Tintainformasi.com, Tanggamus — Pagi hari sehabis bangun tidur, penulis berbincang dengan istri yang baru pulang dari pasar. Ibu dari 3 anak ini bercerita, kalau berbagai kebutuhan pokok sudah berganti harga, kalau tidak mau disebut harga naik. Begitu berharganya rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sebagai Presiden Republik Indonesia, tentunya Pak Jokowi berfikir dan berusaha, bagaimana caranya agar rakyat Indonesia bisa mencari rupiah. Karena dengan memiliki rupiah, maka rakyatnya bisa memenuhi kebutuhan hidup, .
Masih dalam ingatan penulis, belasan tahun yang lalu melanglang buana demi mengais rupiah. Kelahiran memang di Tanggamus, tapi pernah selama 12 tahun menjejaki tanah di Bandarlampung. Pernah juga beberapa tahun hidup di Banten, Jakarta, Surabaya, Jogyakarta, Madura, Baturaja, Sumatera Selatan.. Lagi-lagi demi mencari rupiah.
Berbagai pekerjaan pernah digeluti penulis. Tetapi yang paling lama sebagai “Welder” di berbagai perusahaan. Pahit getirnya kehidupan pernah penulis dijalani. Dari mulai tinggal jauh dari keluarga, hingga merasakan letih nya bekerja.
Setelah puasa merantau, penulis memutuskan kembali ke kampung kelahiran di Kabupaten Tanggamus. Sempat bergelut di dunia perkebunan, dengan mengurus komoditi khas di Kabupaten Tanggamus.
Penulis merasa belum terlalu tua untuk terpaku dengan trayek rumah ke kebun, dari kebun kembali kerumah. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya memutuskan untuk berkiprah di dunia jurnalistik.
Penulis berkeinginan kuat untuk menjadi Jurnalis profesional, dan terus belajar untuk memperbaiki diri. Dengan belajar kepada Jurnalis senior, dan belajar dari pengalaman di lapangan. Tapi tujuan lainnnya sama dengan pekerjaan yang di sebelumnya, yaitu mencari rupiah untuk keluarga dirumah.
Selama menjalani profesi jurnalis, banyak pengalaman yang didapat. Tidak sedikit halangan dan rintangan, maupun godaan yang menghadang. Semua itu Penulis jalani dengan kesungguhan dari tentunya tidak lepas dari dukungan keluarga.
Namun baru-baru ini, Penulis pernah dihadapkan dengan pilihan yang sulit. Yaitu menerima sejumlah rupiah tapi menggadaikan integritas sebagai Jurnalis, atau menolak dan pulang dengan tangan hampa.
Jumlah yang ditawarkan juga tidak sedikit. Bermula dari angka Rp.5 juta, lalu naik menjadi Rp.10 juta. Bisa dibayangkan, jika uang itu dipakai buat jajan bakso, atau dibelikan seblak ? Pastinya cukup untuk traktir orang satu RT.
Alih-alih menerima sejumlah rupiah itu, Penulis memutuskan untuk menolak. Sebenarnya bukan tidak butuh uang. Apalagi yang ditawarkan cukup banyak. Siapa sih yang tidak butuh uang ?..Tapi cara dan sikap saling menghargai lebih berharga dari Rupiah.
Jangankan uang Rp.10 juta, uang Rp.100 ribu saja adalah rezeki yang tidak seharusnya ditolak. Lumayan sebenarnya, bisa buat jajan bakso atau beli somay mamang yang suka lewat depan rumah. Tapi yang membuat kecewa, karena sikap seorang pejabat sebuah Dinas yang menolak untuk bertemu. Seakan-akan pejabat itu alergi untuk bertemu Sipenulis.
Pak Jokowi tentu senang apabila rakyatnya mendapatkan rupiah. Apalagi dengan nominal 5 juta sampai Rp.10 juta rupiah. Tapi mohon izin Pak Jokowi, kali ini rupiah enggak laku. Karena bagi Penulis, saling menghargai itu lebih penting.
*Wartawan Media TintaInformasi.com Tanggamus.