LampungLampung Timur

Soal Dana Hibah Bermasalah DPRD Lampung Timur’Jangan Cuma Diam Duduk Datang Pulang

25
×

Soal Dana Hibah Bermasalah DPRD Lampung Timur’Jangan Cuma Diam Duduk Datang Pulang

Sebarkan artikel ini

TintaInformasi.com,Lampung—Adanya temuan BPK RI Perwakilan Lampung atas penggunaan anggaran belanja hibah pada APBD 2022 sebesar Rp 7,8 miliar di tujuh OPD lingkungan Pemkab Lamtim yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan, mendapat perhatian serius dari anggota Komisi III DPR RI Dapil Lampung, Endro S Yahman.

“Dari hasil audit BPK tersebut nampak bahwa Pemkab Lampung Timur mempunyai tata kelola keuangan yang masih buruk, pun administrasi pemerintahan yang buruk,” kata Endro S Yahman, Kamis (9/11/2023) malam.

Dengan fakta demikian, lanjut politisi senior asal PDIP itu, tentunya menunjukkan indikasi tata kelola pemerintahan yang buruk pula.

Menurutnya, untuk validasi tata kelola pemerintahan apakah baik atau buruk, bisa dilihat antara lain dari kinerja pemerintah daerah dan birokrasi dalam pelayanan publik (public services). “Birokrasi yang ada apakah sudah menjadi birokrasi yang melayani, atau justru birokrasi yang minta dilayani?,” imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lamtim Tahun 2022, diuraikan adanya penyaluran dana hibah senilai Rp 7,8 miliar yang penetapan penerimanya tidak spesifik. Hal tersebut melanggar ketentuan perundang-undangan sebagaimana tertuang pada PP Nomor: 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, utamanya pasal 62 ayat (1) dan penjelasannya.

Ada pun ke tujuh OPD yang menyalurkan dana hibah yang ditengarai bermasalah adalah Kesbang dengan anggaran mencapai Rp 1.920.000.000.

Selanjutnya Dinas Komunikasi dan Informatika dengan anggaran Rp 500.000.000, Dinas Sosial 165.000.000, Dinas Lingkungan Hidup Rp 468.160.000, Dinas Kesehatan Rp 21.360.000, serta Dinas Perikanan dan Peternakan sebanyak Rp 2.257.940.000. Dengan demikian, total belanja hibah yang bermasalah mencapai Rp 7.830.460.000.

Terkait dengan hasil audit BPK, Endro S Yahman merasa perlu untuk meluruskan. Diuraikan, fungsi audit bukan mencari kesalahan, tapi untuk menemukan “ketidaksesuaian (non conformity)” antara pelaksanaan dengan standard, yaitu peraturan yang menjadi rujukan.

“Jadi, ukuran kesuksesan audit bukan seberapa banyak auditor menemukan kesalahan, tapi seberapa banyak menemukan ketidaksesuaian. Dalam hal ini, parameter ketidaksesuaian adalah menggunakan PP Nomor: 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ini yang sering terjadi kesalahan persepsi mengenai audit,” ucapnya. Dalam audit, sambung Endro, dikenal istilah auditor dan auditee. Auditor adalah orang yang mengaudit, dan auditee adalah orang, objek yang diaudit. Sedangkan temuan “ketidaksesuaian” tersebut dibagi dua kategori, yaitu major (besar, signifikan) dan minor(kecil, ringan). Dijelaskan, dalam proses audit, ada yang namanya forum klarifikasi antara auditor dengan auditee. Hal ini dilakukan dalam tahap “closing meeting”. Pada kegiatan tersebut, Lead Auditor membacakan hasil temuan dan meminta klarifikasi atau penjelasan kepada Ketua Tim Auditee, dan mengambil kesepakatan untuk melakukan perbaikan administrasi dan batas waktu perbaikan.

“Nah, untuk kasus dana hibah di Lampung Timur ini, apakah temuan tersebut kategori major ataukah minor, dan apakah sudah dilakukan perbaikan? Bagaimana bila tidak ada perbaikan? Atau temuan tersebut major dan tidak dapat diperbaiki? Tentunya kalau temuan tersebut ternyata tidak ada perbaikan atau tidak bisa diperbaiki, berarti menjadi penilaian dan catatan yang buruk bagi BPK terhadap pengelolaan keuangan pemkab setempat,” tuturnya.

Anggota Komisi III DPR RI menegaskan, dengan hasil temuan BPK tersebut, DPRD Lamtim yang mempunyai fungsi pengawasan, wajib mendalami dan minta penjelasan kepada pemerintah daerah, baik dengan membentuk panitia kerja/panja atau bentuk pengawasan lain. Khususnya kejelasan terkait aliran dana hibah tersebut,” ujar Endro S Yahman.

Menurut anggota DPR RI yang juga Ketua DPC PDIP Kabupaten Pesawaran itu, DPRD wajib menanyakan hal ini, karena menyangkut uang negara.

“APBD itu kan diperoleh dari pajak keringat rakyat. Sebagai perwakilan, DPRD mempunyai mandat dari rakyat dan kewajiban moral untuk memastikan uang negara yang diperoleh dari rakyat dibelanjakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Disitulah akan nampak jelas apakah itu kesalahan administrasi, kesengajaan, fiktif atau modus kepentingan lain,” imbuhnya. Endro berpendapat, pada dasarnya temuan major dan tidak dapat diperbaiki, APH bisa menilai, apakah masuk kategori korupsi atau tidak.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *