TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG TIMUR — Para Kepala Puskesmas se Kabupaten Lampung Timur mengaku dibuat resah akibat ulah oknum pejabat Dinas Kesehatan setempat yang melakukan pemungutan uang yang besarnya bervariasi antara Rp. 1,5 juta hingga Rp 2 juta. Penghimpunan dana tersebut diistilahkan mereka (pejabat-red) sebagai uang arisan bulanan.
Menurut keterangan dari pejabat yang bersangkutan bahwa dana yang terkumpul tersebut diperuntukkan guna mengurus perkara yang sedang ditangani oleh pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini yang dimaksud adalah Kejari dan Polres.
Bahkan teranyar, oknum pejabat itu masih melakukan pungutan kepada 34 Puskesmas, dengan dalih untuk mengurus ke Penegak Hukum dengan mengumpulkan Rp100 juta.
“Katanya untuk ngurus dan nyelesaiin perkara di APH. Kami juga nggak tahu apa kasusnya, begitu juga APH mana yang katanya lagi menyidiknya,” ujar sumber itu, Rabu (15/5/2024) kemarin, seperti dilansir dari Sinarlampung.co.
Setelah dilakukan penelusuran ke beberapa Puskesmas di Lampung Timur. Mayoritas mereka membenarkan adanya kewajiab arisan itu. Tiap bulan para Kepala Puskesmas wajib menyetor dana sebesar Rp2 juta, melalui oknum pegawai Dinas Kesehatan Lampung Timur, yang ditunjuk menjadi bendahara.
“Kami punya bukti-bukti. Kordinasinya melalui whatshapp. Biasa menagih lewat staf Puskesmas, kemudian disampaikan ke Kepala Puskes. Kalo tidak ikut dianggap pembangkang, dan pasti dikerjain macem-macem,” kata salah stu Puskesmas di Lampung itu.
“Setiap tahun memang ada setoran dari semua Puskesmas di Lampung Timur, mas. Kemarin tahun 2023, masing-masing Puskesmas setor sebesar Rp24 juta. Itu untuk setoran selama satu tahun, kan setiap bulannya wajib setor Rp2 juta,” katanya.
Jika satu Puskesmas Rp2 juta, dikalikan 34, dikalikan 12 bulan, artinya ada Rp800 juta lebih perbulan. “Jika dua tahun berarti Rp1,6 miliar. Kami justru pengen persoalan ini ditindaklanjuti sama APH. Biar sekalian kita buka saja. Kita bongkar sama-sama borok yang ada di Dinas Kesehatan selama ini, ketimbang kami-kami yang orang kecil ini dijadikan korban,” katanya.
Menurut mereka uang disetorkan ke Rochman Aribowo, yang ditunjuk sebagai bendahara Forum Puskesmas Lampung Timur. “Uang tersebut disetorkan ke pak Rochman Aribowo. Yang bersangkutan adalah bendahara Forum Puskesmas Lampung Timur, setornya menjelang Hari Raya Idhul Fitri lalu. Kalau digunakan untuk apa uang tersebut, saya kurang paham,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Forum Puskesmas Lamtim, Munirwan, yang dikonfirmasi melalui WhatsApp, Rabu 15 Mei 2024 kemarin, membantah adanya pungli sebesar Rp24 kepada 34 Puskesmas di tahun 2023 lalu itu. “Mengenai setoran Rp24 untuk setiap Puskesmas itu tidak benar. Yang ada iuran bagi setiap kepala Puskesmas sebesar Rp914.000 untuk biaya pertemuan regional, limitnya memang hari ini,” kata Munirwan.
Soal iuran 34 kepala Puskesmas dengan nominal total Rp100 juta dengan alasan untuk penghentian penyelidikan oleh APH, Munirwan berdalih itu tanggung jawab Dinas“Itu sepenuhnya tanggung jawab Dinas Kesehatan Lampung Timur,” dalihnya.
Hal senada dikatakan Bendahara Forum Rochman Aribowo. Dia juga membantah telah menerima uang dari para kepala puskesmas. “Saya tidak pernah terima uang itu,” kata Rochman Aribowo yang menyatakan bahwa soal hukum yang sedang dihadapi Dinas Kesehatan, itu pihak dinas yang lebih paham.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Lampung Timur yang baru, Hairul Azman yang dikonfirmasi wartawan mengaku tidak mengetahui adanya pungutan liar terhadap seluruh kepala Puskesmas di daerahnya, apalagi yang terbaru disebut sebut hingga mencapai angka Rp100 juta.
“Silakan ditanya kepada masing-masing pengurus forum, dan mengenai adanya iuran Rp100 juta yang katanya untuk APH, saya juga tidak tahu,” kata Hairul Azman yang baru tiga bulan menjabat.
Informasi lain menyebutkan 34 Puskesmas di Lampung Timur terkena wajib setor arisan. Para kepala Puskesmas harus memutar otak untuk memenuhi iuran itu. Bahkan sebelumnya, ada anggaran jasa pelayanan untuk staf Puskesmas yang digelapkan alias tidak dibayarkan kepada staf Puskesmas dengan mencapai Rp300 juta per Puskesmas. Kasus itu juga sempat dilaporkan ke Inspektorat.