TINTAINFORMASI.COM, BANDAR LAMPUNG — Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas realisasi belanja bantuan sosial tahun anggaran 2023 sebesar Rp 12,6 Miliar dan belanja bantuan sosial barang senilai Rp 205 juta yang dikelola oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKPCK) dinilai terdapat kejanggalan.
Dilansir dari laporan BPK RI No. 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024 tanggal 3 Mei 2024 tentang pengendalian proses pelaksanaan pemberian bansos berupa Bantuan Swadaya Mahan Sejahtera (BSMS) ada beberapa evaluasi dalam realisasinya.
Diketahui, peruntukkan BSMS bagi 632 orang berpenghasilan rendah sesuai Keputusan Gubernur Lampung pada Juni 2023 tersebar di 13 Kabupaten/Kota sebesar Rp 20 juta/penerima, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk pemukiman rumah layak dan sehat alias bedah rumah.
Namun, berdasarkan pemeriksaan dokumen dan sampel oleh BPK RI atas kegiatan BSMS tersebut ditemukan beberapa permasalahan dan penyimpangan.
Mekanisme penyaluran tidak sesuai ketentuan Pergub No. 60 tahun 2020. Seharusnya si penerima bantuan (MBR) setelah ditransfer dari kas daerah, langsung mengelola belanja material secara mandiri, baik dalam hal pembelian barang maupun pembayaran upah tukang.
“Dinas PKPCK Lampung justru mengelola tidak sesuai aturan pergub. Aliran dana BSMS tidak diterima langsung oleh MBR, tapi dikelola pihak lain dalam bentuk kelompok penerima dan konsultan yang ditunjuk untuk belanja barang, material, dan tukang. Tapi pihak konsultan dan pihak Dinas PKPCK tidak dapat menunjukkan bukti kelayakan toko, bahkan ada keterlibatan perantara alias broker yang tak memiliki bukti fisik toko atau fiktif,” ujar pihak PPK seperti yang kutip dari laporan BPK RI.
Hal ini berakibat realisasi belanja tidak sesuai RAB. Namun, Dinas PKPCK tidak dapat membuktikan perubahan list material dari barang yang harganya tidak wajar tersebut.
Dikatakan PPK, kuitansi pembelian yang dilampirkan dalam LPJ tidak sesuai dengan daftar riil barang yang diterima oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp 18,5 juta.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan bukti kuitansi pembelian material tidak sesuai dengan bahan material yang diterima penerima BSMS, nilainya 18 jutaan rupiah.
“Material yang dibeli dalam kuitansi merupakan pembelian menggunakan dana pribadi dan bukan berasal dari dana BSMS. Modusnya menukar barang yang dibeli sesuai list dengan barang lain yang berbeda. Lagi-lagi PPK dan pihak toko tidak bisa membuktikan pernyataannya secara riil,” sebut BPK RI dalam LHP mengutip hasil wawancara PPK dengan pihak toko.
Kasus ini terjadi di Kabupaten Lampung Timur, Pringsewu, Lampung Tengah, dan Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan hal itu, BPK RI menilai penyaluran bansos BSMS bagi 362 orang kategori MBR menyalahi prosedur, yang melibatkan PPTK, PA/KPA, sampai unit SKPD dalam lingkungan Dinas PKPCK Lampung. Yaitu Pergub No. 56 tahun 2021, Pergub No. 20 tahun 2020, dan PP No. 12 tahun 2019.
Hal ini membuktikan bahwa Dinas PKPCK Provinsi Lampung lemah dalam pengawasan, tidak cermat dalam verifikasi, dan tidak maksimal dalam supervisi. (Red)