Scroll untuk baca artikel
Mirza-Jihan
Tanggamus

LKPD Pj Bupati Mulyadi Irsan, Isaratkan Kondisi Keuangan Kabupaten Tanggamus Tahun 2023 Masuki Fase Kebangkrutan.

89
×

LKPD Pj Bupati Mulyadi Irsan, Isaratkan Kondisi Keuangan Kabupaten Tanggamus Tahun 2023 Masuki Fase Kebangkrutan.

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TINTAINFORMASI.COM, TANGGAMUS — Tidak banyak yang tahu bila sebenarnya saat ini kondisi keuangan Pemerintah Kabupaten Tanggamus telah memasuki fase kebangkrutan. Namun, fakta itulah yang akan didapati jika menelisik secara mendalam atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemkab Tanggamus Tahun 2023 setebal 278 halaman yang ditandatangani Pj Bupati, Mulyadi Irsan, awal Mei 2024 silam.

Menelisik kondisi keuangan Pemkab Tanggamus yang telah memasuki fase kebangkrutan bisa diawali dari realisasi pendapatan tahun 2023 dengan nilai Rp 1.559.726.562.311,14 atau 85,12% dari anggaran Rp 1.832.384.774.058,00. Patut dicatat, realisasi ini mengalami penurunan dari tahun 2022 maupun 2021 silam.

Untuk diketahui, pada tahun 2022 Pemkab Tanggamus menganggarkan pendapatan sebesar Rp 1.853.478.211.642,00, realisasinya Rp 1.641.482.999.413,62. Nilai tidak mencapai target sebesar Rp 211.995.212.228,38. Sedangkan di tahun 2021, dengan anggaran yang dipatok pada angka Rp 1.854.943.611.446,00, terealisasi Rp 1.652.125.879.036,16. Atau nominal yang tidak bisa dicapai dari target sebanyak Rp 202.817.732.409,84.

Sementara pada tahun 2023 kemarin, Pemkab Tanggamus menganggarkan pendapatan sebesar Rp 1.832.384.774.058,00, terealisasi Rp 1.559.726.311,14. Dengan demikian, nilai yang tidak tercapai sebesar Rp 272.658.211.746,86.

Yang juga layak menjadi perhatian adalah: selama tiga tahun anggaran, jumlah defisit keuangan riilnya pada angka yang cukup memprihatinkan. Pada tahun 2021, defisit keuangan riil Pemkab Tanggamus sebesar Rp 141.590.637.158,47.

Di tahun 2022 mengalami penurunan, dengan posisi Rp 70.249.151.951,69. Namun, pada tahun 2023 defisit keuangan riil kembali naik –bahkan sangat tinggi-, yaitu berada pada angka Rp 120.121.083.004,49.

Mengapa pada tahun anggaran 2022 defisit keuangan riil Pemkab Tanggamus mengalami penurunan? Menurut BPK RI Perwakilan Lampung dalam LHP Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemkab Tanggamus Tahun 2023, Nomor: 28B/LHP/XVIII.BLP/05/2024 tanggal 2 Mei 2024, tidak lain karena terdapat penerimaan pinjaman dari PT SMI sebesar Rp 82.929.162.539,00. Artinya, bukan karena “kesuksesan” Pemkab Tanggamus dalam memaksimali potensi pendapatan daerah yang ada.

Sementara, jumlah utang Pemkab Tanggamus hingga akhir tahun 2023 lalu, tidak kurang dari 145.111.683.250,33. Yaitu utang yang berasal dari kegiatan pada tahun anggaran 2023 sebanyak Rp 144.994.736.850,33, dan utang sebelum tahun 2023 senilai Rp 116.946.400,00.

Utang sebelum tahun 2023 –utang belanja tahun 2020 dan 2022- senilai Rp 116.946.400,00 itu merupakan utang belanja modal Kecamatan Kota Agung Timur di tahun 2020 sebesar Rp 17.979.700,00, dan utang retensi belanja modal BPBD pada tahun 2020 sebanyak Rp 98.966.700,00.

Sedang utang tahun 2023 senilai Rp 144.994.736.850,23 terdiri dari utang TPP bulan Desember 2023 sebesar Rp 3.088.904.425,00, utang belanja barang dan jasa –termasuk utang BLUD- Rp 15.704.508.195,00, utang belanja modal senilai Rp 92.475.609.662,33, utang ADP Rp 21.359.672.276,00, utang DBH ke desa/pekon Rp 594.729.815,00, utang kepada BPJS Rp 2.213.822.152,00, dan utang JKN mencapai Rp 9.557.490.325,00.

Pendapatan Pemkab Tanggamus yang terus menerus “kedodoran” itu, merunut pada penilaian BPK dapat diungkapkan, bahwa dalam penganggaran pendapatan –setidaknya pada tiga tahun terakhir- sama sekali tidak mempertimbangkan perhitungan yang rasional berdasarkan potensi dan realisasi tahun sebelumnya.

Penilaian tersebut tentu tidak asal disampaikan. Namun mengacu pada data dan fakta. Dan hal ini bisa diberikan contoh terkait PAD dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah, begini kondisi sebenarnya:

1. Pada tahun 2021, PAD dianggarkan Rp 124.540.693.327,00, realisasinya hanya Rp 95.786.639.301,16. Tidak tercapai target Rp 28.754.054.025,84. Lain-lain pendapatan daerah yang sah dianggarkan Rp 201.072.748.266,00, terealisasi hanya Rp 101.708.875.458,00. Dengan demikian, yang tidak tercapai target di angka Rp 99.363.872.808,00.

2. Pada tahun 2022, PAD dianggarkan Rp 116.123.536.576,00, realisasi Rp 70.451.728.508,62. Tidak tercapai target sebanyak Rp 45.671.808.067,38. Lain-lain pendapatan daerah yang sah dianggarkan Rp 117.668.500.000,00, realisasinya Rp 27.604.062.993,00, berarti tidak tercapai target di angka Rp 90.064.437.007,00.

3. Pada tahun 2023, PAD dianggarkan Rp 111.159.970.233,00, yang terealisasi Rp 76.816.272.082,14. Tidak tercapai target sebanyak Rp 34.343.698.150,86. Lain-lain pendapatan daerah yang sah dianggarkan Rp 168.385.164.251,00, realisasinya hanya Rp 11.911.121.073,00. Tidak tercapai target Rp 156.474.043.178,00.

Bukti lain tidak rasionalnya penganggaran pendapatan di Pemkab Tanggamus bisa dilihat –sekadar satu dari beberapa contoh- dari kegiatan hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan, dimana dianggarkan Rp 8.184.139.429,00. Berapa realisasinya? Hanya Rp 593.193.317,00. Memang mengalami peningkatan dibandingkan perolehan tahun 2022 yang terpatok pada nominal Rp 257.507.056,00.

Lalu dimana ketidakrasionalannya? Menurut BPK, karena tidak ada kegiatan penjualan BMD yang nilainya signifikan, dan dianggarkan lebih besar 3.178,22% dari realisasi tahun sebelumnya.

Apa kata petinggi Pemkab Tanggamus soal ketidakrasionalan penganggaran pendapatan ini? Kabid Anggaran mengaku, hal itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan belanja. Anehnya, tidak terdapat kertas kerja terkait perhitungan penganggaran pendapatan tersebut. Dan faktanya, nilai penganggaran pendapatan hanya merupakan hasil pembahasan TAPD dan kemudian dibahas bersama dengan DPRD Tanggamus.

Dalam kondisi pendapatan Pemkab Tanggamus yang layak disebut: memasuki fase kebangkrutan itu, tata kelola keuangan apalagi penggunaan anggaran pun jauh dari ketentuan perundang-undangan. Diantara persoalan yang menjadi catatan BPK RI Perwakilan Lampung atas belanja di tahun 2023 adalah:

1. Penganggaran pendapatan asli daerah (PAD) dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah, tidak rasional. Pengendalian belanja tidak memadai, dan terjadi defisit keuangan riil sebesar Rp 120.121.083.004,49.

2. Pertanggungjawaban belanja kegiatan dan honorarium narasumber reses, sosper, dan wasbang pada Sekretariat DPRD tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp 927.365.000,00.

3. Belanja perjalanan dinas pada Sekretariat DPRD tidak sesuai kondisi senyatanya sebanyak Rp 3.186.991.015,00.

4. Pengelolaan belanja langganan jurnal/surat kabar/majalah pada Sekretariat DPRD tidak sesuai ketentuan senilai Rp 1.546.869.420,00.

5. Pembayaran biaya langsung personil jasa konsultansi pada Dinas PUPR tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 651.230.000,00.

6. Pembayaran belanja makan minum pasien, belanja jasa outsourcing tenaga kebersihan dan keamanan pada RSUD Batin Mangunang tidak sesuai ketentuan sebanyak Rp 608.705.748,36.

(Red)

Mirza-Jihan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *