TINTAINFORMASI.COM, BANDARLAMPUNG — Seiring terungkapnya biang penonaktifan 180.924 warga Lamtim sebagai peserta BPJS Kesehatan, yang tidak lain adalah Plt Kepala Dinas Kesehatan, dr Satya Purna Nugraha, komentar pedas datang dari Anggota DPR-RI Dapil Lampung, Endro S Yahman.
“Kebijakan yang dibuat Kadiskes Lamtim dengan alasan keterbatasan anggaran sehingga menonaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan 180.924 warga kurang mampu merupakan keputusan edan,” tegas politisi senior PDI-P itu, Sabtu (2/12/2023) siang melalui telepon.
Maksudnya? “Bagaimana tidak dibilang edan, kalau dengan alasan keterbatasan anggaran di Dinkes terus membuat kebijakan yang tidak sensitif terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan sosial,” sambung Endro S Yahman.
Ia justru mempertanyakan, dulu saat proses merancang APBD tahun 2023 bagaimana. Sebab, cara menonaktifkan ratusan ribu warga dari kepesertaan di BPJS itu merupakan tindakan yang tidak profesional. Karenanya, perlu dicari tahu mengenai postur APBD Lamtim tahun 2023.
Anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-P ini mengaku, peristiwa yang terjadi di Lamtim ini menarik untuk ditelisik lebih mendalam.
“Ini menarik, karena biasanya semua penyakit APBD akan meledak di akhir tahun, karena krisis keuangan daerah. Dimulai dari target PAD yang tidak tercapai, perancangan APBD yang tidak profesional, penempatan anggaran di OPD yang tidak mempertimbangkan kebutuhan riil, dan banyak lagi lainnya,” urai dia.
Diingatkan, apapun kondisi anggarannya, urusan kesehatan dan pendidikan masyarakat di atas semua program lainnya.
Sebagaimana diketahui, persoalan penonaktifan 180.924 warga Lamtim dari kepesertaan BPJS Kesehatan itu naik kepemukaan dimulai dengan adanya surat yang ditandatangani dr Satya Purna Nugraha selaku Plt Kadiskes Lamtim ditujukan kepada Kepala BPJS Kesehatan Cabang Metro, tertanggal 22 November 2023 silam.
Surat berkop Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur bernomor: 440/5019/10-SK/2023, dengan lampiran satu berkas itu, memuat perihal: Penonaktifan Peserta PBI APBD dan Tambahan Data UHC Kabupaten Lampung Timur Tahun 2023.
Surat tersebut mendasarkan kepada rencana kerja antara Pemkab Lamtim dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Cabang Metro, Nomor: 440/1278/04-SK/BID III/12/2023 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Bagi Penduduk Kabupaten Lamtim dalam rangka Universal Health Coverage (UHC).
Terkait dengan itu, Plt Kadiskes Lamtim menyampaikan beberapa hal. Pertama; bahwa untuk mendukung program UHC di Kabupaten Lamtim tahun 2023, sesuai dengan rencana kerja yang ada, Pemkab Lamtim harus menganggarkan iuran dan bantuan iuran peserta penduduk PBPU sekurang-kurangnya sebesar Rp 56.021.641.200.
Kedua; kebutuhan anggaran program UHC tersebut, pada APBD Perubahan 2023 hanya teranggarkan sebesar Rp 41.230.879.200, dan berdasarkan surat tagihan/permintaan pembayaran PBPU dan PB pemkab serta bantuan iur PBPU dan PB pemkab tahap I tanggal 6 Oktober 2023 sebesar Rp 34.443.061.950 baru terbayarkan sebesar Rp 23.464.191.450 (68%).
Ketiga; dengan tidak terpenuhinya penganggaran program UHC tahun 2023 dan realisasi pembayaran klaim yang belum mencapai 100%, akan berpotensi terhadap adanya hutang/carry over program UHC pada tahun anggaran 2024.
Keempat; mengingat terbatasnya anggaran APBD Kabupaten Lamtim, maka untuk meminimalisir besaran hutang/carry over program UHC, Pemkab Lamtim bermaksud mengajukan penonaktifan peserta BPJS tahun 2023 per 1 Desember 2023 sebanyak 180.924 peserta, yang terdiri dari peserta PBI APBD sebanyak 45.324 peserta, dan tambahan data UHC sebanyak 135.600 peserta.
Dengan terungkapnya surat Plt Kadiskes Lamtim, maka persoalan ini menjadi terang benderang. Jumlah warga yang dinonaktifkan kepesertaannya dari BPJS Kesehatan bukan 250.000 jiwa, melainkan 180.924 peserta. Dan masalah utamanya tidak lain adalah kondisi keuangan Pemkab Lamtim yang memang morat-marit.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data BPK Lampung, pada akhir tahun 2022 lalu, hutang belanja Pemkab Lamtim mencapai Rp 209.538.085.856,97 dengan defisit keuangan riil sebesar Rp 155.256.168.950,61. Kondisi ini merupakan peningkatan keterpurukan dalam tata kelola keuangan dibandingkan tahun 2021.