membuat kepercayaan anggota serta calon mitra kerja (investor dan bank) enggan untuk berperan.
Banyak koperasi yang masih berharap dan bergantung pada bantuan pemerintah, tetapi bantuan itu sering kali tidak dibarengi dengan pengawasan dan pendampingan yang cukup. Koperasi di Indonesia masih banyak yang berjalan sendiri-sendiri, belum membangun jaringan atau kerja sama antar koperasi secara luas (horizontal maupun vertikal). Padahal, dengan sinergi bisa memperkuat daya saing, khususnya dalam pemasaran dan logistik untuk menghadapi persaingan dengan Lembaga Ekonomi non-koperasi semacam minimarket, toko online, dan perusahaan financial technology (fintech).
Masih rendahnya adopsi teknologi digital terutama koperasi di daerah pedesaan yang umumnya belum mengadopsi teknologi informasi dalam operasionalnya. Masih terjadi stigma negatif terhadap koperasi, citra koperasi di sebagian masyarakat masih rendah karena banyak koperasi yang gagal atau bermasalah.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan di atas, koperasi tetap memiliki potensi besar untuk berkembang di Indonesia. Peluang pengembangan koperasi di Indonesia berdasarkan kondisi sosial-ekonomi, perkembangan teknologi dan kebijakan pemerintah. Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk mengembangkan koperasi sebagai pilar ekonomi rakyat yang inklusif dan berkeadilan. Dengan dukungan kebijakan, transformasi digital, dan kekuatan sosial masyarakat, koperasi dapat tumbuh menjadi kekuatan ekonomi alternatif yang relevan di era modern.
Berkembangnya gerakan pemberdayaan sektor informal dan UMKM menjadikan koperasi bisa menjadi wadah kolektif bagi pelaku UMKM, petani, nelayan, pengrajin, dan pekerja sektor informal untuk bersatu, memperkuat posisi tawar, dan mendapat akses ke modal serta pasar. Sebagai negara agraris, potensi besar di sektor pertanian, perikanan, dan perdesaan memiliki peluang tumbuh pesat jika disinergikan dengan kebijakan ketahanan pangan dan hilirisasi produk.
Terbukanya peluang kolaborasi dengan sektor swasta dan BUMN yang membuka kemitraan dengan koperasi, terutama koperasi karyawan dan koperasi produksi. Didukung oleh Corporate Social Responsibility (CSR) juga menjadi pintu masuk untuk memperkuat koperasi lokal. Meningkatnya kesadaran ekonomi syariah membuka peluang berkembangnya koperasi berbasis syariah. Generasi muda kini mulai membentuk koperasi digital dan koperasi startup, yang inovatif dan berbasis komunitas.
Apalagi pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Koperasi Merah Putih adalah bentuk terobosan baru dalam dunia perkoperasian di Indonesia yang diprakarsai oleh pemerintah sebagai upaya untuk memperkuat ekonomi rakyat. Lahirnya koperasi ini bukan tanpa alasan, ia merupakan respons strategis pemerintah terhadap tantangan dan peluang ekonomi nasional. Koperasi Merah Putih diharapkan menjadi instrumen kolektif yang mampu mempercepat pemerataan ekonomi, mendukung UMKM, dan mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi.
Koperasi Merah Putih merupakan sebuah inisiatif strategis dari pemerintah Indonesia yang dibentuk untuk memperkuat perekonomian rakyat melalui pendekatan gotong royong dan kemandirian ekonomi. Pembentukan koperasi ini tidak hanya memiliki latar belakang historis dan ideologis, tetapi juga merupakan respons terhadap tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Bersambung…..
Triple helix: kolaborasi strategis dukung Koperasi Merah Putih