Bandar LampungLampung

Ketua KMBI Provinsi Minta Walikota Eva Dwiana dan DPRD Bandar Lampung Sikapi Serius Penyimpangan Dana BOS Tahun 2022 Senilai Rp 4,7 Miliar 

209
×

Ketua KMBI Provinsi Minta Walikota Eva Dwiana dan DPRD Bandar Lampung Sikapi Serius Penyimpangan Dana BOS Tahun 2022 Senilai Rp 4,7 Miliar 

Sebarkan artikel ini
TINTAINFORMASI.COM, BANDAR LAMPUNG – Kucuran dana bantuan operasional sekolah (BOS) telah rutin setiap tahunnya. Pun peraturan penggunaanya juga telah lengkap, tetapi faktanya, tetap banyak pengelola sekolah yang “memainkan” dana BOS tidak sesuai ketentuan. Seperti yang terjadi pada lembaga pendidikan yang berada di bawah pembinaan dan pengawasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung. Diketahui, Pemkot Bandar Lampung pada tahun 2022 menganggarkan belanja BOS sebesar Rp 99.034.181.101, dengan realisasi Rp 95.616.484.813. Dari uji petik yang dilakukan BPK RI Perwakilan Lampung hanya kepada lima SMPN dan 10 SDN dari ratusan lembaga pendidikan negeri yang menjadi tanggung jawab Disdikbud Bandar Lampung, terkait bukti pertanggungjawaban atas penggunaan dana BOS, diketemukan adanya realisasi yang tidak sesuai ketentuan sebanyak Rp 4.735.883.800. Dari penyimpangan sebesar Rp 4,7 miliar itu, yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai petunjuk teknis dan telah mengemplang uang BOS sebesar Rp 28.132.000, karena dipakai untuk biaya makan minum harian para guru. Hal itu terjadi pada SDN 2 Rawa Laut, yang memakai dana BOS untuk makan minum guru sebanyak Rp 26.382.000, dan di SDN I Langkapura Rp 1.750.000. Yang lebih parah terjadi pada SDN I Sukarame. Menurut pemeriksaan uji petik BPK, terdapat penggunaan dana BOS untuk pembayaran honor kepada lima guru tidak tetap dengan nominal masing-masing menerima Rp 900.000 per-bulan. Sehingga total dana yang dikeluarkan dari dana BOS sebesar Rp 54.000.000. Namun faktanya, kelima guru tidak tetap tersebut hanya diberi honor per-bulan antara Rp 500.000 sampai Rp 600.000 dari yang seharusnya Rp 900.000 sesuai SK Kepala SDN I Sukarame. Lalu uang potongan dari hak lima guru tidak tetap tersebut untuk apa? Baik Kepala SDN I Sukarame maupun Bendahara BOS mengajukan alasan bila selisih pembayaran honor terhadap lima guru tidak tetap digunakan untuk membiayai kegiatan sekolah yang tidak terduga. Ironisnya, Kepala SDN I Sukarame dan Bendahara BOS tidak bisa menunjukkan bukti adanya kegiatan tidak terduga dimaksud. Atas adanya pemotongan honor terhadap lima orang guru tidak tetap maka terdapat penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 21.600.000. Juga ditemukan penyimpangan penggunaan dana BOS pada SDN I Sukarame, SDN I Kota Karang, SDN I Langkapura, SDN I Palapa, SDN I Rawa Laut, SDN I Sukabumi, dan SMPN 19 Bandar Lampung menyangkut pemberian honor tenaga kependidikan yang melebihi SK, pemberian snack kegiatan, nilai pada bukti pertanggungjawaban lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada SPJ, hingga kegiatan yang beririsan serta tidak terdapat pelaporan pertanggungjawaban belanja BOS. Dari penggunaan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya ini, telah terjadi penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 16.420.600. Dimana pada SDN I Kota Karang dari nilai realisasi belanja Rp 19.500.000, nilai belanja riil hanya Rp 14.000.000, terdapat selisih Rp 5.500.000. Pada SDN I Langkapura, dari nilai realisasi belanja Rp 3.150.000, belanja riil Rp 1.050.000, sehingga terdapat selisih Rp 2.100.000. Yang terjadi pada SDN I Palapa sangat keterlaluan. Dari nilai realisasi belanja Rp 2.310.000, nilai riilnya 0 alias tidak dipergunakan, sehingga tercatat selisihnya Rp 2.310.000. Sedang pada SDN I Sukabumi, dengan nilai realisasi belanja Rp 1.200.000, realisasi riilnya Rp 836.600, dengan demikian ada selisih Rp 363.400. SDN 2 Rawa Laut dengan realisasi belanja Rp 7.450.000, belanja riilnya Rp 5.615.300, terdapat selisih Rp 1.834.700. Dan pada SDN I Sukarame dengan nilai realisasi belanja Rp 1.800.000, belanja riil Rp 630.000, terjadi selisih Rp 1.170.000. Sementara di SMPN 19 Bandar Lampung dari realisasi belanja Rp 8.142.500, yang riil sebesar Rp 5.000.000, sehingga terjadi selisih Rp 3.142.500. Terkait dengan penggunaan dana BOS yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban terjadi pada tujuh lembaga pendidikan dengan nilai Rp 14.691.700. Hal itu terjadi pada SDN I Kota Karang sebesar Rp 1.000.000, SDN I Langkapura Rp 1.525.000, SDN I Palapa Rp 6.178.500, dan SDN I Sukabumi Rp 840.000. Selanjutnya pada SDN I Sukarame sebesar Rp 2.210.000, SMPN 19 Bandar Lampung Rp 1.978.200, dan SMPN 14 Bandar Lampung senilai Rp 960.000. Seperti diberitakan sebelumnya, menyusul dicoretnya dana pendukung program pendidikan berbasis bina lingkungan (biling) oleh DPRD Bandar Lampung dari APBD-P 2023 untuk pembelian tas sekolah, baju seragam, dan sepatu bagi anak didik SDN dan SMPN berlatarbelakang keluarga kurang mampu, urusan pendidikan di Ibukota Provinsi Lampung ini mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Ketua Komunitas Minat Baca Indonesia (KMBI) Provinsi Lampung, Gunawan Handoko. Menurut dia, dibandingkan masalah pencoretan anggaran pendukung program biling, ada persoalan serius yang sampai saat ini masih menggantung. Yaitu realisasi belanja dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun 2022 yang tidak sesuai ketentuan dan diduga merugikan keuangan daerah tidak kurang dari Rp 4 miliar. Dijelaskan, dari realisasi dana BOS sebesar Rp 95.616.484.813, yang digunakan untuk belanja pegawai BOS sebanyak Rp 31.985.754.346, belanja barang dan jasa BOS Rp 41.735.432.740, serta belanja modal BOS Rp 21.895.297.272, terdapat penyimpangan yang cukup signifikan. Mengutip data dari BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkot Bandar Lampung Tahun 2022, Gunawan Handoko menguraikan, pelaksanaan program BOS di Bandar Lampung sarat dengan penyimpangan. “Misalnya, dana BOS digunakan untuk biaya makan minum harian guru. Jelas hal ini menyalahi petunjuk teknis penggunaan dana BOS yang diatur dalam peraturan Menteri. Belum lagi adanya pemotongan atas pembayaran honor guru tidak tetap. Hal semacam ini merusak dunia pendidikan di Bandar Lampung,” lanjut Gunawan Handoko, Jum’at (29/9/2023) siang. Ketua KMBI Provinsi Lampung ini meminta Walikota Eva Dwiana dan DPRD Bandar Lampung untuk menyikapi dengan serius adanya penyimpangan dana BOS pada tahun 2022 yang nilainya mencapai Rp 4,7 miliar. “Kalau dana sebesar itu masuk ke kas daerah, kan bisa dipergunakan untuk membantu anak didik yang masuk program biling. Persoalannya, sampai saat ini dana BOS yang disimpangkan itu masih menggantung. Tidak jelas apakah sudah dikembalikan oleh yang menggunakannya atau justru dipergunakan untuk hal-hal lain,” imbuhnya. Bila merunut pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkot Bandar Lampung Tahun 2022, realisasi belanja dana BOS yang tidak sesuai ketentuan nominalnya mencapai Rp 4.753.883.800. Dana BOS yang disimpangkan itu terdiri dari penggunaan tidak sesuai petunjuk teknis sebesar Rp 28.132.000, realisasi belanja berupa pembayaran honor guru tidak tetap yang dipotong dari seharusnya, Rp 21.600.000, realisasi belanja tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya Rp 16.420.600, realisasi belanja tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 14.691.700, digunakan untuk membayar honorarium kepada ASN sebesar Rp 720.000. Yang paling parah adalah membayar honorarium kepada 159 guru tidak tetap yang belum tercatat pada administrasi dapodik sebanyak Rp 1.150.210.000, dan pembayaran honorarium kepada 405 guru tidak tetap yang belum memiliki NUPTK sebesar Rp 3.585.709.500. Menurut penelusuran, sampai saat ini dana BOS tahun 2022 yang disimpangkan tersebut belum dikembalikan ke kas daerah. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content protected !!