Tintainformasi.com, Lampung —Tampaknya, masyarakat di provinsi ini kian perlu meningkatkan perhatian atas keberadaan BUMD yang dibentuk Pemprov Lampung. Mengapa? Karena ada fakta, begitu banyaknya uang rakyat yang tidak dikelola dengan baik.
Contohnya, pada PT Lampung Jasa Utama (PT LJU). Dengan modal dasar Rp 40.000.000.000 yang dikucurkan Pemprov Lampung secara bertahap, ditambah penyertaan modal tahun 2022 sebesar Rp 23.988.168.313,56, dan digelontorin lagi uang rakyat Lampung hingga per 31 Desember 2023 mencapai angka Rp 215.975.887.359,56, ternyata sampai akhir tahun 2023 kemarin, tidak kurang dari Rp 201.323.942.233 uang yang “keleleran”.
Maksudnya? Uang rakyat Lampung yang ditanamkan pada PT LJU itu berada pada pihak ketiga. Alias masuk dalam daftar piutang pada BUMD yang pernah “berkasus” hingga direktur utamanya masuk penjara tersebut, setelah sempat kabur dan menjadi DPO.
Benarkah demikian? Adanya uang rakyat Lampung yang “keleleran” tersebut terungkap dalam Laporan Keuangan PT LJU (Perseroda) poin daftar piutang per 31 Desember 2023 yang ditandatangani Direktur Utama, Arie Sarjono Idris, SE, MSi, tanggal 15 Maret 2024, dan menjadi lampiran pada Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2023 yang dibeberkan BPK RI Perwakilan Lampung di dalam LHP Nomor: 40.A/LHP/XVIII. BLP/05/2024, tertanggal 3 Mei 2024.
“Keleleran” di mana saja uang rakyat Lampung yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab PT LJU tersebut? Mengacu pada data laporan keuangan BUMD tersebut, posisinya dibagi dalam beberapa item. Mulai dari piutang usaha, pendapatan yang akan diterima, piutang affiliasi, piutang pegawai, piutang dividen, cadangan penyisihan piutang, hingga ke piutang macet.
Pada piutang usaha, dicatatkan piutang penjualan perumahan AJP ke PT BBS sejak 2021 dengan nilai Rp 2.175.300.000. Lalu piutang penjualan persediaan tanah dan rumah komersil Fawwaz Residence (PT Indonesia Trading And Industri) sebesar Rp 550.000.000.
Selanjutnya, Toko Tuan Raden terkait penjualan semen sak sebesar Rp 11.250.000, PT Global Andesit Perdana soal semen curah berutang Rp 39.599.100, dan PT Inti Bangun Sejahtera Tbk, manage service, Rp 33.300.000. Dari piutang usaha ini saja, uang rakyat Lampung yang ditangan PT LJU namun kini berada di pihak lain totalnya mencapai Rp 2.809.449.100.
Sedangkan pada poin pendapatan yang akan diterima namun menjadi piutang, PT LJU menuliskannya berupa PAD Tally Mandiri PT senilai Rp 405.581.430, dan PAD PT Inti Bangun Sejahtera (IBS) Rp 54.922.378. Totalnya pada nominal Rp 460.503.808.
Piutang affiliasi tercatat dua pihak yang “bermasalah”, yaitu PDAM Way Guruh Lampung Timur dengan nilai Rp 9.133.000, dan PT Trans Lampung Utama (PT TLU) sebesar Rp 78.118.420. Total uang rakyat Lampung pada dua unit usaha itu sebesar Rp 87.253.420.
Bagaimana dengan utang pegawai? Jumlahnya relatif banyak, tidak kurang dari Rp 101.138.351. Mantan direktur bisnis PT LJU berinisial AG sampai akhir tahun 2023 kemarin masih berutang ke bekas tempat kerjanya sebanyak Rp 73.520.000. Piutang BPJS-TK pegawai PT TLU Rp 3.892.851, pegawai berinisial MAG masih berutang Rp 19.028.000, pegawai berinisial A berutang Rp 275.000, dan pegawai berinisial DM memiliki kewajiban mengembalikan pinjaman ke perusahaan Rp 4.422.500.
Yang paling besar dicatat oleh PT LJU sebagai piutang di tahun 2023 adalah utang dividen, yaitu PT Trans Lampung Utama (PT TLU) –sejak tahun buku 2019-2020- jumlahnya Rp 6.521.575. Dan yang fantastis adalah utang dividen PT Lampung Energi Berjaya (PT LEB). Hingga 31 Desember 2023 lalu, anak usaha PT LJU ini tercatat berutang dividen sebesar Rp 195.980.210.237.
Sementara, yang dicatatkan sebagai cadangan penyisihan piutang ada tiga, yaitu dividen dari laba PT Trans Lampung Utama (PT TLU) tahun buku 2019 sebesar Rp (943.359), piutang mantan direktur bisnis berinisial AG sejak tahun 2020 pada angka Rp (3.617.478), dan piutang BPJS-TK pegawai PT TLU Rp (154.157).
Bagaimana dengan jumlah piutang macet di PT LJU hingga 31 Desember 2023 lalu? Dicatatkan jumlahnya mencapai Rp 1.871.652.702. Uang rakyat Lampung itu berada di RA sejak 2016 senilai Rp 1.047.735.000, pada S sejak tahun 2014 sebesar Rp 502.000.000, di AJ –mantan direktur utama- sejak tahun 2019 dan 2020 sebanyak Rp 530.000.000, dan cadangan penyisihan utang macet Rp (208.082.298).
Lalu apa yang akan dilakukan PT LJU untuk “meramut” uang rakyat Lampung Rp 201 miliar lebih yang sampai kini “keleleran” tersebut? Sayangnya, Direktur Utama Arie Sarjono Idris belum berhasil dihubungi. (Team.red)