TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG UTARA — Indikasi perselingkuhan penggunaan anggaran reses di DPRD Lampura memang layak diurai tuntas. Karena 45 wakil rakyat justru ditengarai mengangkangi uang yang diwakilinya.
Bila pada kegiatan reses 2022 direkomendasikan oleh BPK RI Perwakilan Lampung untuk mengembalikan ke kas daerah sebanyak Rp 82.384.835, dan adanya belanja yang tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp 613.000.000, maka sesungguhnya masih ada dana reses tahun 2021 yang tertunggak sebanyak Rp 404.427.248, dan hingga saat ini tidak jelas pengembalinnya ke kas daerah Pemkab Lampura.
Pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lampura Tahun 2021, Nomor: 31/LHP/XVIII.BLP/02/2022 tanggal 23 Mei 2022, diungkap adanya belanja reses di Sekretariat DPRD Lampura sebesar Rp 1.765.800.000 yang tidak sesuai peruntukannya, karena diserahkan tunai dan dibelanjakan dalam bentuk sembako. Juga adanya belanja perjalanan dinas biasa sesuai ketentuan perundang-undangan sebesar Rp 179.610.000.
Atas masalah pada reses Dewan tahun 2021 itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Budi Utomo agar memerintahkan Sekretaris DPRD memproses dan mengembalikan ke kas daerah kelebihan pembayaran makan minum jamuan rapat dan sewa peralatan serta alat musik sebanyak Rp 326.317.248, dan belanja perjalanan dinas biasa sebesar Rp 179.610.000. Totalnya Rp 505.927.248.
Tuntaskah masalahnya? Ternyata tidak.
Menurut data BPK, hingga 23 Mei 2022 silam, baru dikembalikan ke kas daerah sebanyak Rp 101.500.000. Sehingga dana reses tahun 2021 yang hingga kini masih tertunggak sebanyak Rp 404.427.248.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kegiatan reses anggota DPRD Lampura selalu diselimuti persoalan permainan anggaran. Pada tahun 2022, pengadaan makan minum yang dalam kontrak ditangani tiga perusahaan -CV RR B, CV SM, dan CV WDM- dengan anggaran Rp 780.534.000, ternyata yang menangani justru pihak lain, yang tidak terdapat dalam kontrak, yaitu PHH.
Dan setelah pembayaran atas kontrak pekerjaannya, ketiga perusahaan menyerahkan cek giro kepada PHH dengan nilai Rp 695.384.835, setelah dipotong PPh dan PPn sebesar Rp 85.149.165, dari pembayaran Rp 780.534.000.
Oleh PPH cek giro diserahkan kepada DW, pegawai wanita yang merupakan staf PPTK Sub Kegiatan Pelaksanaan Reses. Kemudian, DW mencairkan cek tersebut sebanyak Rp 695.384.835, digunakan untuk pembayaran pelaksanaan kegiatan reses tahap pertama 2022.
DW mengaku, dana Rp 613.000.000 diserahkan kepada 45 anggota DPRD Lampura, dengan jumlah yang bervariasi untuk masing-masing wakil rakyat. Dalam keterangan lain, DW mengaku yang diserahkan kepada anggota DPRD hanya Rp 376.000.000 dari Rp 613.000.000. Namun, 27 anggota Dewan yang menjawab permintaan keterangan BPK menyatakan, hanya menerima dana reses sebesar Rp 347.800.000 saja. Sehingga terjadi selisih Rp 28.520.000.
BPK mengakui, sampai batas akhir pemeriksaan, keberadaan anggaran yang telah dicairkan atas nama tiga penyedia jasa kegiatan reses sebesar Rp 237.000.000, belum dapat ditelusuri.
Dana reses yang dipegang DW kemudian ia bagi kepada beberapa pihak. Termasuk kepada jajaran pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD Lampura sebanyak Rp 37.000.000, dengan jumlah yang bervariasi bagi masing-masing pejabat.
Dari penelisikan terhadap penggunaan anggaran reses tahap pertama 45 anggota DPRD Lampura tahun 2022 ini, BPK menilai terjadi indikasi kerugian keuangan daerah sebanyak Rp 82.384.835, serta belanja kegiatan reses yang tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp 613.000.000 atas belanja yang diserahkan secara tunai kepada anggota DPRD.
Apa rekomendasi BPK? Direkomendasikan kepada Bupati Lampura agar memproses indikasi kerugian daerah dan mengembalikannya ke kas daerah, berupa belanja kegiatan reses sebesar Rp 82.384.835, dan belanja makan minum senilai Rp 484.679.500.
Sudahkah rekomendasi BPK tersebut dijalankan Sekretaris DPRD Lampura, Eka Dharma? Sampai berita ini ditayangkan, belum didapat penjelasan dari yang bersangkutan. Walau telah disampaikan permohonan konfirmasi. (***)