Tintainformasi.com, Pesawaran — Kasus dugaan Korban penipuan berkedok Developer perumahan melibatkan peran Notaris di Pesawaran mendapat perhatian LSM Gepak Lampung dan masyarakat. Lamanya penanganan kasus itu menjadi sorotan Ketua Gepak Lampung, Wahyudi .
Mutia Sari yang menjadi korban penipuan dugaan sindikat mafia berkedok Developer diduga melibatkan peran Notaris Sulistyo Sri Rahayu, melaporkan hal tersebut ke SPKT Polres Pesawaran pada 18 Mei 2023 silam. Laporan tersebut diterima dengan tanda bukti laporan Nomor : STTLP/B/83/V/2023/SPKT /Polres Pesawaran/Polda Lampung .
Namun hingga saat ini Polres Pesawaran baru menyita alat bukti dari Kantor Notaris Sulistyo Sri Rahayu , belum melakukan upaya pemanggilan para terlapor yang kemungkinan besar oknum Notaris Sulistyo diduga ikut terlibat.
Terlapor Ade Feri Octara diduga kerap berperan sebagai Brother dan Anis Rosita berperan sebagai Developer salah satu pengembang, keduanya warga Natar, lalu terlapor Bambang Irawan diduga berperan sebagai pencatat subyek perjanjian dengan mengunakan legalitas Notaris dan diduga kuat melibatkan oknum Notaris Sulistyo Sri Rahayu, masih bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum .
Diketahui sebelumnya, korban Mutia Sari menemui terlapor Ade Feri Octara dan terlapor Anis Rosita untuk melanjutkan kesepakatan terkait proses pembelian yang sebelumnya telah disepakati kedua belah pihak, lalu korban Mutia mengajak Ade Feri ke Kantor Notaris yang dipercayai untuk melakukan perjanjian dan menyerahkan uang awal sejumlah 150 juta, namun ajakan tersebut ditolak oleh terlapor dan menyuruh korban datang ke kantor notaris Sulistyo Sri Rahayu yang berada di Desa Bernung .
“Saat itu saya tidak menaruh curiga , saya ikuti saja, saya pikir jika melakukan transaksi jual beli atau kredit di kantor notaris pasti aman. Setibanya di Kantor Notaris Sulistyo Sri Rahayu, karyawan kantor Notaris mulai melakukan pencatatan akte perjanjian kedua pihak yang mana di situ Notaris Sulistyo Sri Rahayu berhalangan untuk hadir ke kantor, hanya diwakili oleh salah satu stafnya bernama Bambang Irawan di depan Staff Notaris jadi saksi memberikan pembayaran pertama sejumlah 150 juta pada tanggal 2 Maret 2021,” tegasnya.
“Lalu diwaktu berbeda, tepatnya masih di kantor Notaris Sulistyo Sri Rahayu pada 4 Oktober 2021 melakukan pembayaran pelunasan dan saat itu untuk bukti pelunasan dicatat dalam kwitansi resmi Notaris Sulistyo Sri Rahayu, ditanda tangani oleh Bambang Irawan selaku staf ibu notaris dengan jumlah 275 juta ,” ujar Mutia.
“Ironisnya objek rumah yang telah dilakukan penyelesaian pembayaran, yang terikat dalam perjanjian Notaris Sulistyo Sri Rahayu dapat di setujui dan dipindah-tangankan oleh pihak lain tanpa adanya pemberitahuan kepada saya sebagai pihak pembeli ,” tutupnya dengan nada kesal .
Parahnya, saat dikonfirmasi media, Notaris Sulistyo Sri Rahayu jelaskan bahwa pada saat itu ada pernyataan terlapor Feri tertulis bahwa Saudara Mutia Sari telah membatalkan perjanjian.
“Ya kami menerima, masalah benar atau tidaknya itu Feri mas, yang menyatakan bukan kami,”ucap Sulistyo .
Ia pun jelaskan “Kan sudah dibacakan, sepakat mau dan dalam PJB itu kan kredit, bukan cash, kalau cash harus ada langsung sertifikat nya, jadi pada dasarnya kalau belum lunas itu masih hak pemilik, pihak pertama,”ucap Sulistyo.
“Dan waktu pelunasan itu, saya tidak mengetahui, saya pun kaget saat ada kwitansi pelunasan dan yang tanda tangan itu staf saya, saat saya tanyakan kenapa pakai kwitansi kantor, dia hanya ucap lalai,” kata Sulistyo lagi.
Menyikapi hal tersebut Ketua Gepak Lampung, Wahyudi menduga Notaris Sulistyo Sri Rahayu telah melanggar Kode Etik Notaris dan SOP serta ada unsur berpihak dengan salah satu pihak, diduga dan terindikasi adanya sekenario yang dilakukan dengan sengaja oleh para pelaku .
Lanjutnya Wahyudi menegaskan, “Perjanjian jual beli tidak dapat dibatalkan secara sepihak, termaksud oleh Notaris , Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang dianggap telah terjadi setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai harga dan barangnya. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan tanpa kesepakatan dari kedua belah pihak.
Jika perjanjian jual beli dibatalkan, pembeli tidak dapat meminta pengembalian uang muka atau Down Payment (DP),” tegas Wahyudi.
“Saya mendesak agar Polres Pesawaran segera bertindak tegas dan dapat mengungkap tuntas dugaan sindikat kasus penipuan yang diduga kuat melibatkan Notaris Sulistyo Sri Rahayu dan berharap dewan kehormatan Notaris Wilayah Lampung dapat mengambil sikap tegas terkait adanya pelanggaran kode etik oknum Notaris tersebut,” beber Wahyudi kepada media.
Ia menambahkan bahwa dirinya akan segera melaporkan Notaris Sulistyo Sri Rahayu ke Kantor Kemenkumham Lampung.
Ditempat terpisah informasi yang dihimpun media dari warga Candimas inisial Toto, bahwa terlapor Ade Feri Octara dan Istrinya Anis Rosita serta Bambang, dulu sebagai staf Notaris Sulistyo Sri Rahayu dan sudah lama berkerja sama dengan Notaris tersebut.
“Jadi setau saya mereka itu, tim Feri dan istrinya, mereka bermain di perumahan subsidi, bisnisnya dengan Bambang juga dan Notarisnya mengunakan Sulistyo Sri Rahayu,”ucapnya kepada media .
“Sebelum kasus ini, mereka juga, Feri sama istrinya, beserta Notaris Sulistyo dilaporkan ke Polda, kalau tidak salah tahun 2022, yang saya tau modusnya hampir sama juga, saat itu Feri itu dapat konsumen untuk menjualkan tanah dan pecah sertifikat, kalau tidak salah Notaris Sulistyo Sri Rahayu, namun tanpa pengetahuan pemilik tanah ada yang sudah dijual katanya dengan Feri dan istrinya ,Notarisnya katanya ikut terlibat dalam proses pecah sertifikat dan penjualan tersebut, modus sama persis, mereka mengambil keputusan hanya sepihak, jika kasus kemarin pemilik tanah tidak dilibatkan, tau – tau sudah di jual pecah saja suratnya, kalo ini objek rumahnya, tau tau sudah dialihkan saja dengan orang lain, tanpa pengetahuan pihak pembelinya, padahal sudah ada perjanjiannya di Notaris Sulistyo, sudah dilunasi pula,”ucap Toto.
“Dulu dalihnya tanda tangan dan berkas kantor di palsu Feri sama Istrinya, masa iya sekarang juga dalihnya dilakukan dengan orang yang sama lagi, kan jadi aneh, tapi yang dulu itu di Polda selesai dengan damai, kalo gak salah tahun 2023 mereka mengembalikan uang kerugian nya, jangan – jangan duit korban sekarang ini dipakai mereka, nanti setelah dapet korban lagi baru diberikan uang korban Mutia Sari,” terang Toto.
Ucapan lalai juga dipertanyakan oleh Wahyudi, “Bagaimana mungkin, jelas-jelas mereka baru menyelesaikan Perkara di Polda, dua bulan berselang baru korban Mutia Membuat LP juga dengan modus yang sama, bisa dibilang lalai, kan aneh… Seharusnya Penyidik juga bisa jeli karena ini bukan pertama kali mereka dilaporkan. Belum lagi aporan-laporan lain yang pernah di LP-kan di Polres Pesawaran dengan terlapor yang sama, melibatkan Notaris tersebut. Saya mendengar langsung dari Petugas Piket SPKAT Polres Pesawaran.