Scroll untuk baca artikel
Mirza-Jihan
Bandar Lampung

Dugaan Bancakan Retribusi Uang Sampah Mencapai Rp 400 Jutaan Belum Disetorkan Oknum Petugas Kebersihan.

40
×

Dugaan Bancakan Retribusi Uang Sampah Mencapai Rp 400 Jutaan Belum Disetorkan Oknum Petugas Kebersihan.

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TINTAINFORMASI.COM, BANDAR LAMPUNG — Tampaknya, kasus penyimpangan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung yang telah memenjarakan petingginya beberapa tahun silam, tidak membuat kapok. Terbukti, di tahun 2023 kemarin, kembali terjadi aksi bancakan atas “uang sampah” tersebut dengan nilai Rp 400 jutaan.

Mengacu pada surat Walikota Bandar Lampung, Eva Dwiana, yang ditujukan kepada Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dengan Nomor: B/684/200.1.15/IV.02/2024 perihal: Surat Representasi Manajemen, tertanggal 2 Mei 2024, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan pada tahun 2023 ditargetkan perolehannya sebesar Rp 33.519.333.000,00. Namun, yang terealisasi hanya Rp 13.537.550.300,00 atau 40,39% saja dari anggaran.

Hasil pemeriksaan tim BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung sebagaimana diungkap dalam LHP Nomor: 29B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 2 Mei 2024, atas buku kas umum (BKU) penerimaan, data pengambilan dan pengembalian karcis retribusi pelayanan persampahan/kebersihan tahun 2023, membuktikan adanya ketidaksesuaian antara jumlah karcis yang terpakai dengan penerimaan retribusi secara tunai sebesar Rp 401.645.000,00.

Jumlah ketidaksesuaian yang mengindikasikan bila pemasukan sebanyak ratusan juta rupiah tersebut telah menjadi bancakan oknum terkait di lingkungan DLH Pemkot Bandar Lampung itu terdiri atas retribusi bulanan senilai Rp 395.645.000,00, dan retribusi harian sebanyak Rp 6.000.000,00 yang tersebar di 14 UPT.

Berapa selisih penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan –alias uang sampah- dengan jumlah karcis yang terpakai dan menjadi bancakan? Ini uraiannya:

1. UPT Bumi Waras. Retribusi bulanan selisihnya sebesar Rp 40.050.000,00.

2. UPT Enggal. Selisihnya Rp 4.750.000,00.

3. UPT Kedamaian. Ada selisih senilai Rp 88.000.000,00.

4. UPT Kemiling. Selisihnya sebesar Rp 1.850.000,00.

5. UPT Labuhan Ratu. Terdapat selisih Rp 46.000.000,00.

6. UPT Panjang. Selisihnya sebanyak Rp 13.750.000,00.

7. UPT Rajabasa. Terjadi selisih Rp 24.350.000,00.

8. UPT Sukabumi. Selisihnya sebanyak Rp 1.000.000,00.

9. UPT Teluk Betung Selatan. Selisihnya mencapai angka Rp 83.090.000,00.

10. UPT Teluk Betung Utara. Terdapat selisih sebanyak Rp 43.950.000,00.

11. UPT Tanjung Karang Barat. Terdapat selisih retribusi harian sebesar Rp 2.500.000,00.

12. UPT Tanjung Karang Pusat. Terjadi selisih retribusi bulanan sebesar Rp 44.125.000,00, dan retribusi harian Rp 3.500.000,00.

13. UPT Tanjung Karang Timur. Terdapat selisih Rp 13.580.000,00.

14. UPT Way Halim. Terjadi selisih retribusi bulanan sebesar Rp 1.150.000,00.

Lalu siapa saja yang menjadikan “uang sampah” Rp 401.645.000,00 itu sebagai bancakan? Berdasarkan permintaan keterangan kepada 14 Kepala UPT, lima petugas penagih, serta permintaan surat pernyataan kepada 12 petugas penagih, diketahui bahwa dari selisih antara karcis yang terpakai dengan penerimaan retribusi sebanyak Rp 401.645.000,00 tersebut, sebesar Rp 398.145.000,00-nya telah dipungut oleh 18 petugas penagih namun belum disetorkan ke UPT masing-masing karena telah digunakan untuk kepentingan pribadi. Alias masuk kantong sendiri.

Adanya sinyalemen bahwa ratusan juta rupiah “uang sampah” itu jadi bancakan diakui oleh 12 petugas penagih dalam surat pernyataannya, dan lima penagih lainnya saat diwawancara tim BPK. Satu orang petugas penagih lainnya, Fir, tidak dapat memberikan keterangan karena sedang menjalani masa tahanan.

Lalu bagaimana dengan yang Rp 3.500.000,00? Dua UPT yang terlilit kasus ini, tidak dapat memberikan penjelasan, yaitu UPT Teluk Betung Utara sebesar Rp 1.000.000,00, dan UPT Tanjung Karang Barat senilai Rp 2.500.000,00.

Atas kasus makan “uang sampah” di tahun 2023 kemarin sebanyak Rp 401.645.000,00 tersebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah mengembalikan ke kas daerah sebesar Rp 21.850.000,00. Yaitu pada tanggal 20 Maret 2024 menyetorkan Rp 1.000.000,00, tanggal 26 Maret 2024 setor Rp 12.300.000,00, tanggal 28 Maret 2024 menyetorkan Rp 1.000.000,00, tanggal 17 April 2024 mengembalikan lagi Rp 800.000,00, dan pada 24 April menyetor ke kas daerah Rp 6.750.000,00.

Dengan demikian, hingga saat ini “uang sampah” yang masih ditangan belasan penagih di lingkungan DLH Bandar Lampung sebanyak Rp 376.295.000,00. Dari jumlah itu, yang menjadi tanggung jawab UPT Bumi Waras sebesar Rp 40.050.000,00, UPT Enggal Rp 4.750.000,00, UPT Kedamaian bertanggungjawab menyetorkan ke kas daerah paling banyak, yaitu Rp 88.000.000,00, dan UPT Kemiling wajib menyetor ke kas daerah Rp 1.850.000,00.

Sementara, UPT Labuhan Ratu harus menyetorkan ke kas daerah atas tunggakan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dari petugas penagih sebesar Rp 46.000.000,00, UPT Panjang memiliki tanggung jawab Rp 7.000.000,00, UPT Rajabasa Rp 14.350.000,00, UPT Sukabumi Rp 1.000,000,00, dan UPT Teluk Betung Selatan sebanyak Rp 81.290.000,00.

Sedangkan UPT Teluk Betung Utara wajib memproses tunggakan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan yang selama ini dijadikan bancakan dan menyetorkannya ke kas daerah Pemkot Bandar Lampung sebesar Rp 36.450.000,00, UPT Tanjung Karang Pusat bertanggungjawab atas “uang sampah” sebanyak Rp 40.825.000,00, UPT Tanjung Karang Timur Rp 13.580.000,00, dan UPT Way Halim wajib menyetorkan Rp 1.150.000,00.

Kepala UPT Teluk Betung Utara dan Kepala UPT Tanjung Karang Barat juga diminta menelusuri dan menyetorkan atas kekurangan penerimaan retribusi masing-masing sebesar Rp 1.000.000,00, dan Rp 2.500.000,00.

Sudahkah “uang sampah” sebanyak Rp 376.295000,00 itu disetorkan ke kas Pemkot Bandar Lampung? Menurut penelusuran media ini hingga Jum’at (30/8/2024) siang, belum satu rupiah pun yang dikembalikan. Mengapa begitu? Sayangnya, Kepala DLH Kota Bandar Lampung belum berhasil dimintai penjelasan hingga berita ini ditayangkan.

Yang pasti, sejak tahun 2019 silam, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan tidak pernah mencapai target. Dan terindikasi selalu terjadi praktik bancakan makan “uang sampah” atas pemasukan setiap tahunnya.

Sebagaimana diketahui, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan pada tahun 2019 dianggarkan sebesar Rp 15.800.000.000,00, yang terealisasi –dan tercatat- hanya Rp 7.085.769.400,00 atau 44,85% saja. Tahun 2020 kembali dianggarkan sebesar Rp 15.800.000.000,00, yang terealisasi Rp 7.519.333.000,00 atau 47,59%.

Tahun 2021 Pemkot Bandar Lampung mentargetkan perolehan dinaikkan dua kali lipat, menjadi Rp 30.000.000.000,00. Yang terealisasi hanya pada angka Rp 8.202.983.200,00 atau 27,34% saja. Sedangkan tahun 2022 target pendapatan diturunkan lagi, dengan anggaran Rp 13.519.333.000,00. Pun yang terealisasi hanya Rp 10.760.342.500,00 atau 79,59%. Dan pada tahun 2023 target dinaikkan kembali sampai pada angka Rp 33.519.333.000,00. Yang terealisasi hanya Rp 13.537.550.300,00 atau 40,39% saja.

(Red)

Mirza-Jihan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *