BERITALampung Tengah

Jargon Sang Pejabat Sejahterakan Petani Singkong, Seperti Omong Kosong

338
×

Jargon Sang Pejabat Sejahterakan Petani Singkong, Seperti Omong Kosong

Sebarkan artikel ini

Tintainformasi.com, Lampung Tengah — Senyum kecut petani singkong di Kabupaten Lampung Tengah, Mampukah Peraturan Gubernur Lampung Nomor 36 Tahun 2025 mengangkat kesejahteraan petani singkong yang ada di Lampung.

Perjuangan panjang petani mendatangi pejabat yang berwenang bukan sekali dua kali kita lihat upaya masyarakat dan organisasi yang menyuarakan jeritan petani singkong, tapi tetap nihil sampai sekarang.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Keluh kesah petani tetap berlanjut masih belum sepenuhnya merasakan manfaat dari aturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah terutama terkait potongan timbangan.

Dari Peraturan Bupati, Peraturan Gubernur, Sampi Peraturan Menteri. Tetap saja kita lihat realita nasib petani singkong di Provinsi Lampung satu tahun ini belum menunjukkan ke arah kata sejahtera.

Sangat miris, Petani masih dibuat repot perusahaan pengolah singkong yang tidak sepenuhnya mengikuti kebijakan dan justru membuat aturan sendiri yang sudah jelas tidak pernah berpihak kepada petani.

Reza Hambali (35) petani singkong asal Kecamatan Gunung Sugih, dia menyebutkan bahwa sampai saat ini perusahaan masih ada yang memakai potongan timbangan 45-50 persen.

“Petani singkong di Kabupaten Lampung Tengah sangat setuju dengan upaya yang dilakukan pemerintah, namun realita di lapangan ternyata tidak sesuai,”jelasnya.

Baru-baru ini keluar lagi regulasi yaitu Peraturan Gubernur Lampung Nomor 36 Tahun 2025 soal sanksi yang akan berlaku untuk 10 November nanti, tapi bagi petani singkong surat gubernur hanya akan jadi macan kertas.

“Bukan tanpa alasan, Saya tidak yakin sanksi dari regulasi tersebut, karena sebelumnya sudah ada kesepakatan yang langsung dikawal oleh Kementerian Pertanian namun tidak diindahkan perusahaan, apakah selama ini ada sanksi kepada pihak perusahaan,”tandasnya.

Seperti surat kesepakatan harga ubi kayu dengan Nomor 8-0310/TP-200/0/01/2025 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Setelah kesepakatan itu dilanggar, seluruh petani singkong mendapati hasil panen nya dibeli dengan harga Rp 1.350 namun potongannya yang tidak menentu di tiap-tiap perusahaan.

“Sebetulnya kami setuju dengan semua aturan yang sudah dibuat untuk petani singkong, ya jelas setuju banget karena biar jual beli sama-sama adil, cuma kami ragu kalau kebanyakan aturan tapi tidak bisa diterapkan,”

Fakta dan Kenyataan nya di lapangan potongan timbangan ada yang 45 sampai 50 persen. Dan sayangnya petani terpaksa mengikutinya karena kalau tidak begitu singkong kami mau dijual kemana.

Hal yang sama di sampaikan Angga (38) selaku petani singkong di Kecamatan Bekri mengatakan bahwa keuntungan yang bisa dibawa pulang dari potongan timbangan 45 sampai 50 persen yakni Rp 450-500 rupiah per kilogram.

Dia mengatakan, keuntungan tersebut sudah dipotong ongkos mobil angkut dan kuli cabut panen.

Angga berharap, jika ada aturan baru yang penerapannya akan melibatkan bupati untuk mengawasi lapak dan perusahaan yang nakal, maka dia mendukungnya.

Namun, Angga juga meragukan kekuatan aturan tersebut jika akan berakhir sama seperti aturan sebelumnya yang tidak digubris oleh pembeli singkong.

“Misal kalau tanggal 10 November nanti Pergub Nomor 36 Tahun 2025 sudah berlaku dan bisa menindak pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan harga acuan, kami akan sangat berterimakasih,”

“Tapi kalau saat aturan itu sudah diterapkan namun tidak ada perubahan untuk kedepannya, sama saja bohong dong,” tutupnya.

Memuat judul...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *