LampungPesisir Barat

Mengawali Tugas Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Dedi Irawan – Irawan Topani Bakal Disuguhi Hutang Pemkab Rp.125 Miliar dan Defisit Keuangan Riil Rp.119 Miliar Sebagai Warisan Pendahulu

72
×

Mengawali Tugas Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Dedi Irawan – Irawan Topani Bakal Disuguhi Hutang Pemkab Rp.125 Miliar dan Defisit Keuangan Riil Rp.119 Miliar Sebagai Warisan Pendahulu

Sebarkan artikel ini

TINTAINFORMASI.COM, PESISIR BARAT — Terbayang tugas berat bagi pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam Pilkada 2024, Dedi Irawan – Irawan Topani untuk memulihkan kondisi keuangan Pemerintah Daerah setempat, yang terbilang cukup parah dan segera berupaya agar bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Dedi dan Irawan sejak dini perlu tahu persis bagaimana kondisi keuangan Pemkab Pesibar yang layak dibilang cukup parah. Hal itu bisa dilihat dengan merunut pada surat Bupati Pesibar, Agus Istiqlal, Nomor: 900.1.3.10/1472/V.02/2024, perihal: Surat Representasi Manajemen, ditujukan kepada Kepala BPK Perwakilan Provinsi Lampung, tertanggal 2 Mei 2024, setebal 474 halaman.
Diuraikan di dalam surat tersebut, pada tahun 2023 lalu Pemkab Pesibar menganggarkan pendapatan daerah sebesar Rp 858.153.933.786,00, dengan realisasi sebanyak Rp 768.698.593.890,77 atau 89,58%. Belanja dianggarkan Rp 906.653.546.508,00, dan direalisasikan sebesar Rp 768.956.085.337,00 atau 84,81%.
Dengan demikian, diperoleh nilai anggaran defisit Rp 48.499.612.722,00, dengan realisasi defisit mencapai Rp 257.491.446,23. Perlu dicatat, pada tahun anggaran 2023, total defisit keuangan riil Pemkab Pesibar berada pada posisi Rp 119.978.932.066,49. Namun, dibandingkan dengan defisit keuangan riil tahun 2022, jumlahnya mengalami penurunan sebanyak Rp 30.511.941.743,20, dimana total defisit keuangan riil tahun 2022 di angka Rp 150.490.873.809,69.
Dalam kondisi defisit keuangan riil yang sangat besar itu, diketahui juga bahwa Pemkab Pesibar memiliki utang yang cukup banyak. Bahkan ada yang sejak tahun 2017 hingga 31 Desember 2023 belum dibayar juga, jumlahnya mencapai Rp 85.590.075.324,26. Sementara transaksi belanja tahun 2023 yang belum dibayar sebesar Rp 40.130.978.018,00. Dengan demikian total utang mencapai angka Rp 125.721.053.342,26.
Menurut penelusuran, besaran utang sejak tahun 2017 yang belum dibayar senilai Rp 85.590.075.324,26 tersebut merupakan utang Pemkab Pesibar kepada PT NK sebanyak Rp 34.918.991.939,00, dan kepada PT JKMP Rp 34.448.030.708,00. Tentu saja fakta ini sangat mengejutkan, sekaligus mengherankan. Bagaimana bisa pemerintah berutang pada rakyatnya hingga bertahun-tahun tidak juga diselesaikan.
Hal tersebut membuktikan jika tata kelola keuangan di Pemkab Pesibar selama ini memang carut-marut. Ditambah adanya kenyataan telah terjadi penggunaan dana pemerintah pusat yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp 29.593.911.925,58, yang senyatanya tidak sesuai peruntukan.
Bagaimana kasusnya? Di tahun 2023 lalu Pemkab Pesibar menerima dana yang telah ditentukan penggunaannya, yaitu berupa DAK Fisik sebanyak Rp 34.442.480.050,00, DAK Non Fisik Rp 82.574.773.365,00, dan DAU-SG (specific grant) Rp 157.191.929.000,00.
Setelah direalisasikan belanja dari dana kucuran pemerintah pusat itu sebesar Rp 245.269.947.942,00, diperoleh nilai saldo per 31 Desember 2023 sebanyak Rp 31.894.244.908,00, termasuk penambahan saldo awal di dalamnya Rp 2.955.010.435,00.
Sesuai ketentuan, semestinya dana Rp 31.894.244.908,00 berada di kas daerah. Namun, saldo kas daerah Pemkab Pesibar per 31 Desember 2023 hanya Rp 4.162.662.900,92. Itu pun ada dana non kapitasi FKTP sebesar Rp 1.862.329.918,50 yang belum dapat ditarik oleh Puskesmas. Dengan demikian, isi kas daerah saat itu yang sesungguhnya hanyalah Rp 2.300.332.982,42 saja.
Maka, BPK RI Perwakilan Lampung dalam LHP Nomor: 32B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 2 Mei 2024, menyimpulkan, terdapat penggunaan DAK dan DAU-SG (specific grant) untuk kegiatan belanja tahun 2023 diluar petunjuk teknis, sebesar Rp 29.593.911.925,58.
Bukan hanya itu “kekacauan” tata kelola keuangan dengan memainkan kucuran dana pusat oleh Pemkab Pesibar. Terungkap fakta juga bahwa penggunaan DAK yang tidak sesuai peruntukannya berdampak pada belanja yang seharusnya didanai menggunakan DAK 2023 namun tidak terbayar, diantaranya tunjangan profesi guru (TPG) PNS triwulan IV tahun 2023, sehingga tercatat utang Rp 7.919.587.100,00.
Sebenarnya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada bulan Desember 2023 telah mengajukan permintaan pembayaran TPG triwulan IV, tetapi BUD belum dapat merealisasikan karena dana yang tersedia tidak mencukupi. Padahal, pemerintah pusat melalui DAK Pendidikan Non Fisik telah menyalurkan dan diterima seluruhnya di kas daerah Pemkab Pesibar pada 5 Desember 2023.
Dan berdasarkan laporan BPKAD, dana tersebut masih terdapat saldo sebanyak Rp 8.340.518.300,00 pada Desember 2023 lalu. Jumlah TPG PNS triwulan IV tahun 2023 yang seharusnya dibayar pada posisi Rp 7.919.587.100,00. Sehingga sebenarnya masih mencukupi untuk dibayarkat TPG.
Bagaimana dengan pencanangan pendapatan daerah Pemkab Pesibar sebesar 858.153.933.786,00 tahun 2023 lalu, masuk akalkah? Menurut BPK RI Perwakilan Lampung, munculnya angka pendapatan sebanyak itu, bukan berdasarkan perencanaan yang terukur. Dalam bahasa lain; tidak rasional.
Mengapa begitu? Karena jika dibandingkan dengan tren dari tahun ke tahun sebelumnya, realisasi pendapatan Pemkab Pesibar dari tahun 2021, 2022, sampai dengan 2023 tidak pernah mendekati capaian target anggaran, bahkan cenderung mengalami penurunan.
Benar demikian? Ini Uraiannya: Pada tahun anggaran 2021, PAD di posisi angka Rp 28.360.235.945,45. Pendapatan transfer Rp 737.827.416.943,00. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 25.229.553.000,00. Total pendapatan Rp 791.417.205.888,45.
Di tahun anggaran 2022, PAD yang terealisasi sebesar Rp 29.045.920.662,99. Pendapatan transfer Rp 740.715.628.670,00, dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 0 alias tidak ada. Total pendapatan Rp 769.761.549.332,99.
Sedangkan pada tahun anggaran 2023, PAD tercapai Rp 36.026.850.720,77. Pendapatan transfer Rp 732.671.743.170,00. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 0 alias tidak ada. Total pendapatan sebesar Rp 768.698.593.890,77.
Sebenarnya, masih banyak potensi pendapatan yang bisa ditangguk Pemkab Pesibar bila benar-benar serius. Misalnya dari urusan pajak, perolehannya cukup lumayan. Bisa belasan miliar. Contohnya dari 10 item pajak –mulai pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, parkir, sarang burung walet, mineral bukan logam dan batuan, PBB-P2 hingga BPHTB-, pada tahun 2023 lalu didapat perolehan pemasukan ke kas daerah Rp 13.118.459.278,56.
Sayangnya, OPD terkait yaitu Bapenda tidak menerbitkan NPWPD dan surat pengukuhan wajib pajak daerah untuk wajib pajak hotel dan restoran. Selain itu, pengisian surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD) pajak hotel, pajak restoran, dan pajak sarang burung walet tidak lengkap dan informatif.
Namun, persoalan sesungguhnya bukan disitu. Lalu apa? Dalam LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas LKPD Pemkab Pesisir Barat Tahun 2022 silam, dengan Nomor: 37A/LHP/XVIII.BLP/05/2023 tanggal 16 Mei 2023, pada temuan pemeriksaan pengelolaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak reklame tidak sesuai ketentuan serta pemungutan pajak parkir tidak didukung dengan peraturan bupati. Tetapi, hal tersebut belum ditindaklanjuti dengan menerbitkan NPWPD dan surat pengukuhan wajib pajak.
Potensi pendapatan dari retribusi pun sesungguhnya menjanjikan. Tetapi memang harus ditangani dengan serius. Sebab faktanya, dalam hal pungutan retribusi pasar saja –misalnya Pasar Way Batu-, banyak sekali terjadi “kebocorannya”. Ditambah adanya retribusi pelayanan pasar yang belum seluruhnya disetorkan ke kas daerah minimal sebesar Rp 19.235.000,00.
Dalam kondisi pendapatan yang “ngos-ngosan berat”, -ironisnya- masih banyak praktik “kebocoran” bahkan kesengajaan teledor guna meraup uang rakyat yang ada di APBD Pesibar. Contoh sederhana saja. Pada tahun 2023 lalu ada lima pegawai dari empat OPD yang sedang menjalani cuti besar, namun tetap mendapatkan tunjangan struktural, fungsional, dan TPP. Jumlahnya memang tidak besar, hanya Rp 7.920.000,00 saja. Namun, hal itu mengindikasikan lemahnya tata kelola keuangan terkait dengan kepegawaian.
Hal yang juga patut diungkap adalah adanya iuran jaminan kesehatan kepada BPJS yang belum dipotong dan belum dianggarkan dari TPP dengan estimasi tidak kurang dari Rp 1.178.739.969,67.
Dan yang mengherankan, begitu bila mengacu pada pengakuan Kepala Kantor BPJS Kesehatan Kabupaten Pesibar, sejak tahun 2020 silam pihaknya telah menginformasikan adanya aturan iuran BPJS yang dikenakan pada pemberian TPP. Namun hingga akhir Desember 2023 lalu, pemkab tidak pernah memberikan tanggapan.
Bagaimana dengan realisasi anggaran pada OPD? Lebih kacau-kacauan. Pada Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian saja, ada uang rakyat Pesibar yang digunakan tidak sesuai senyatanya sebanyak Rp 206.671.236,00.
Jika mengacu pada data dan fakta yang ada, menjadi Bupati – Wabup Pesibar mendatang –boleh jadi- hanyalah memusingkan kepala. Karena 10 tahun kepemimpinan selama ini –ternyata- hanya meninggalkan utang Rp 125 miliaran dan posisi defisit keuangan riil Rp 119 miliaran.
“Memperbaiki” tata kelola dan penggunaan anggaran dengan maksimalisasi potensi daerah adalah tugas berat Dedi Irawan – Irawan Topani kedepan sebagai Bupati – Wabup Pesibar. Selamat berjuang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *